4 Dua Belas

Setelah lama menunggu di depan sebuah gedung hotel Mala akhirnya melihat kedatangan orang yang di tunggunya.Orang itu berhenti di dekat Mala yang terlihat anggun dengan baju terusan sampai di bawah lutut dan di padukan tas kecil menambah karismanya yang sangat cantik itu.

Motor itu berhenti tepat di hadapan Mala orang itu membuka helmnya.

"kenapa lama? " Sungut Mala terhadap laki-laki yang baru sampai tadi.

"maaflah.. aku ada pekerjaan sedikit jadi telat, tapi kamu tenang saja info tentang wanitanya tertara itu sudah aku kumpulkan" kata laki-laki yang bernama Jac itu dan ia juga menyodorkan map coklak kepada Mala dan di sambutnya dengan tak bersahabat.

"lama" sahut Mala masih tak mau terima karena ia menunggu sangat lama.

"mana sisa pembayarannya? " tanya laki-laki itu kepada Mala yang dari tadi belum menyerahkan sisa pembayaran yang di janjikannya.

"kamu kalau urusan uang lancar kaya kereta, nih.. " Mala meyerahkan amplop coklat yang lumayan tebal untuk laki-laki itu. Tapi sebelum pergi Jac mengatakan sesuatu yang membuat Mala cukup meradang dan ingin sekali menonjok muka laki-laki ini.

"kalau aku jadi Abdi.. pastinya aku akan pilih perempuan seperti itu"

"maksudmu apa? " tanya Mala yang mulai terlihat perubahan di wajahnya.

"secara perempuan itu cantik, tertutup semua lagi dan yang pasti dia tidak bakalan di goda orang kalau berjalan"Terang Jec kepada Mala, hal itu membuat Mala sangat marah ia tak mampu mengendalikan emosinya yang mulai meletup-letup.

" itu menurutmu, aku yakin Abdi di paksa ibunya untuk menikahi wanita itu. sudahlah pergi kamu! " usir Mala kepada Jac

"okay.. good by nyonya angry " kata Jac sedikit mengejek sikap Mala yang memang dari dulu sangat pemarah itu.

"sialan kamu ya" ingin sekali Mala melempar sepatunya ke muka Jac tapi keburu laki-laki itu pergi memacu motornya membelah jalan kota.

Mala berjalan meninggalkan tempat itu tapi saat ia menaiki taksi sebuah pesan singkat masuk ke Hp miliknya. Awalnya ia malas untuk membuka pesan itu tapi rasa penasaran menggelayut di hatinya. Ia pun membuka pesan itu tanpa minat sedikitpun tapi masih ada rasa ingin tau.

"Abdi menikah hari ini, kamu sudah tau? " pesan singkat yang di kirim seseorang yang bernama Zeni.

Mala ingin sekali mengumpat, marah dan sebagainya karena sekarang emosinya sudah tak bisa ia tahan.

"sial.. " Setengah berteriak hingga si tukang supir sempat kaget karena mendengar penumpangnya mengumpat kata-kata kasar.

"aku lebih dulu, tapi mengapa orang lain yang menang bahkan dia tak melakukan apapun" Mala sungguh sangat prustasi saat ini. Mobil itu tetap melaju menuju rumah Mala di kawasan elit yang ada di kota itu.

***

Pagi itu Mega sedikit malu karena hampir berteriak ketika ia sadar dari tidurnya ada orang lain yang tidur di sampingnya.

Mega membantu ibunya memasak pagi ini sementara adiknya Mega sudah tidak bisa terlalu lelah karena kandungannya sudah cukup besar dan dia sangat kesulitan untuk membawa perutnya itu. Terlihat Amran sedang membantu Desi mengangkat cucian yang ada di mesin cuci.

"sudah Des nanti mba aja yang menjemurnya, kamu istirahat aja!" pinta Mega ketika melihat adiknya kesulitan menunduk untuk mengambil pakaian yang ada di dalam baskom.

"beneran mba? " tanya Desi lagi ketika ia memalingkan kepalanya ke arah Mega ketika mendengar seruan dari kakanya yang keluar dari pintu tempat ia keluar tadi.

"ia, kamu masuk aja! ini sudah mulai panas. kasian dede yang ada di dalam sini nanti kepanasan, iya kan de" kata Mega sambil mengelus perut buncit adiknya itu sambil mengajak bicara bayi yang ada di dalam perut Desi.

"mba lucu" kata Desi berkomentar

"kenapa? " tanya Mega lagi ketika melihat adiknya tertawa.

"masa bayi dalam kandungan di ajak bicara, mana bisa dengar" kata adiknya

"siapa bilang mereka tak bisa mendengar, jutrus mereka paling peka terhadap kondisi ibunya" terang Mega kepada adiknya yang terlihat polos itu.

"sudah sana masuk biar mba yang menjemur bajunya!" usir Mega dengan halus kepada adiknya yang langsung di angguki dengan semangat oleh Desi.

Satu persatu Mega memeras baju itu dan menjemurnya dengan rapi, saat Mega konsentrasi untuk menyelsaikan rutinitasnya Abdi muncul di belakangnya, ia berjalan tanpa suara sedikitpun saat ini Abdi berpakaian sedernaha terlihat bersahabat tidak seperti biasanya mereka bertemu.

