webnovel

Rasa Cinta Ini Makin Besar

"apa yang kamu lamunkan Irham" tanya Bu Erna ketika memdapai Irham melamun setelah selesai membantunya mengambil air ke sungai.

Perempuan paruh baya itu duduk di dekat anak angkatnya yang sudah ikut dengannya sekitar 4 tahun. Terlihat Irham menyeka keringat dengan punggung tangannya. Harusnya dia tidak perlu mebantu Bu Erna mengangkut air karena tangan Irham masih cedera dan kadang masing ngilu jika terlalu banyak beraktifitas. falisitas kesehatan yang datang satu bulan sekali dari kecamatan itu tidak banyak membantu, desa ini terletak di balik gunung dan perlu menempuh waktu 1 minggu berjalan kaki agar sampai ke desa ini.Hal itu membuat tenanga medis sangat jarang masuk ke sini, para penduduk desa hanya mengandalakan ilmu alam serta herbal yang mereka dapatnya melalui warisan nenek moyang. Bahkan Agama islam baru 6 tahun masuk ke desa ini.

"apa tangannya masih sakit?" Tanya perempuan paruh baya itu.

"sekarang sudah tidak sesering dulu bu"

"ibu dengar minggu ini ada tenaga dari puskesmas kecamatan yang akan datang, mudah-mudahan mereka ada yang mengenalimu atau paling tidak bisa membantu kamu untuk mencari keluargamu" Terang Bu Erna, rasanya dia tidak tega melepas Irham yang sudah empat tahun hidup dengannya, dia sudah menganggap anak sendiri pada lelaki tanpa identitas ini.

Mendengar penuturan lembut dari ibu angkatnya itu Irham menyunggingkan senyuman, mungkin dia merasa bahwa ini akan tetap sama seperti hal yang dulu-dulu ketika para tenaga dari kota datang , tidak ada yang mengenalinya bahkan ketika mereka datang lagi juga tidak membawa berita apapun.

"Irham"

"hmm" jawabnya singkat sambil mengalihkan pandangan pada ibu angkatnya itu.

"apa perempuan itu masih suka datang dalam mimpimu?"

"... akhir-akhir ini malah sangat sering bu, kadang Irham mengingat kilasan-kilasan yang aneh"

"seperti apa?" Tanya Bu Erna

Irham tersenyum sebelum melanjutkan, karena kilasan ingatannya ini tidak terlalu memilukan hati seperti yang biasa dia rasakan jika trauma itu datang.

"seorang perempuan yang hamil besar dan memanjat pohon mangga, dan Ada seorang laki-laki yang berteriak meminta sang perempuan untuk turun, Irham rasa itu bagian dari kisah hidup Irham. Tapi siapa perempuan itu?"

Bu Erna prihatin ketika melihat kepiluan yang di rasakan Irham.

"Ibu harap kamu segera bertemu denganya"

***

Hujan kali ini menguyur kota sangat derasnya untungnya Mega sudah pulang kerja dan si kembar sudah pada mandi dan siap untuk mengaji.

"Miiii...." Zen mulai lagi merengek, kali ini anak itu belum siap dengan baju kokonya. Sementara Zarra sudah rapi dengan kerudung terusan miliknya.

"hey... kok belum siap sih sayang? kenapa?" Mega berjongkok membantu Zeen untuk mengancing bajunya, ketika kancing pertama dia masukan, dia mengingat ketika Abdi belum siap sama sekali ketika akan sholat, Baju koko itu masih belum terkancing sempurna hingga mengundang senyumnya.

Bahkan percakapan manis itu masih terngiang di ingatan.

masa itu

"loh... kok belum siap sih mas" Mega sedikit kesal melihat Abdi belum siap padahal saat ini sudah menunjukkan pukul 3 dinihari, Artinya ini adalah waktu yang pas untuk menunaikan sholat tahajut, mereka sudah sepakat untuk bangun setiap pukul 3 dini hari untuk sholat tahajut bersama.

"tadi lagi repot, makanya belum terkancing semuanya"

"sudah sini Mega bantu!." perempuan itu mendekat, mengulurkan tangannya untuk membantu suaminya mengancing baju itu.

"ngak usah, nanti batal wudhu nya." Abdi mencegah Mega agar tidak perlu mebantunya mengancing baju.

"tinggal ngancing ini doang, kok bisa batal." Kening Mega berkerut tanda dia bingung, batal wudhu dari mana kalau cuma mengancing baju.

"sudah sini di bantu!"

"ngak usah Mega...." Kilah Abdi

Perempuan itu tetap saja mengulurkan tangannya untuk membantu Abdi mengancing baju koko miliknya. Saat fokus untuk mengancinga baju, Abdi dapat melihat alis istrinya itu tebal ternyata di lihat dari dekat Mega sencantik ini.

"Mega!"

"hmmm, sedikit lagi selesai."

"kita... kita lakukan ibadah yang lain saja ya!"

Mega mengangkat wajahnya bingung, kerutan di keningnya makin dalam. Ibadah yang lain maksudnya apa, bukanya mereka akan melakukan sholat bukankah sholat tahajut itu termasuk ibadah yang lain.

"maksudnya?"

Abdi ingin menjelaskan, tapi kepalang tanggung dia ingin istrinya itu sekarang.

"kita lakukan ibadah yang lain!"

"Iya... ibadah apa?"

