20 Dua Puluh Sembilan

Sabtu pagi adalah weekend sekaligus libur panjang yang akan di lalui Mega dan Abdi pun juga ada tugas keluar kota dalam satu minggu itu kini keduanya sedang bersiap untuk pulang menuju kampung halaman Mega sekalian dia juga akan menjenguk mertuanya yang tak lain adalah ibunya Abdi.

Mega membawa sedikit pakaian yang dia butuhkan ketika di desa nanti.

"sudah di masukan semuanya? " tanya Abdi kepada Mega

"sudah" sahutnya

"kita berangkat sekarang! "

"boleh"

Mobil itu melaju meninggalkan komplek perumahan itu menuju jalan raya.Jalan pagi ini cukup padat karena menuju hari libur sekolah orang-orang banyak menghabiskan waktu liburnya untuk bersantai di tempat-temoat yang dapat menenangkan fikiran yang jenuh akibat di porsir untuk bekerja.

Perjalanan itu belalu begitu lama hingga Mega benar-benar merasa bosan untuk duduk di dalam mobil Abdi melihat kegelisahan istrinya itu.

"apa kita berhenti sebentar! " tawar Abdi ketika melihat Mega sudah mulai gelisah di dalam duduknya.

"sepertinya harus berhenti sekarang "

Dan akhirnya mereka berhenti sebentar di sebuah kedai es kelapa yang ada di pinggir jalan. kedai itu terlihat sederhana tapi ini menjadi tempat strategis untuk melepas penat ketika berkendara dalam perjalanan jauh.

Mega memesan satu buah es kelapa ketika dia menawarkan apakah Abdi juga ingin tapi lelaki itu menolak dengan halus dia beralasan lebih suka minum air putih.

Ketika Mega asik dengan es kelapanya Abdi malah sibuk dengan benda persegi empatnya seprtinya lelaki itu sedang mengetik sesuatu.

"sibuk banget pak" kata Mega berujar tapi arah pandangannya justru dia fokuskan ke lain arah. Abdi yang mendengar kata-kata itu sedikit mengangkat alisnya seolah baru sadar panggilan Mega untuknya itu berubah.

"pak.. " sahut Abdi setengah bingung

"iya... bapak tentara kita lagi sibuk" sahut Mega. Menanggapi candaan istrinya itu Abdi malah tersenyum sendiri sejak kapan panggilan untuknya itu berubah.

"jadi panggilan untuk saya itu sekarang berubah? " tanya Abdi sedikit mencondongkan kepalanya.

"tergantung situasi " sahut Mega tapi dia agak menggeser duduknya karena tidak enak sebab mereka ada di luar sekarang. Abdi melihat istrinya bergeser duduk yang semula dekat dengannya sekarang mencari jarak aman.

"kenapa geser? " tanya Abdi

"takut di ciduk satpol PP nanti dikira kita pacaran" kata Mega memelankan suaranya, mendengar itu tak ayal Abdi malah tertawa menampilkan senyumnya yang membuat getar di hati Mega makin kencang.

"stop pak jangan tertawa nanti Mega tambah malu"

"kamu ini ada-ada saja, balik ke tempat dudukmu yang tadi" pinta Abdi ketika mereka sudah di pisahkan jarak karena Mega bergeser cukup jauh menurut Abdi.

"di sini saja" sahut Mega dengan senyum khasnya

"Mega... saya bilang kemari sekarang! " pinta Abdi tapi tak ada senyum di wajahnya.

"tidak apa-apa pak, Mega di sini saja" sahut Mega lagi

"saya hitung sampai 3 kalau tidak mendekat sekarang juga.. kamu saya hukum" ancam Abdi

"loh Mega tidak salah mengapa harus di hukum, nanti terciduk pak kalau Mega duduk di sana."tunjuk Mega ke arah samping suaminya.

"tidak bakalan terciduk nanti di kening kamu itu saya tempelen kata-kata "perempuan ini sudah menikah dan sudah ada yang punya, jadi sekarang kemari! " pinta Abdi dan akhirnya Mega mengalah dia duduk kembali dekat dengan suaminya itu.

