49 Porto, Portugal

Sebelum matahari pagi memancarkan sinarnya, Aku dan Valter sudah berada di dalam mobil menuju Porto, ini akan memakan waktu sedikit agak lama karena jarah antara Sintra menuju Porto kurang lebih tiga jam atau tiga ratus tiga puluh satu kilometer.

" Sayang, apakah kamu sudah berhasil menghubungi Joseph dan Liana ? " sahut Valter dalam keadaan mengemudi.

" Ops, hampir saja lupa. makasih sayang kamu sudah mengingatkanku. " sambil meraih ransel di bangku belakang mobil, merogoh phonecell yang berada di saku depan ransel.

" Apakah mereka di Spain atau mereka sedang bepergian ? " tanya Valter sambil sesekali melirikku yang lagi mengirim pesan whatsapp.

Tanpa menghiraukan pertanyaannya aku terus berkutat dengan ponsel. ada lima belas pesan yang belum terbaca, empat diantara dari Natalie, dan sisanya berasal dari Mia, yang protes karena tidak meluangkan waktu untuknya ketika berada di Munich.

" Mereka berada di Barcelona, mereka akan sangat senang jika kita datang berkunjung." sahutku dengan wajah serius yang masih asyik mengutak atik ponsel.

" Oh, ya sayang, mereka menanyakan, tanggal pasti kedatangan kita. " tambahku lagi, sambil menoleh ke arah Valter menanti jawaban pasti.

" Lusa kita akan terbang ke Barcelona dengan pesawat pagi. Bagaimana denganmu sayang ? " tanya Valter, matanya tetap fokus menatap jalan di depan.

" Tidak masalah. bebas. " sahutku lagi sambil kembali asyik menyibukkan diri selama perjalanan. Kami tidak pernah jadwal apapun selama perjalanan, segalanya di sesuaikan dengan kondisi.

Authentic satu kata yang sangat cocok untuk mengambarkan kota ini, dan yang pasti kebanyakan orang tidak bisa menahan diri untuk tidak jatuh cinta dengan Porto.

Tripeiros adalah sebutan penduduk Porto, seperti penduduk Portugis lainnya, tipikal penduduknya santai, menyenangkan, dan penikmat suasana. Satu hal yang sangat mirip dengan Indonesia, Tripeiros sangat suka ngobrol dan tertawa keras di tempat umum. Hal yang jauh berbeda dengan perilaku orang Eropa di negara lain. Tripeiros selalu tampak bahagia apapun keadaanya, sama dengan tipikal orang di negaraku.

Banyak hal hal yang nampak familiar dengan kebiasaan orang Indonesia, hal lain itu dalam hal makanan, Tripeiros sangat menyukai menyantap jeroan, babat, hati, usus, jantung, otak dan organ lain yang dirubah menjadi beraneka ragam kuliner, mengingatkanku akan tanah air.

Mereka juga sangat ramah dan mudah dimintai tolong jika tersesat. Berkawan baik orang Portugal, mereka adalah tipe teman yang mungkin muncul di rumah tanpa pemberitahuan sebelumnya dan merasa seperti berada di rumah sendiri.

Sangat umum untuk melihat Tripeiros menghargai kehidupan dengan meluangkan waktu sekedar mencium mawar, mengoleksi tanaman bunga dan merawatnya setiap hari atau bahkan menikmati kopi dengan nongkrong bersama di pagi hari sambil berbagi cerita.

-

Aku menatap seluruh kota Porto dan sungai Doura dari balkon kamar hotel tempat kami menginap selama dua malam,nampak sangat indah di kejauhan menyatu dengan birunya langit di cuaca cerah di kota Porto.

Estetika Porto menggambarkan tentang masa lalu, dengan jalan-jalan berbatu yang curam, tumpukan atap terakota abad pertengahan, dan gereja-gereja Barok berdesain rumit.