Abdi tak perlu repot untuk menjelaskan keinginannya itu, yang jelas dia ingin menyentuh istrinya itu sekarang. Tanpa peringatan Abdi mengulurkan tangan untuk mengangkat tubuh istrinya itu.

"kita lakukan ibadah yang lain, tapi fahalanya tetap sama."

Setelah itu barulah Mega faham apa yang di maksud dengan ibadah yang lain dan fahalanya tetap sama.

Kilasan ingatan itu mebuat Mega tersenyum sendiri, dan hal itu mebuat Zeen mengulurkan tangannya untuk menyentuk pipi ibunya.

"Miii... kok senyum? ada yang salah sama bajunya Zeen?"

"Eh... ngak kok... bajunya Zeen Bagus."

Mega melanjutkan untuk mengancinga baju putranya itu.

"Ummii... Zeen boleh beliin eskrim untuk dek Zarra ngak?" tanya putranya itu dengan polosnya.

"Emangnya dek Zarra suka eskrim?" Tanya Mega lagi

"suka miii, itu yang di dekat komplek... dek Zarra suka eskrim yang di sana, Zeen boleh ngak ajak dek Zarra ke sana?"

"boleh, tapi ini masih hujan"

"besok kok mii, habis pulang sekolah."

"baiklah, tapi besok pulangnya di jemput Om Herwan ya!"

"beres miii"

Mega mengusap kepala anaknya itu, Zeen lebih dewasa ketimbang Zarra, gadis kecil itu cendrung pendiam dan dia paling dekat dengan Herwan dan Mentari.

****

Seorang perempuan baru saja keluar dari lobi rumah sakit swasta, setelah keluar dari gedung bertingkat, perempuan itu menolehkan kepalanya kekanan dan kekiri seperti sedang menunggu seseorang.

Sesekali perempuan itu melirik jam tangannya, bulir keringat membasahi keningnya. Seperti terlihat bahwa perempuan ini belum terlalu mahir menggunakan kerudung karena terlihat dia kadang membetulkan kerudungnya itu. Dia sekali lagi melirik jam tangannya.

"astaga Rayan... kamu ingkar janji." Perempuan itu menggerutu, dia sudah sangat lelah belum istirahat sama sekali karena hari ini dia baru saja selesai shif jaga rumah sakit menggantikan temannya yang akan menikah dan itu berlangsung dua minggu penuh, apalagi dia akan di kirim ke sebuah desa untuk melakukan cek up para penduduk desa yang tak terjamah kesehatan.

Terlihat dari kejauhan sebuah motor khas tentara.

"itu dia" gerutu gadis itu

"Maaf" Kata itu yang keluar dari mulut Rayan sebelum dia benar-benar menghentika motornya.

"kamu tau kan aku piket hari ini, harusnya jemput dari awal!" keluh perempuan itu.

"maaf... aku harus mengurus izin dulu, bukannya kamu mau aku bantu ke desa Wulas Asih, nah aku cuma dapat jatah 7 hari dan setelah selesai aku harus balik lagi."

"sudah ngak apa-apa, insyaallah perjalan kita cuma memakan waktu 1 hari karena kita menggunkaan helikopter jadi mendarat di lapangan dekat Desa. "

"Katanya mau cerita sesuatu, apa?" tanya Rayan

"nanti saja, anter aku pulang dulu!"

Tanpa banyak bicara lagi perempuan itu duduk anteng di bagian belakang motor, Perkenalannya dengan Rayan 1 tahun lalu karena insiden salah pasyen.

Adela gadis manis yang baru saja dua bulan ini berhijab karena tuntutan dari ibunya, serta satu-satunya perempuan yang dekat dengan Rayan yang nutabennya paling malas kalau berhubungan dengan perempuan karena dia fikiri perempuan itu ribet, salah sedikit marah, salah sedikit cemberut. Tapi entah kenapa dia justru menyukai sifat Adela yang sering cemberut.

"Terimakasih ya!" Adela menyerahkan helm pada Rayan dan bersiap untuk pergi, tapi dia urungkan dan putar balik badannya.

"untuk ajakan yang kemaren itu,aku sudah fikirkan." Kata Adela memulai percakapan.

Rayan menunggu kelanjutan kata-kata dari perempuan di depannya ini.

"lalu?" kata Rayah harap-harap cemas

"kita seriusin aja deh, dari pada begini terus bikin dosa!" Ada guratan malu di wajah Adela.

"jadi ... kamu terima?" tanya Rayan.

Gadis itu mengangguk pasti bahwa dia menerima ajakan dari lelaki itu kemaren, kemaren Rayan mengutarkan maksud hatinya untuk mengajak Adela menikah agar mereka terhindar dari dosa yang tak sadar mereka lakukan, seperti saling memandang, memuji, semua itu harusnya tidak di lakukan oleh dua manusia berbeda jenis kelamin dan belum ada ikatan halal di antara mereka.

Perawat cantik menurut Rayan itu tersenyum malu dan berlalu untuk masuk kedalam rumahnya.

Rayan memutar kembali motornya dan bersiap untuk pulang, piket kali ini terasa berbeda karena dia tidak mendengar omelan Abdi ketika dia tertidur di pos jaga. Tapi hatinya tetap senang sebab niat baiknya mendapat sambutan hangat oleh gadis pujaannya.

Next chapter