46 Munich, Germany ( 6 )

Aku sedikit merasa tergangu ketika George beberapa kali mencoba mengengam dan meraih jari jemariku di depan Valter, untung saja Valter tidak pernah benar benar memperhatikannya.

Berkali kali aku menepisnya dan melemparkan raut wajah sinis kepada George, sialnya dia hanya terkekeh kekeh melihat tingkahku yang galak.

Tekatku sudah sangat bulat untuk menjauhinya, dan yang pasti tidak akan pernah tergoda lagi dengan kata manisnya. Aku mendengus kesal dan segera berlari menyusul Valter menuju tingkat dua lantai rumah kami di Munich, dan segera bergegas menuju ke dalam kamar.

Alangkah nyamannya kembali ke rumah, setelah ditinggal dalam waktu yang begitu lama, aku memandang setiap sudut kamar, semua masih berada disana tepat seperti terakhir kali ketika aku meninggalkannya, kupandang foto ku dan Valter yang terpajang besar diatas ranjang tidur kami, foto ketika di Teriberka dengan latar belakang salju di musim dingin Russia, tanpa sadar kukembangkan senyumku lebar, Valter berjalan melingkarkan tangannya di bahuku dan aku menyandarkan kepala di bahunya.

" Aku masih ingat ketika pertama kali kau mengendongku. " sahutku sambil memegang tangan Valter yang melingkar di bahuku.

" Apa kau mulai menyukaiku saat itu ? " candanya sambil tersenyum.

" Hahaha...Kurasa kamu terlalu percaya diri. " sahutku meledek. " Rasanya pada saat itu aku ingin marah karena berani membopongku, tapi kaki ku sepertinya mengijinkannya. "

Valter tertawa sambil menghujaniku dengan kecupan, aku membalikkan badan hingga berada di posisi berhadapan dengan Valter. Valter memeluk erat pinggangku dan aku merangkulkan tanganku ke atas leher Valter. Aku menatap dalam ke bola mata Valter, dan Valter memandangku dengan lembut. Ujung hidung kami saling bersentuhan, sesekali kami saling memberikan kecupan satu sama lain.

Hening terasa, kami saling meresapi moment mesra itu, saling mengagumi, berbicara dalam bahasa kasih, ingin rasanya aku menghentikan waktu dan selamanya berada dalam pelukan Valter.

Tak pernah ada cinta yang menghargaiku seperti Valter. Bagaimana mungkin aku bisa berpaling dari sosok yang satu ini. Hanya Valter tempat curahan segala yang tertumpuk di hatiku, bahkan dia selalu mengerti apapun keadaanku bahkan sebelum aku ceritakan.

" i love you, Jade."

" i love you too, Valter."

-

George mendorong tubuhku ke sudut dinding ruang tengah, kedua tanganku di gengamnya sambil memandangku tajam.

" George, apa maksudmu ? " bisikku agar tidak sampai terdengar oleh Carla. Raut wajahku terlihat muak dengan perilaku George.

George melonggarkan gengamannya sambil tetap memandangku tajam. Perlahan tatapannya meredup, George melepaskan tanganku dan berjalan pergi. Entah apa yang ia pikirkan. Aku sama sekali tidak ingin membuatnya terluka apalagi memberikan harapan palsu. Sepertinya aku dan George harus bicara agar segala sesuatu tidak akan berkembang menjadi masalah.

" George." Sahutku.

George menoleh dengan tatapan enggan, " Ada apa ? " sahutnya pelan.

" Aku ingin bicara, aku menunggumu di teras depan. " sahutku sambil berlalu.

Ini semua harus kuhentikan, dan aku harus cukup tegas untuk itu. Tidak akan ada lagi pengkhianatan dalam hidupku. Aku harus bisa mematikan api itu sebelum berkembang menjadi besar dan menghanguskanku.

" Maafkan aku George, kalau bisa aku ingin minta satu hal darimu." sahutku pelan dan memandangnya lembut.

Tatapan George yang tajam dan suhu emosi yang mulai naik telah mengendur, ia nampak lebih relax dan tenang.

" Apa itu ? " sahutnya memandangku dengan tatapan pasrah.

" Aku minta, tolong jauhi aku. Jangan pernah bersikap mesra denganku lagi. Aku hanya mengangapmu tak lebih dari seorang kakak." sahutku tegas sambil memandangnya.

Raut wajah George yang tenang berubah seketika, ada marah, ada protes dan kesedihan disana, namun berusaha tetap elegan.

" Jangan pernah menjadikanku Halley ke dua dalam hidup Valter. Aku mohon kepadamu, agar kita menjaga jarak." Tambahku lagi.