***

Perjalanan yang memakan waktu empat jam kurang lebih itu akhirnya sampai terlihat pintu gerbang pemisah kampung kelahiran Mega dengan kampung sebelah yang menjadi tetangganya. Pepohonan masih terlihat hijau saat ini musim buah mangga jadi buah itu terlihat memenuhi pohon yang ada di pekarangan rumah para penduduk di desa itu.

Ketika jalanan itu melalui sawah, sejauh mata memandang hanya sawah yang terhampar luas begitu mempesona hingga senyum di wajah Mega tak luntur ketika menghirup aroma padi di desanya.

"apa sekarang musim padi? " tanya Abdi yang masih fokus di balik kemudinya.

"sepertinya, coba mas lihat padinya mulai menguning" arah telunjuk Mega di ikuti pandangan mata Abdi.

Akhirnya sampai juga mobil yang di kendarai Abdi di sebuah halaman rumah sederhana yang terbuat dari kayu tempat mereka menikah secara sederhana dulu. Tidak ada yang berubah dari rumah sederhana milik orang tua Mega hanya pohon di depan rumah tambah rindang serta sejuk.

Terdengar dari arah yang cukup dekat suara musik ciri khas pengantin suku banjar tabuhan gendang yang membahana menambah aroma suku banjar yang kental.

"loh mba Mega" sapa Desi yang baru saja dari sungai.

"kenapa pulang tidak bilang-bilang? " tanya Desi lagi.

"kalau bilang nanti tidak jadi kejutannya, kamu dari mana? "

"dari sungai"

"air di rumah kita tidak mengalir? " tanya Mega

"biasalah mba namanya juga di kampung air sumurnya mungkin sudah kering jadi untuk sementara mandinya di sungai dulu ya. pompa di rumah lagi di betulkan sama ayah"

Mega sedikit kawatir kalau mandi di sungai apakah suaminya itu mau secara lelaki itu tidak pernah hidup kekurangan air di rumahnya.

Abdi yang baru saja meletakkan barang bawaan Mega kini duduk di kursi kayu yang ada di depan rumah memperhatikan dua kakak beradik itu lagi ngobrol.

Mega melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah di susul oleh Desi yang juga ikut masuk kebetulan saat Abdi di luar tadi suaminya Desi yang bernama Amran sudah pulang dari kelurahan. Dua orang itu langsung akrab ketika bertemu padahal sejak menikah ini adalah yang pertama mereka pulang.

"kenapa mba? " tanya Desi yang melihat Mega sedikit bingung.

"begini dek kamu tau kan pak tentara itu tidak pernah mandi di sungai, mba khawatir kalau dia sangsi untuk mandi di sungai" Mendengat keluhan Mega seperti itu spontan Desi tertawa.

"kenapa tertawa? " sahut Mega kesal

"mba aja yang parno, dia itu tentara sudah terbiasa di hutan dan bahkan di tempat tanpa air sekalipun dia pasti pernah mengalami. dia itu seorang prajurit yang siap dalam ke adaan apapun. sudah jangan cemaskan itu Desi yakin dia akan dengan senang hati mandi di sungai apalagi mba Mega yang nemenin. " sahut Desi panjang lebar.

"alah kamu Dek " sahut Mega sambil keluar dari dapur membawa air untuk suaminya itu.

"loh itu benar mba, menambah rasa cinta itu namanya " sahut Desi tanpa dosa.

"jangan buat mba kesal" sahut Mega yang berjalan lebih dulu untuk mengarkan air minum untuk suaminya itu.

***

"baru nyampe mba? " tanya Amran yang saat itu mengalihkan pandangannya kepada kaka iparnya itu ketika Mega memberikan air putih untuk suaminya ith.

"iya..ibu kemana? "tanya Mega

"ibu lagi ada di resepsi pernikahan Ma'wa, mba mau kesana ada kok undangan dari Ma'wa "

" yang benar ada undangannya? " tanya Mega memastikan.

"ini undangannya" kata Desi yang tiba-tiba datang tanpa suara.

"alhamdulillah, ayo mas kita kesana! " ajaknya kepada suaminya itu.

"sekarang? " tanya Abdi

"tidak.. besok... ya kerang dong mas.. masa besok. Ayo!" ajak Mega lagi

"tapi saya masih capek" kata Abdi berujar.

"ayolah pak tentara sebentar saja ya!" rengek Mega dan Abdi tak tega untuk menolak keinginan wanitanya itu.

