45 Postdam, Germany ( 4 )

" Selamat Ulang Tahun, sayang. " sahutku menyalami dan memeluknya.

Mama Maloree, Papa Odolf, George, para perawat, dokter dan asisten rumah tangga yang sudah menjadi bagian keluarga ini bergantian menyalami Valter.

Aku merasa sangat buruk, karena tidak bisa mengingat hari special Valter. Lebih lebih aku juga tidak memiliki persiapan apapun untuk merayakannya. Aku menyalahkan diriku sendiri yang terlalu terlalu fokus akan George hingga melupakan hari penting ini. Ini tidak adil untuknya.

Kami kemudian pindah ke ruang santai di sebelah kamarku, nampak ruangan sudah di tata sedemikian rupa dan di dekor memperingati ulang tahun, ada kue kue tersaji, salad dan buah buahan serta wine dan bir di bagian sudut ruangan, di bagian tengah ruangan sudah tersedia birthday cake ukuran besar ditengahnya terdapat lilin dengan angka 31.

George memainkan piano memeriahkan acara, diikuti oleh pemotongan kue ulang tahun, kami merayakannya dengan sederhana, juga menghabiskan waktu dengan menonton video dan potongan potongan gambar Valter semenjak bayi hingga dewasa. Aku juga mendengarkan Mama Maloree bercerita tentang betapa lucunya Valter di masa kecil.

Hari itu dipenuhi dengan kebahagiaan, suasana sebuah keluarga terasa hangat, Valter nampak bahagia dan tertawa ketika melihat potongan potongan gambar video, begitu juga George yang ikut bahagia di hari itu.

Perayaan di akhiri dengan makan malam bersama di ruang keluarga, walau sebenarnya kurang lengkap tanpa kehadiran Devon dan Jacob, kedua kakak Valter, namun semuanya berjalan tanpa mengurangi sukacita.

" Mama, Papa, kali ini ijinkan aku untuk membawa pulang Jade. Rumah di Munich begitu hampa tanpanya. " sahutnya sambil menyuapkan hidangan penutup, menatap mama, papa bergantian sekaligus melirikku.

Aku memandang wajah George yang tampak protes mendengarnya, tapi George diam saja, tidak mampu berbuat apa apa.

" Tidak masalah Valter, kamu bisa mengajak serta Jade pulang ke Munich. Lagipula George sudah pulih, George hanya butuh istirahat lebih lama sebelum kembali beraktivitas seperti biasa ." sahut mama Maloree tersenyum memandang anak kesayangannya.

" Bagaimana kalau aku ikut serta ke Munich, kuharap kamu tidak keberatan." Sahut George menawarkan diri dan melirik ke arahku sambil mengedipkan mata.

Aku menelan ludah mendengar percakapan di antara mereka, aku merasa seperti sebuah mainan yang diperebutkan oleh dua kakak beradik, George tidak mampu mengikhlaskan aku pergi begitu saja, dia masih berusaha meraihku.

" Ide bagus kak, kakak bisa bersama Jade, Jade sepanjang hari kesepian jika aku sibuk di kantor. " ucap Valter dengan mata berbinar binar menyetujui ide George.

" Baiklah, karena kalian sudah punya keputusan masing masing, Aku dan Odolf akan kembali ke Frankfurt. " ucap Mama Maloree, disambut angukan tanda setuju oleh papa Odolf.

" Kami punya pekerjaan yang harus kami lakukan di Frankfurt, tentu saja kami harus kembali. " ujar Mama maloree menambahkan.

Aku, Valter dan George hanya bisa menganguk anguk setuju, sebagian besar keputusan apapun itu Mama Maloree lah yang punya kuasa untuk hal itu. Aku tidak pernah melihat sekalipun George ataupun Valter menentang atau bersikap tidak setuju atas ide atau keputusannya. Walau sistem monarki sudah dihapuskan, namun segala tindak tanduk dan tata krama di keluarga ini masih terasa dan terbawa hingga ke keturunannya.

" Oh ya." Mama Maloree masih melanjutkan pembicaraan yang sepertinya belum selesai.

