12 Dua Satu

Beranjak sore Mega memutuskan untuk pulang kepalanya benar-benar pening dan sakit yang tak tertahankan mengelola keuangan itu cukup membuat sakit kepala apalagi ketika pemerikasaan yang membabibuta, setelah pertemuan singkat di Dinas pendidikan Mega menggiring kakinya untuk pulang kerumah langit mulai mendung ketika ia menuju rumahnya. Saat memasuki rumah keheningan melanda rumahnya hari ini Willy tak bisa menemaninya karena dia izin untuk pulang kerumahnya karena permintaan ayahnya soal perjodohan itu mau tak mau Willy harus menhadapi kenyataan apa yang sudah dipilihkan ayahnya demi sebuah kata berbakti kepada orangtua.

Hawa sejuk menerpa wajah Mega Ketik membuka pintu rumahnya, masih sama rumah itu terlihat hening harusnya Abdi pulang kemaren tapi ternyata laki-laki itu tidak pulang dan bahkan tidak memberitau apa sebabnya, terlalu sulitkah laki-laki itu untuk memberinya sedikit informasi. Dia buta info tentang suaminya yang pergi tugas bahakan saat pertemuan dengan ibu-ibu parsit Mega dapat melihat gurtan rindu dari wajah ibu-ibu bahkan ada perempuan yang baru menikah dua hari suaminya sudah pergi tugas.

Mega meletakkan tasnya di sofa ruang tamu, dia sangat kelelahan apalagi kepalanya yang berdenyut dari tadi. Mega berusaha untuk bangkit tapi kepalanya serasa berputar dia memutuskan untuk duduk menyandarkan punggungnya.

Mata Mega menerawang langit-langit rumahnya yang terlihat bersih, ada sedikit air mata yang turun dari kelopak matanya ia rindu ibu dan ayahnya rindu kampung halamannya dia rindu semuanya bahkan ketika sebelum menikah dia menyempatkan waktu untuk pulang tapi sekarang serasa di makan waktu.

Sementara Abdi suaminya tak kunjung ada kabarnya. Saat pertemuan dengan ibu-ibu parsit kemaren Mega banyak diam tak bersemangat seperti biasanya, dia bahkan banyak melamun dan juga sedikit heran melihat ibu -ibu yang sangat gembira padahal suami mereka jauh dalam pandangan mereka.

Denyutan di kepala Mega sungguh sangat sakit saat ini sudah lewat ashar harusnya tidak boleh tidur tapi Mega takmampu menahan sakit kepalanya dia memutuskan untuk berbaring di sofa panjang ruang tamu. Tubuhnya meringkuk seperti janin berusaha menenggelamkan kepalanya yang sangat sakit ini tapi itu percuma sakit itu masih saja datang, badanya sudah mulai panas keringat dingin sudah mulai terasa tubhuhnya sayu dan sakit.

Mega berusaha berjalan mencari kotak P3k semoga di sana ada obat pereda nyeri di kepalanya yang dari tadi terasa sangat pening.

Setelah mendapatkan obat yang dia butuhkan Mega kembali merebahkan tubuhnya di sofa putih itu dia tidak mau masuk kekamar karena sudah tak ada tenaga lagi untuk berjalan.

Lama dan Mega terlelap sore itu dia tertidur meringkuk miring di sofa putih.

Diluar sana gerimis kecil mulai turun membasahi jalan raya yang berdebu, sebuah mobil berhenti di dekat rumah mungil milik Abdi dan sang empunya turun dari mobil itu.

"terimakasih Ray" sahut Abdi dengan muka lelahnya dia di antar pulang oleh Rayan.

"sama-sama "Sahut rayan sambil melayangkan senyumannya.

Abdi langsung menutup pintu mobil itu dan berjalan menuju pagar rumahnya yang ternyata tidak di kunci, motor Mega juga terparkir manis di halam rumah yang sejuk jam sudah menunjukkan pukul 5 sore setelah sholah Ashar Abdi langsung pulang kerumah karena badannya sudah sangat lelah dan lengket karena seharian di dalam mobil menuju pulang ke Banjarbaru yang cukup memakan waktu. Prediksi pulang kemaren ternyata meleset dari perkiraan ada kegiatan mendadak yang tak bisa ia tinggalkan dan bahkan menghubungi Mega pun ia sangat kesulitan.