"kita pulang besok" kata Abdi tiba-tiba bersuara, jelas Mega kaget rasa malau yang tadi pagi itu masih belum hilang kali ini Abdi berdiri terlalu dekat.

"astaga.. kamu mengagetkan saja" Seru Mega

"kamu yang terlalu fokus hingga tak melihat saya sudah di sini" kata Abdi berujar mencari pembenaran.

"iya.. iya, Mega yang tidak fokus " Mega tetap melanjutkan acara menjemur baju itu, Abdi berujar lagi.

"apa kampung kamu selalu sepi seperti ini? " tanya Abdi yang melihat sekeliling banyak rumah tapi terasa masih sepi.

"disini memang banyak rumah, tapi penghuninya tidak banyak. Kenapa? mau mencari kembang desa? " tanya Mega tanpa melihat perubahan ekspresi suaminya sama

sekali. Ia bahkan tetap melanjutkan menjemur pakaian yang sudah ia peras airnya terlebih dahulu.

"memangnya ada? " tanya Abdi lagi, awalnya Mega tak bereaksi tapi muncul sebuah ide di kepalanya untuk menjawab pertanyaan dari suaminya itu.

"ada... tapi sudah di nikahin kamu" kata Mega berujar hal itu membuat Abdi sedikit menarik sudut bibirnya, Memang saat bersama Mega ia lebih banyak ikut tersenyum dengan tingkah wanitanya itu yang sulit di tebak tapi selalu membuat orang ingin tertawa.

Abdi menarik tangan Mega hal itu membuat Mega menghentikan pekerjaanya memeras baju yang masih basah untuk di jemur.

"oo jadi ini kembang desanya" kata Abdi lagi ia mendekatkan wajahnya kewajah Mega untuk melihat reaksi yang di munculkan Mega, tapi Mega malah mundur karena wajah mereka terlalu dekat, Abdi melepaskan pegangannya di pergelangan tangan Mega dan berdiri tegak tapi masih sangat dekat dengan Mega.

"kenapa melihatnya sedekat itu? " tanya Mega

"memangnya tidak boleh? "

saat itu Abdi melihat gelagat Mega untuk mundur ketika ia mendekat maka Abdi mendekat lagi hal itu terulang beberapa kali hingga punggung Mega membentur tiang jemuran yang terbuat dari ulin. otomatis Mega tak bisa mundur lagi.

"kenapa? sudah tidak bisa mundur lagi" tanya Abdi kepada Mega yang posisinya sekarang sudah sangat dekat. Mega berusaha menetralkan degup jantungnya yang serasa terdengar sampai telinganya, ia sangat malu jika berada dalam posisi sedekat ini.

Tapi dalam situasi yang terjepit ini adiknya yang bernama Desi memanggil, hal itu membuat mereka menoleh sama-sama ke arah suara.

"mba... sudah selesai belum.. di panggil.. " Desi menghentikan ucapanya ketika melihat posisi Abdi yang berdiri menutup Mega.

"iya.. sudah selesai" seru Mega yang langsung berlari meninggalkan Abdi di luar.

Abdi tertawa hambar ketika melihat tingkah istrinya itu ketika di dekati malah takut. Ia menyusul Mega masuk kedalam rumah dan pintu belakan rumah itu tertutup dengan sempurna meninggalkan kisah yang sedikit romantis di antara jemuran.

***

" aku tidak bisa terima ini" Mala mengamuk luar biasa ia mengurung dirinya di dalam kamar sedangkan ibunya bingung melihat tingkah anaknya yang baru pulang sudah mengamuk, membating apapun yang dekat dengannya.

"Mala ada apa? " Tanya ibunya yang daei tadi mengetuk pintu kamarnya tapi Mala seolah tuli dengan panggilan ibunya itu.

" aku tidak terima..., Abdi sudah dua kali gagal menikah tapi aku tetap menunggu sampai dia membuka hatinya, tapi dia tetap saja menutup mati pintu hatinya. apa kurangnya aku" Mala sudah tak mampu menahan tangisnya, ia terduduk lesu di lantai marmer putih yang seisi kamar telah berantakan. Ia sangat benci dengan wanita yang bernama Mega padahal ia tak pernah bertemu sama sekali.

"Mala kamu kenapa? buka pintunya! " pinta Ibunya Mala tapi tak di hiraukan oleh Mala yang masih mengeluarkan emosinya sambil berteriak tak terima, hal itu membuat ibunya Mala bingung dengan putrinya sendiri.

Pintu coklat itu terbuka dengan kasar, tangan ibunya menggantung di udara karena pintu itu keburu di buka oleh pemilik kamar.

"Mala ada apa? " kecemasan terlihat di wajah ibunya tapi Mala seolah tuli ia memilih diam seribu bahasa tapi mata gadis itu bengkak akibat menangis.

"ada apa? " tanya ibunya lagi karena masih penasaran dengan putrinya itu.

"ini bukan urusan ibu" sahut Mala katus ia tak ingin ibunya ikut campur urusannya. Mala meninggalkan ibunya dengan seribu tanda tanya gadis itu meninggalkan kamarnya seperti kapal pecah akibat amukannya. Ibunya Mala tak bisa berkomentar apapun karena putrinya itu memang sangat keras kepala dan susah di atur.

avataravatar
Next chapter