"Desi pergi dulu ya" sahut Mega sambil menarik pelan tangan suaminya.

"iya mba hati -hati" sahut Desi

sepeninggal Abdi dan Mega,Amran mendekati Desi yang dari tadi senyum-senyum sendiri ketika melihat kakanya itu..

"kenapa senyum-senyum sendiri? " tanya Amran

"tidak apa-apa" sahut Desi yang sambil bergelanyut di tangan suaminya itu.

"ayo masuk" Ajak Amran yang langsung di angguki oleh Desi.

***

Mega dan Abdi duduk di sebuah kursi yang ada di hajatan itu tapi sebelumnya mereka memilih makanan untuk menutupi perut keroncongan.

Menu sederhana tapi cukup menggugah selera Mega yang sudah mulai rindu dengan makanan di desanya.

Abdi lebih cepat menyelesaikan makannya sementara Mega masih menikmati makanan itu.

"apa itu enak? " tanya Abdi ketika dia melihat istrinya begitu menikmati makanan didepannya itu.

"mau coba! " tawar Mega sambil mengarahkan sendok yang berisi makanan ke mulut Abdi. Lelaki itu membuka mulutnya menerima tawaran makanan yang di sodorkan ke arah mulutnya.

"bagaimana? " tanya Mega setelah berhasil makanan itu masuk ke mulut suaminya.

"lumayan" sahut Abdi

"mau lagi! " tawar Mega

"tidak usah itu jatah kamu" tolak Abdi dengan halus.

"saya kesana dulu ya! " kata Abdi berujar lagi karena tadi dia melihat temannya ada di resepsi itu juga.

"kemana? " tanya Mega

"saya menemui teman dulu di sana"

"laki-laki atau perempuan? " tanya Mega penuh selidik.

"laki-laki, dia dulu teman satu kampus dulu. kamu tunggu di sini " pinta Abdi sambil berdiri

Setelah mendapatkan anggukan dari Mega akhirnya lelaki itu pergi sebentar meninggalkan Mega.

***

Sepeninggal suaminya itu Mega masih melanjutkan sisa makannya.

"Mega.. " panggil seorang lelaki, Mega menolehkan kepalanya mencari sumber suara yang di kenalinya.

"Anwar, Uje apa kabar? " sahut Mega sumringah ketika melihat dua sahabat yang sudah sangat lama belum berjumpa. Anwar dan Uje duduk di dekat Mega tak lama kemudian Faris dan Hans juga datang dan mereka adalah teman-temanya Mega selagi masih di desa. Teman main, teman ketika berangkat sekolah bareng, teman dalam suka duka.

"huhh lama tidak ketemu kok makin putih " kata Hans berujar di sambut gelak tawa oleh yang lainnya.

"dulu kan gula jawa, sekarang sudah menjadi gula tebu" kata Anwar tak mau kalah

"putih" kata Uje ikut berseloroh

"apa sih kalian ini" sahut Mega

"mana suamimu Mega? " Faris yang sejak tadi diam memperhatikan Mega karena di matanya perempuan ini terlalu banyak berubah.

"ada.. dia lagi ketemu temannya" sahut Mega

"ceyyy yang sudah punya suami, patah hati yang kedua kalinya donk Abang faris" kata Uje berseloroh tanpa perasaan.

"apaan sih kamu" kata Faris tak terima hampir saja dia melayangkan tangannya untuk menjitak kepala Uje yang sembarangan bicara.

"gula tebu kita sudah tidak bisa di colek lagi" kata Hans ikut bicara.

"kenapa? " tanya Anwar pura-pura tidak tau

"sudah ada yang punya" sahut Hans kemudian.

"ah masa sih, sini di colek dikit boleh dong" sahut Anwar bercanda tapi tak ayal tangan jahilnya ingin mencolek pergelangan tangan Mega. Refleks Mega mengangkat tangannya untuk menghindari sifat jahil teman-temanya itu.

"haram bos" sahut Mega cepat, semua teman-temanya tertawa tanpa beban. Memang sejak dulu Mega berteman dengan mereka tapi keempat sahabatnya itu sangat menjaga dengan baik Mega. Mereka seolah-olah menjadi benteng kuat untuk Mega.