Ada rasa tidak tega ketika mengucapkan semua itu, terlebih melihat raut wajah George yang nampak terkejut. Tapi jika aku tidak melakukannya aku hanya akan memberikan harapan kosong untuknya, cepat atau lambat ia pasti akan tersakiti. Karena aku pasti akan memilik Valter.

George membalikkan badannya tanpa berkata apapun, tanpa menjelaskan apapun. Dia sepertinya tidak ingin mendengarkan kelanjutan kata kataku. Ku lemparkan pandanganku bagian sisi kanan rumah yang berkerikil dan berjalan ke arah sisi kanan halaman, menenangkan diriku. Aku sudah berada di jalur yang tepat.

-

Aku memutuskan untuk memanjakan diriku dengan berjalan jalan mengelilingi kota Munich serta menyempatkan makan siang di salah satu restaurant Asia di Munich. Menyantap masakan Asia ketika berada di Eropa seperti merasakan surga sesaat, membuatku terasa seperti melayang di udara, mengunjungi kota kota di masa lalu dan masa dimana aku dibesarkan.

Langkah kakiku menuntun ku ke tempat yang cukup populer di kota Munich, sebuah taman terluas di dunia yang di kenal dengan nama English Garden.

Taman cantik ini di buat pada tahun 1789 yang desainnya diadopsi dari taman negara Inggris. Sangat menyenangkan menghabiskan hari yang cerah di taman yang membentang di atas sembilan puluh hektar lahan, yang semuanya rimbun dan hijau di jantung kota Munich.

Terasa seperti berada di sebuah pedesaan yang hijau dan tenang, di bagian utara dari taman penuh dengan rumput panjang dan menyediakan akses ke sungai Isar di dekatnya, nampak orang orang asyik sunbathing di tepi sungai.

Kurebahkan diriku di sebuah taman bagian selatan sambil memandang cakrawala Munich dan pemandangan taman bagian selatan, tempat ini dipenuhi para pengunjung yang menikmati penghujung musim panas, ada keluarga yang piknik, pemain sulap, pejalan kaki di atas tali, dan para musisi yang mempertontonkan kebolehannya. Suasana begitu teduh, angin berhembus perlahan menerbangkan dedaunan yang berwarna kuning kecoklatan. It feels Amazing! Musim gugur segera tiba.

-

Munich memang tidak ada duanya, terlalu banyak tempat menarik di setiap sudut kota, wisata alam, kuliner, sejarah, budaya dan religi semua ada disini. Aku menyempatkan diri melipir ke Munich Residenz, istana kerajaan terbesar di Germany yang merupakan bekas istana kerajaan dari masa raja Wittlesbach.

Dengan cepat kubaca satu persatu keterangan dalam bangunan sebelum kumelangkah ke bagian dalam, Istana ini adalah pusat pemerintahan pada tahun 1508 hingga 1918, bergaya renaissance *, baroque, rococo dan neoclassical yang memiliki sepuluh halaman dan terdapat seratus tiga puluh ruangan. Kompleks istana dibagi menjadi tiga bagian meliputi Alte desidenz, Koningsbau, dan Festaalbau.

Salah satu ruangan favorit yang membuatku berdecak kagum adalah Renaissance Antiqurium atau Hall of Antiquities. Ruangan seperti aula ini memiliki jendela dengan hiasan lukisan karya Antonio Panzano, Peter Candid dan Hans Thonauer.

Ada karya seni di setiap sudut dan arah, dikelilingi oleh warna warna keemasan yang menyilaukan hingga ke langit langit yang berbentuk kubah setengah lingkaran, pahatan pahatan unik, karya perunggu, furniture, dan patung patung marmer yang berjarak hanya sepuluh cm antara patung satu dan lainnya juga dekorasi ubin persegi di lantai membentang perspektif. penuh tanpa spasi kosong sedikitpun.

Galeri bergaya koridor panjang ini yang paling mengesankan ketika berada di Munich Residenz.

🌷🌷🌷

( * )Renaissance adalah abad pembaharuan dalam kurun waktu sejarah Eropa ( abad ke 14 - ke 17 ), zaman peralihan dari Abad Pertengahan ke Zaman Modern. Esensi Renaissance adalah pandangan manusia yang berubah dari pandangan pemikiran tentang akhirat tetapi juga harus memikirkan bagaimana ketika masih hidup, bagaimana mengolah diri dan dunia, menyempurnakan, serta menikmati dunia. Renaissance ditandai dengan banyak pergolakan dan revolusi diakibatkan ketidaknyamanan kondisi abad pertengahan yang suram akibat doktrinasi gereja yang mengatur pemerintahan dan kekuasaan.

avataravatar
Next chapter