Kota ini mendapatkan banyak karakter dari Spanyol dan Afrika Utara - ubin biru azulejo yang khas, yang akan Anda lihat menghiasi banyak bangunan di kota Porto, hasil warisan budaya dari Moor.

Nampak di kejauhan gondola gantung yang membelah melintasi kota membawa para wisatawan memandang kota Porto dari sudut atas.

Kami sengaja memesan hotel di lantai paling tinggi agar bisa memandang luas ke panorama kota, balkon hotel cukup luas lengkap dengan kursi berjemur, dan ruang jakuzi yang memungkinkan untuk berendam sambil menatap lampu kota di malam hari.

" Kamu mau kemana selanjutnya sayang ? " tanya Valter mengagetkanku dari belakang, Valter sudah berdiri dibelakangku, aroma segar menyeruak dari tubuhnya menandakan ia baru saja mandi dan berganti pakaian.

" Aku sepertinya ingin istirahat sejenak Valter. kau membangunkanku terlalu pagi. " sahutku sambil malu malu, dengan cepat aku membalikkan badan dan melingkarkan tangan ke leher Valter.

Valter berdehem dan tersenyum tipis kedua matanya menatapku dengan tatapan menggoda. Mendadak debar di jantungku menyeruak, hening sesaat...hanya detak jantungku yang berpacu, dan bisikan bibir kami yang saling bergerak lembut.

Perjalanan ini membuat kita semakin dekat, setiap detik berada di dekat Valter membuat perasaan diantara kita berkembang dengan indah. Banyak moment tercipta dibalik perjalanan kali ini. Valter memiliki jiwa yang tenang, selalu membuatku merasa nyaman dan aman.

Tanpa komando Valter mengangkat tubuhku dan mengendongnya masuk ke dalam ruang kamar, ia membaringkanku ke atas tempat tidur, menarik selimut yang tertata rapi diatas tempat tidur dan menghamparkannya menutupi tubuhku.

" Kamu butuh istirahat sayang." sahutnya sambil membungkuk dan memberikan kecupan di dahi dan bermaksud membiarkanku istirahat.

" tunggu. " cegahku, aku mencengkeram tangannya dan menariknya mendekatiku.

" Aku ingin ditemani." bisikku pelan.

" Ok, aku akan menemanimu tapi itu berarti kau tidak akan tidur, kita hanya akan mengobrol sepanjang hari. " sahut Valter terkekeh.

Aku meraih Valter mendekat dan menempelkan bibirku agar dia tidak terus mengoceh.

Aku mengeser tubuhku ke bagian lain ranjang, memberikan ruang untuk Valter tidur di sebelahku.

Valter membalikkan badan mengamatiku yang tidur telentang, aku menoleh sambil memperhatikannya.

" Apa yang kau pikirkan ? Kenapa memandangku seperti itu ? " tanyaku.

" Aku sedang berpikir untuk memberitahumu sesuatu, tapi aku khawatir kamu akan shock dan kabur dariku. " raut wajah Valter berubah serius.

" Apa itu sayang." mengusap pipi Valter.

" Aku berencana untuk melamarmu." sahutnya menatap tajam mataku.

" Jangan pernah menyamakan dirimu dengan orang lain sebelummu. Aku tidak akan kabur." bisikku meyakinkan Valter. Aku mencondongkan badan mendekatkan diri, meraih wajah Valter dan menciumnya.

" Aku akan melamarmu di depan kedua orang tuaku ketika di Croatia nanti. " bisiknya lagi.

Dengan sedikit kaget yang tertahan aku hanya bisa terdiam terharu mendengar pernyataan Valter. butiran air mata bahagia memaksa untuk keluar dari kedua mataku, aku berusaha menahannya dan membenamkan wajahku ke dalam pelukan Valter.

Hening terasa, dan rasa kantuk pun kemudian datang membawa kami ke alam mimpi.