Kakinya ia langkahkan masuk kerumah yang tidak di kunci, melepaskan sepatu dan baju luarannya menyisakan kaos abu-abu muda yang biasa dia gunakan untuk melapisi baju dinasnya.

Langkah kakinya membawa dia kearah sofa putih yang terletak tak jauh dari pintu depan. Tenyata ada seseorang yang tidur disana terlihat pergerakan halus di sofa itu. Dia berdiri di dekat perempuan yang sekarang menjadi penghuni rumahnya, perempuan yang mulai mengoyak rindu di hatinya perempuan yang mulai mengikis ketenangan tidur malamnya.

"kenapa dia tidur disini? " pikir Abdi ketika melihat istrinya meringkuk nyaman di sofa bahkan dia belum melepas baju dan seragam kerjanya.

"Mega" Sentuhan di bahu Mega belum juga membangunkan perempuan itu yang masih nyaman dalam tidurnya.

"Mega... kenapa tidur di sini? " suara lembut Abdi tak di hiraukan oleh Mega ia tetap memejamkan matanya dengan setia.

Arah tangan Abdi ia pindahkan kewajah istrinya yang terlihat pucat itu ada sedikit bekas air mata di sudut matanya, "apa Mega menangis"pikir Abdi. Dia mencoba untuk membangunkan Mega lagi dan akhirnya ada sedikit pergerakan dari Mega tapi tetap saja mata itu tak terbuka.

"Mega... bangun! ini sudah sore " pinta Abdi lagi sambil mengguncang bahu wanitanya dengan pelan dan akhirnya mata itu terbuka tapi terlihat merah dan bengkak.

:"mas" kata Mega yang masih belum stabil kesadarannya tapi ia tau laki-laki yang membungkuk di depannya itu adalah suaminya.

Mega berusaha duduk di sofa agar bisa mensejajarkan pandangan matanya dengan suaminya itu kepalanya memang masih terasa sangat sakit meski sudah meminum obat.

Abdi memegang kedua pipi istrinya itu yang terlihat sangat pucat. Hawa sejuk langsung melingkupi wajah Mega tangan Abdi terasa sejuk ketika bersentuhan dengan kulit wajahnya yang terasa sangat panas.

"kamu kenapa? " tanya Abdi lembut

"lembur lagi? " tanyanya lagi

Mega tak menjawab dia diam seribu bahasa matanya makin memanas bukan hanya akibat sakit kepala yang ia rasakan tapi rindu dengan laki-laki di depannya ini juga membuat ia ingin menangis.

Air mata itu jatuh dan membuat Abdi sedikit bingun melihat istrinya menangis bahkan selama mengenal Mega wanita ini tak pernah menangis secara terang-terangan di depannya dia selalu menyembunyikan wajahnya ketika menangis.

"ada apa? " tanya Abdi lagi yang masih belum melepas tangan dari kedua pipi istrinya itu, Abdi mencoba untuk menghapus air mata itu tapi wanita itu malah menubruknya, memeluknya dengan gerakan cepat hingga Abdi sedikit terdorong kebelakang untuk menyambut pelukan itu.

"saya di sini, kamu jangan takut! " pinta Abdi sambil mengelus punggung istrinya yang diam-diam mulai di rindukannya.

"kenapa tidak ada kabar sama sekali?" kata Mega yang masih dalam pelukan Abdi

"maafkan saya, kemaren itu harusnya kami sudah pulang tapi ternyata ada kegiatan mendadak dan itu di luar rencana, maaf saya tidak memberitahu kamu! " pinta Abdi sambil mengelus punggung istrinya itu.

Mega menumpahkan tangisannya di dada suaminya itu, cukup lama pulukan itu tak terlepas dan Abdi dengan setia menunggu istrinya itu tenang " ada apa gerangan dengan Mega hingga perempuan ini menangis" batin Abdi terus saja bertanya-tanya tapi tak mampu ia utarakan kepada istrinya. Padahal badannya sudah sangat lelah dan membutuhkan istirahan, tapi melihat Mega dengan mode yang kurang bersahabat maka dia membatalkan keinginannya untuk mandi dan istirahat.