" Sebelum musim dingin tiba papa ingin mengajak kita sekeluarga berlibur ke Croatia, tentu saja Devon dan Jacob akan ikut serta. Lagipula aku ingin mempertemukan Jade dengan kedua kakak Valter." ucap Mama Maloree sambil memandangku lembut.

" Boleh ma, Aku dan Jade kapan saja bisa pergi. Mama bisa menghubungi kami mengenai tanggal nya. " ucap valter sambil memandang ibunya.

Papa Odolf nampak bahagia dibalik wajahnya yang sedikit angkuh, ia adalah pria tegas, tidak banyak bicara namun berhati lembut.

Buatku pribadi, aku kurang setuju dengan keputusan ini, membawa George ikut serta bersama kami ke Munich adalah sebuah kesalahan besar, aku akan selamanya terperangkap di dalam lingkaran godaan setan tentang George.

Aku harus belajar menguatkan hatiku untuk tidak tergoda. Aku harus bisa untuk tidak tenggelam dalam perasaan dan suasana lagi. Harus bisa ! Aku tidak akan pernah mengkianati pangeranku, malaikatku.

-

Pesan Whatsapp

Nathan

[ Apa kabarmu ? apakah masih berada di Berlin ? Kabari aku jika kamu punya waktu untuk Ibu ]

Jade

[ iya, saat ini posisi ku berada di Berlin, tetapi besok aku akan berada di Munich. Aku akan memberitahumu jika aku bisa. Sesampainya di Munich aku akan melakukan video call dengan Ibu. peluk dan cium buat Ibu ]

hmmm... sebenarnya aku bisa saja menggunakan pesan ini sebagai alasan untuk kabur dari George, tapi itu akan membuatku lebih ribet, karena berada jauh dari Valter.

Bagaimanapun juga aku harus mencari cara agar bisa berada jauh dari George. Untuk jujur akan hal ini ke Valter rasanya sangat mustahil, aku tidak mungkin menjadi pemecah hubungan kaka beradik itu.

-

"Apakah kamu akan sangat sibuk di kantor ? " tanya ku sambil merebahkan diri di pangkuan Valter yang duduk di sofa di ruang kamar kami.

" Tidak juga. Ada apa ? kamu tidak pernah bertanya seperti itu sebelumnya. " sahut Valter sambil menunduk memandangku.

" Hmm.. aku... "

" Jujur lah jika ada sesuatu yang kau inginkan. "

" Aku ingin kita mengambil sedikit waktu untuk bepergian, sudah 4 bulan, semenjak bulan mei kemarin kita tidak pernah bepergian. " sahutku manja dan sedikit membujuk.

Valter tergelak dengan caraku meminta, " Ok, my Queen, kita pulang ke Munich, ijinkan aku membereskan beberapa hal di kantor. Setelahnya kita kembali pergi traveling." ucapnya lembut dan mengelus pipiku.

" Makasih sayang." ucapku riang. Aku bangkit dari posisiku yang tiduran di pahanya, duduk berpindak ke atas pangkuan Valter bermanja manja sekaligus mengamatinya lekat-lekat.

Betapa sempurna wajah Valter dari sisi manapun aku melihatnya. Matanya yang biru laksana safir berwarna biru terang bersinar indah di bingkai raut wajah teduh dan tenang. Seperti tokoh malaikat dalam fantasi yang selalu aku ciptakan dalam imaginasi masa kecilku. Valter adalah malaikatku.

Aku menelusuri wajahnya dengan jemari tanganku, memainkan tanganku di dagunya yang sedikit tajam oleh helai-helai janggut yang mulai tumbuh, Valter tersenyum ketika aku mengosok gosokan tanganku di dagunya. Aku mencodongkan badanku dan memberikan kecupan kecupan kecil di pipinya.

-

Aku memeluk Mama Maloree, dan mengucapkan terima kasih atas kebersamaan kami selama ini, aku terhanyut rasa sedih karena kami harus berpisah dan kembali ke kehidupan normal sebelum George kecelakaan.

Kejadian kecelakaan George banyak membawa hikmah dan pelajaran buat kami dan buat diriku pribadi, kami bisa lebih dekat antara satu sama lain, mengambil sedikit waktu untuk bersama ditengah aktivitas kehidupan yang selalu mengejar materi.

🎂🎂🎂

avataravatar
Next chapter