-

Sore hari kami berkeliaran di kota ini dengan menyusuri jalanan bebatuan yang menanjak dan berliku di tengah tengah bangunan bergaya Eropa.

Sangat menyenangkan memperhatikan kegiatan masyarakat lokal dan sesekali berhenti mengamati hal hal unik yang kami temui di sekeliling, kami tersesat di antara pesona kawasan bersejarah Porto.

Ribeira, adalah sebuah distrik yang ramai dengan deretan rumah berwarna-warni dan pemandangan tepi sungai yang semarak, penuh dengan bar, kafe dan toko-toko yang dipenuhi oleh penduduk lokal dan turis yang sama-sama menikmati suasana dan pemandangan sungai Douro dan Jembatan Dom Luis I yang terkenal.

Di atas Ribeira terdapat area Baixa dan Se, di mana aku menemukan kegiatan penduduk lokal sehari hari di Porto, seperti padatnya suasana pasar traditional Mercado do Bolhao, Rua Santa Catarina jalan pedestrian yang merupakan pusat perbelanjaan terpenting di kota Porto, Palacio do Bolsa monumen neoklasik yang indah dan banyak lagi.

Di lokasi yang sama terdapat sebuah kafe yang melegenda bernama Kafe Majestic, sebuah kedai kopi sejak tahun 1920 dan menjadi titik pertemuan bagi banyak penulis, penyair dan seniman menemukan inspirasi mereka. Tempat ini adalah tempat favorite dari penulis besar J.K Rowling membuat naskah novel Harry Potter ketika berada di Porto. Beliau menghabiskan waktu berjam-jam mengerjakan tiga bab pertama Harry Potter dan outline Harry Potter.

Dari luar Kafe Majestic terlihat tidak terlalu menonjol, hanya ada dua buah payung besar dan beberapa kursi yang di sediakan buat pengunjung yang ingin menyantap hidangan outdoor, persepsi seketika berubah ketika kami melangkahkan kami menuju bagian dalam kafe.

Dekorasi interior yang megah seperti membawa kami ke masa lalu. Keanggunan masa lalu tercermin dari setiap lekuk dekorasi romantis yang mencakup langit-langit ruangan dengan lampu gantung yang tinggi. Mewah, Klasik dan Unik.

Dentingan musik piano live yang mengema di seluruh ruangan kafe, ruang membawaku ke dalam perasaan romantis, kafe ini mampu membawa imajinasiku berkelana dan kembali ke tahun 1920 di Eropa.

Kota Porto adalah kota terbesar kedua setelah Lisbon yang terletak di dipinggir pantai barat laut Portugal. Kota ini dikenal dengan sebutan 'Land of the bridges' dan juga sangat terkenal di dunia sebagai penghasil anggur Port.

Kami menyempatkan berkunjung ke salah satu gudang anggur yang terkenal di Porto, aku dan Valter berjalan melihat tong tong besar berisi wine yang berumur hampir seratus tahun, setelah berkeliling kami menuju sebuah ruangan dengan meja panjang untuk mencicipi wine manis khas Portugal, berbagai jenis anggur di fermentasi di gudang gudang yang terletak di sepanjang sungai Duoro, hal yang paling kusuka adalah mencium aroma hasil proses pembuatannya, seperti rasa manis karamel madu yang menyeruak masuk ke dalam hidung.

Kami duduk di sebuah kafe outdoor menikmati senja pemandangan laut atlantik dari pantai Foz do Douro, menikmati lezatnya pear sangria dan deburan ombak yang memecah karang di sepanjang pantai.

Lokasi finishing yang sempurna dari perjalanan di hari dimana matahari dan laut menyatu menjadi satu klimaks yang spektakuler.

đŸ„ƒđŸ„ƒđŸ„ƒ

[ backsound song perfect day - duran duran ]

- Just a perfect day

- Drink Sangria in the park

- And then later

- When it gets dark, we go home.

avataravatar
Next chapter