Akhirnya Mega melepas pelukan itu, Abdi menghapus air mata di wajah istrinya itu. Saat menyentuh leher Mega barulah Abdi merasa badan Mega sangat panas.

"kamu sakit? " tanyannya yang mendapat anggukan dari Mega

"pantesan badan kamu panas, sudah minum obat?" tanya Abdi

"sudah" jawab Mega

"saya bantu kamu ke kamar ya! di sini terlalu dingin"

Mega menurunkan kakinya di sofa putih itu tapi alih-alih membiarkan Mega berjalan sendiri Abdi menggendong perempuan itu menuju kamarnya.

"mas tidak usah, Mega bisa jalan sendiri" pinta Mega tapi Abdi tetap melakukannya.

Setelah meletakkan Mega di kasur dia keluar kamar lagi, Mega mencoba untuk memejamkan matanya lagi tapi nyeri di kepalanya yang sempat hilang datang lagi.

Abdi masuk kekamar lagi dengan membawa air hangat di dalam gelas dan juga baskom kecil serta handuk. Dia meletakkan benda itu di atas nakas dekat kepala ranjang.

"apa masih sakit? " tanya Abdi sambil duduk dekat istrinya.

"tadi itu sudah berkurang tapi ini sakit lagi" kaluh Mega sambil memijat kepalanya sendiri.

"saya kompres pakai air dingin saja ya, agar panasnya turun"

Mega mengangguk ketika Abdi menawarkan jasanya untuk mengompres kepala Mega yang dari tadi sangat berdenyut-denyut.

"pejamkan matamu, tidak apa-apa istirahat sebentar nanti saya bangunkan lagi" pinta Abdi yang langsung di turuti Mega yang mulai memejamkan matanya. Rasa nyeri itu kadang hilang kadang datang karena siang tadi cuaca sangat panas dan dia banyak melakukan kegiatan di luar, hari ini saja Mega sudah beberapa kali bolak balik ke Dinas, terus ke bank untuk pengajuan pencairan dana. terus yang terakhir rapat Bimtek Bos pulangnya sore dan makan juga tidak teratur.

Setelah Mega mulai tertidur Abdi memutuskan untuk mandi karena badannya sudah sangat lengket luar biasa.

***

Setelah senja itu Mega memaksakan untuk mandi badannya mulai terlihat segar panasnya mulai turun. Saat azan magrib berkomandang Abdi siap untuk sholat tapi Mega masih belum beranjak dari tempat tidurnya dia masih duduk di sana.

"tidak sholat? " tanya Abdi sambil Menghampiri istrinya itu, Mega menggeleng lemah ingin mengatakan jadwal bulannya lebih cepat dari biasanya tapi dia malu. Tapi Abdi memahami itu akhirnya dia sholat sendirian sementara Mega diam mengamati setiap gerak-gerik suaminya yang sedang menunaikan sholat magrib itu. Abdi selesai dengan kegiatannya Mega mencoba untuk merebahkan kembali tubuhnya karena kepalanya tiba-tiba sakit lagi.

"masih sakit? " tanya Abdi yang telah selesai sholat duduk di sampingnya.

"masih... sedikit" jawab Mega pelan.

"kurangi bergadang, kalau ada pekerjaan selesaikan di kantor atau besok di lanjutkan lagi jangan kamu paksakan, tubuh kamu itu perlu istirahat kasihani dia jangan kamu paksa untuk terus bekerja, selama saya tidak ada dirumah apa kamu sering lembur? " tanya Abdi sambil mengamati istrinya.Mega memiringkan badannya agar bisa leluasa berbicara dengan suaminya.

"iya.. bahkan Mega hanyar tidur 3 jam kemaren karena dateline laporan sudah dekat" terang Mega harap-harap cemas melihat perubahan wajah dari suaminya. Abdi terlihat menahan emosinya mau marah tapi bagaimana Mega jauh dari pandangannya,luput dari pengawasannya.

"untuk besok dan seterusnya kamu di larang lembur" kata Abdi memerintah tanpa ekspresi sama sekali membuat Mega yang tadinya mau membantah menciutkan nyalinya.

"tapi laporan harus cepat di selesaikan" sahut Mega agak takut -takut melihat wajah datar suaminya itu.

"tetap saja jangan terlalu sering lembur," Abdi berjeda sejenak memeperhatikan respon istrinya ketika dilarang "kamu sudah makan? " tanya Abdi lagi mengalihkan pembicaraan, Mega menggeleng pelan.