"tumben pada ngumpul di sini? " tanya Mega

"Anwar bukannya kamu bilang tidak ingin terlalu sering pulang kampung sebab berat di ongkos" sahut Mega lagi.

"kami pulang karena pernikahan Ma'wa makanya kami semua pada pulang" sahut Anwar

"alah alesan saja, kenapa saat pernikahan ku kalian tidak ada yang mau pulang? " tanya Mega

"kami sibuk gula tebu " sahut Hans

"lagian ya... saat pernikahan kamu aku tidak bisa pulang ibuku ngamuk tak terkira hampir satu bulan dia mengabaikan telponku. nah saat Ma'wa menikah aku tidak berani menolak untuk tidak pulang bisa-bisa dua bulan ibuku mengabaikan ku" kata Anwar mencari pembelaan.

"paling itu cuma alasan mu saja Anwar" sahut Uje menimpali.

"huuuu" mereka serempak ikut membuli sikap Anwar.

"bilang saja kamu takut Ma'wa yang ngamuk" sahut Mega.

Faris tak bisa lepas pandangannya dari Mega, perempuan ini selain tambah putih apalagi yang berubah status memang status Mega telah menikah tapi apakah dia bahagia, itu yang menjadi fikiran Faris apakah pilihannya untuk diam itu sudah tepat atau mengungkapkan sesuatu kebenaran agar beban ini hilang tapi Mega sudah menjadi milik orang lain dia tak berhak menaruh apa-apa terhadap Mega. Benak Faris bergemuruh berfikir keras.

Mereka asik bicara dan bersenda gurau tanpa menghiraukan sekeliling mereka apalagi saat ini Mega di kelilingi oleh 4 orang laki-laki. Abdi juga melihat hal itu keningnya berkerut, dia berusaha menormalkan emosinya ketika melihat istrinya bisa tertawa lepas bersama pemuda di desanya.

Dia tak mau ambil pusing dengan keadaan dengan cepat Abdi melangkahkan kakinya mendekati para pemuda yang mengelilingi istrinya itu dan berdehem untuk membuktikan bahwa dia ada di belakang mereka. Serempak semua orang diam, ketika Abdi berdiri kokoh di belakang, mereka yang tadi riuh kini diam membisu Mega juga jadi tidak enak ketika melihat ekspresi yang di tampilkan oleh Abdi seperti tak bersahabat sama sekali.

"kenalkan dia suamiku! " kata Mega berujar memecah keheningan.

"bisa kita pulang sekarang? " tanya Abdi dengan ekspresi kakunya. Mega mengangguk pasti karena dia juga sedikit takut dengan aura yang di tampilkan oleh suaminya itu.

"aku balik dulu ya" kata Mega berpamitan dengan teman-temanya. Mereka serempak mengiyakan permintaan Mega untuk pamit lebih dulu.

***

Abdi berjalan lebih cepat hingga Mega terseok-seok mengikuti langkah suaminya itu. tadi bukannya suasana hati suaminya itu baik-baik saja tapi kenapa sekarang seperti mau turun hujan. Tidak ada percakapan yang terjalin Abdi tetap dengan langkah cepatnya tidak menghiraukan istrinya tertinggal di belakang.

Abdi berhenti tiba-tiba Mega yang tidak siap dengan keadaan secara cepat dia menubruk punggung kokoh milik suaminya itu. Jidat Mega cukup nyeri karena menabrak punggung suaminya.

"kenapa berhenti mendadak? " sahut Mega sambil mengelus jidatnya. Abdi berbalik badan untuk melihat istrinya dengan tatapan tajamnya. Tapi tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut suaminya itu. Dia balik badan dan langsung melanjutkan jalan tanpa menunggu Mega.

"mas tunggu! " pinta Mega yang berusaha untuk mengejar langkah lebar suaminya. Tapi Abdi tak menghiraukan itu karena dia terlalu emosi sekarang. Benaknya berkata "bagaimana mungkin istrinya memiliki banyak teman dan itu laki-laki semua"

"mas tunggu! " pintanya lagi akhirnya Abdi berhenti dan balik badan untuk melihat istrinya.

"kemari! " pinta Abdi sambil mengulurkan tangannya melihat itu Mega awalnya ragu untuk menyambut uluran tangan itu. Mega memandang sejenak dan akhirnya mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan Abdi dengan sigap lelaki itu memegang erat jari-jari tangan istrinya dan membawa perempuan itu untuk berjalan sejajar dengannya.