"bisa berdirikan? " tanya Abdi yang langsung mendapatkan anggukan dari Mega.

"saya tadi masak kita makan bareng -bareng ya" Ada rona senang di wajah Mega ia mendapat makanan yang di masak Abdi lagi dan ini yang kedua kalinya Abdi memasak untuknya tentu Mega sangat senang karena masakan Abdi cukup pas di lidahnya meskipun suaminya itu sedikit pendiam. Mega mengiringi langkah Abdi yang menuju dapur dan tak lupa Mega mengikat rambutnya yang panjang itu dengan cepat.

Mega duduk di salah satu kursi di ruangan makan itu dia melihat hidangan tertata dengan rapi benaknya berkata" kapan suaminya ini memasak".

"jangan di liatin saja, ayo dimakan! " pinta Abdi yang melihat istrinya masih tak bergeming untuk mengisi nasinya kedalam piring. Setelah mencoba masakan Abdi yang pertama sebenarnya Mega ingin meminta Abdi memasak lagi karena jelas terlihat masakan Abdi cukup enak di bandingkan dengan masakannya yang payah tapi selama ini Abdi terus saja memakan masakannya tanpa berkomentar apapun.

Dentingan sendok beradu dengan piring suasana makan saat itu sunyi Abdi fokus dengan hidangannya yang ada di depannya.

"ternyata masakanmu enak Mas boleh dong kapan-kapan masak la.. " belum Mega menyelesaikan kata-katanya Abdi sudah menyambar duluan.

"tidak... saya lebih suka kamu yang memasak" sahut Abdi dengan cepat sambil memasukkan nasi kedalam mulutnya.

"tapi mas masakanku itu tidak seenak ini" keluh Mega

"memangnya saya pernah mengatakan masakanmu tidak enak? " tanya Abdi lagi, Mega menggeleng pelang.

"sudah habiskan makanmu! sebentar lagi akan isha saya harus kekantor sebentar karena ada urusan, tadi baru saja Kapten Ditto menghubungi"

Mega berhenti makan mendengar Abdi akan pergi malam ini, dia bahkan baru beberapa jam datang sekarang mau pergi lagi dimana perasaan laki-laki ini di simpan hingga tak terlihat sama sekali.

"kenapa tidak di lanjutkan? " tanya Abdi heran melihat istrinya tidak melanjutkan makannya.

"sudah kenyang" sahut Mega dia langsung berdiri membawa piring kotor miliknya ketempat pencucian piring. Abdi sudah menyelesaikan makannya ia berdiri membawa piring kotor miliknya berdiri di samping istrinya yang masih mencuci piring, cemberut terlihat di wajah putih istrinya itu.

"kenapa? " tanya Abdi sambil menyentuh sisi kanan pipi istrinya itu.

"tidak apa-apa " sahut Mega yang sudah selesai dengan cucian piringnya dia mau beranjak pergi dari hadapan Abdi tapi hentakan dan tarikan yang cukup kencang di tangannya membuat dia tertarik kebelakang dan punggungnya menabrak dada suaminya.

Abdi memeluknya dari belakang, pelukan itu cukup erat dan hangat, tapi sang pemeluk itu diam seribu bahasa di balik punggung Mega tak berkata apapun. Akhirnya setelah diam cukup lama Abdi menyuarakan isi kepalanya kepada istrinya itu.

"kapan kamu menjawab yang jujur ketika saya bertanya? " kata Abdi di balik punggung Mega, tak ada respon dari Mega dia malah sibuk dengan debaran jantungnya yang mulai bertalo-talo serasa ingin melompat dari tempatnya.

"kenapa kamu diam? " tanya Abdi lagi

"kamu sudah cukup membuat saya gelisah dengan kediamanmu, ada apa?"

"Mega ini pulang, kangen ibu dan ayah" sahutnya mengalihkan pembicaraan karena detak jantungnya hampir bisa dia dengar sendiri karena saking kencangnya. tapi Abdi sepertinya berenca tidak mau melepaskan pelukannya, dia tetap memeluk wanitanya itu dari belakang menghirup aroma yang sangat di rindukan akhir-akhir ini.

***

avataravatar
Next chapter