Arah mata Mega tertuju pada tautan tangan mereka ada kehangatan yang dia rasakan meskipun sikap suaminya itu kadang berubah-ubah.

***

Sore itu Mega bingung mau bilang bagaimana pasalnya air di rumah sudah mati total pilihan terakhir adalah mandi di sungai.

"airnya mati, kita tidak bisa mandi kecuali kita pergi ke sungai" kata Mega berkata ragu.

"tidak apa-apa " sahutnya, setelah itu tidak ada pembicaraan apapun.

Mega menyelesaikan mandinya lebih cepat dari pada suaminya karena dia takut kalau-kalau di hulu sungai ada orang lain yang mandi. Dia keluar dari tempat khusus menganti baju tempat itu seperti sebuah persegi empat tapi memiliki atap dan pintu ukurannya pun tidak terlalu besar biasanya di setiap sungai di sediakan tempat itu untuk tempat mengganti baju.

Sementara Abdi menikmati mandinya mungkin dia baru berjumpa dengan segunung air bersih yang melimpah bahkan lelaki itu seolah tidak perduli ketika beberapa anak gadis seusia Mega sedang membicarakan penampilan lelaki itu ketika mandi.

"apa mereka tidak ada pekerjaan lain selain menonton suami orang mandi" gerutu Mega dia cemberut sendiri tapi di lihat dari sisi manapun suaminya itu memang menearik.

"mas ayolah, cepat" panggil Mega, Abdi menolehkan kepalanya dan siap bangkit dari air sejuk. Lelaki itu berjala mendekati Mega sambil mengosok handuk kekepalanya setelah sukses memakai bajunya.

"kenapa? " sahut Abdi

"mereka liatin kamu mandi" Kata Mega sambil mengarahkan dagunya kesegerombol anak gadis yang ada di hulu sungau sebagai petunjuk arah.

"saya tidak perduli" Sahut Abdi berjalan lebih dulu.

"makanya kalau mandi pakai baju atasnya! " sahut Mega sambil mengikuti langkah suaminya. Abdi tak menghiraukan kata-kata Mega dia berjalan lebih dulu. Mega sedikit mengangkat gamisnya, kerudung langsungan yang dia pakai ternyata cukup membatunya. Dia membawa 1 ember tak penuh cucian karena hanya baju dan kerudung yang dia gunakan untuk mandi. Melihat Mega berjalan pelan di belakangnya terlihat perempuan itu kerepotan membawa embernya akhirnya Abdi balik lagi dan mengambil alih ember berisi cucian itu.

"terimakasih pak tentara " sahut Mega sambil menawarkan senyumannya. Bukannya menjawab Abdi malah berjalan lebih dulu dan Mega dengan riang mengikuti suaminya dari belakang.

Saat sudah sampai di samping suaminya Mega memberanikah diri mengatakan isi kepalanya.

"kalau keseringan marah nanti cepat tua loh pak" canda Mega

"saya tidak perduli" jawab Abdi yang cuek setengah mati.

"masih marah soal yang tadi? " tanya Mega karena dia jengah melihat keterdiaman suaminya itu. Mega menghalang jalan suaminya dia merentangkan kedua tangannya agar lelaki itu tidak bisa lewat.

"kalau masih marah ngomong dong, salah Mega di mana jangan di diamin begini" Abdi sesikit menghembuskan nafasnya, dia meletakkan embernya ketanah dan secara mendadak menarik pinggang Mega alhasil itu membuat Mega menubruk dada suaminya. Mega mencoba menormalkan detak jantungnya dia juga melihat kanan kiri kalau-kalau ada yang lewat bisa malu dia.

"mau apa? " tanya Mega

Tak ada jawaban justru Abdi malah melepaskan pelukannya tadi dan mencondongkan wajahnya serta membisikkan sesuatu ke telinga istrinya.

"jika tidak mau saya berbuat macam-macam mending tidak usah tanya apapun!" kata Abdi penuh dengan misteri. "ayo pulang! " ajaknya sambil menarik tangan Mega. Sebuah senyuman terbit di wajah Mega.

***

avataravatar
Next chapter