30 Munich, Germany ( 5 )

" Bagaimana keadaan rumah ketika aku pergi, Carla ? " tanyaku memandang Carla.

" Baik baik saja Nona, beberapa kali Mia menelp menanyakan jika nona sudah kembali ke Munich. " jawab Carla.

" Terima Kasih atas infonya, Carla. btw, cheese cake nya luar biasa, kapan kapan ajari aku cara membuatnya ya. "

Sontak aku teringat akan Mia, buru buru aku meraih phone cell menelp Mia. Aku harus fokus membantu Mia menyiapkan pesta pernikahannya sesuai janjiku.

" Hai, kemana saja kau. Susah sekali menghubungimu. " sahut Mia berteriak di seberang, tanpa sempat mengijinkanku berbicara.

" Maaf Mia, ada sedikit agenda kemanusiaan yang harus kujalani." jelasku dengan riang.

" Hmm... aku tau engkau kemana, pasti kau menemui pria Austria itu dengan ibunya kan? " sahut Mia meledek.

" Hah...darimana kamu mengetahuinya ? Apa Valter juga tau ? " ucapku dengan suara pelan.

" Valter tidak tau, Jade. Aku tau dari Yura, Aku bertanya ada apa di Austria, sehingga engkau terbang kesana. Aku mengerti posisimu. Aku hanya khawatir kau akan jatuh cinta dengan pria Austria itu dan menyakiti sahabatku. " sahutnya masih dengan nada meledek.

" Tidak mungkin Mia, aku mencintai Valter, kamu pun tau itu. "

" Bagaimana bisa kamu mencintainya sedangkan kamu menolak berhubungan intim dengannya ? Bagiku itu komitmen yang terdengar aneh, Jade. Valter bukan orang Asia, dengan kultur kemunafikan sepertimu. Maafkan aku Jade aku tidak bermaksud merendahkanmu, tapi seperti itulah aku menilai. " sahut Mia diseberang.

" Mia, kurasa sebaiknya kita bertemu. Aku akan menjelaskan kepadamu. " sahutku pelan.

" Baiklah, aku menunggu mu di apartemenku, akan kukirimkan alamatnya. " sahut Mia.

-

" Kau terlihat lebih cantik, Jade. Vienna cocok untukmu. " ucap Mia meledek.

" Aku menemui Ibu, Mia. Kesehatannya meningkat pesat semenjak beliau mengetahui aku bertunangan dengan anaknya, yang tentu saja hanya sebatas sandiwara. "

" Jadi kamu berperan sebagai pacar gadungan ? " tanya Mia dengan mata terbelalak sambil membetulkan letak masker wajahnya yang bergeser karena kaget.

" Iya." jawabku lirih, seperti anak kecil yang dihukum ibunya.

" OMG, aku berani taruhan, Valter tidak menyukai berita ini. " ucap Mia histeris.

" please, Mia. jangan sampai Valter tahu. Aku tidak ingin membuatnya cemburu. " ucapku dengan nada bermohon.

" Aku tidak mungkin memberitahukanya. Asal kamu berjanji tidak akan mengecewakannya. " sahut Mia lagi.

" Aku janji Mia, aku mencintainya."

" Jujur aku berpikir yang buruk tentangmu sebelumnya. Kupikir kamu akan kabur meninggalkan Valter, sama dengan nasib Deniz, apalagi ketika phone cell mu yang tidak pernah aktif " sahutnya dingin.

" Valter belum mengetahui bahwa aku sudah kembali di Munich, mungkinkah dia akan berpikir sama sepertimu ? " ucapku sambil menatap Mia.

" what ??? idiot... cepatlah hubungi Valter. Kau benar benar gila, membiarkannya tanpa kabar. " suara Mia nyaring dan keras membuatku sedikit kaget.

-

percakapan telp

" Hello" ucapku

" Hello Jade. Senang mendengar suaramu lagi. Kamu dimana ? " suara Valter di seberang terdengar lega.

" Aku di Munich, sekarang di apartemen Mia. Maafkan aku tidak memberi kabar, ibu menyita perhatianku. " jawabku pelan.

" Tidak masalah, Jade. Hanya saja kamu membuatku sedih dan rindu. Mendengar suaramu aku sudah lebih tenang. " sahutnya lagi.

" Ok, Valter. sampai jumpa di rumah. aku juga merindukanmu. " balasku menyudahi pembicaraan.

Aku menatap Mia dengan perasaan bersalah, karena tidak memberi kabar ke Valter. Kami memang jarang berkomunikasi lewat sosial media atau chatting, karena Valter bukan tipe orang yang senang berlama lama dengan text message. Dia cenderung menelp jika ada kepentingan yang mendesak.

Di jam jam kantor aku juga tidak pernah menelp nya, karena aku ingin Valter fokus dengan pekerjaannya, pria Germany rata rata pekerja keras, dan mereka tidak menyentuh phone cell hingga jam kerja berakhir. Alasan terbesar mengapa aku tidak memberi kabar, karena waktuku banyak tersita dengan memperhatikan ibu, aku merawat ibu dan memastikannya dalam kondisi emosional yang stabil dan bahagia.

Aku bukannya tidak pernah memikirkan Valter selama di Vienna, itu salah besar, Valter selalu ada di dalam hati, aku mengaksesnya dalam pikiranku setiap detik, aku menikmati perasaanku dengannya. Aku tidak mungkin lari dan pergi meninggalkannya begitu saja, memikirkan untuk lari tidak pernah terbesit olehku apalagi melakukannya. Valter segalanya bagiku, dan Mia sudah salah paham denganku.

"Aku mencintai Valter. " ucapku pelan.

" Jade, aku percaya. " sahutnya sambil mengelus pungung tanganku.

" Btw, apa rasanya saling mencintai dan tidur seranjang tanpa berhubungan intim. " timpal Mia dengan nada meledek.

Aku hanya menanggapi dengan tertawa, susah untuk memberikan pengertian masalah yang satu itu.

" Apa harapanmu dengan Valter, Jade? " tanya Mia lagi.

" Aku tidak berani berangan jauh Mia, jalan masih begitu panjang, aku butuh waktu untuk mengenalnya. " tambahku lagi.

" Aku hanya takut keraguan dan ketidak pastianmu, Jade. Jangan jadikan Valter bagian dari petualanganmu. Aku mengenalnya sejak kecil, Jade, dia sudah seperti seorang kakak bagiku, aku mengenalnya dengan baik.

Kalau terjadi sesuatu diantara kalian, kemungkinan terbesar aku akan berdiri di kubu Valter, kecuali kamu bisa membuktikan bahwa kamu benar mencintainya. Berkunjung lah ke Frankfurt, Jade. Kamu akan menyadarinya, bahwa kamu bahkan belum melangkah ke dalam kehidupannya. Kamu hanya berdiri di pintu. " ucap Mia.

Aku terpaku mendengan kata kata Mia. yah, terkadang kata kata nya setajam silet, tapi itulah kenyataan sebenar benarnya. Orang Germany adalah orang paling frontal untuk berkata tentang fakta.

Mia benar, aku terlalu ceroboh dan sedikit menyia nyiakan Valter, mengangap Valter akan terus disana, mengerti dan bersabar menunggu hingga aku memastikan perasaanku.

Beranggapan bahwa ia akan selalu berada disana, kapan saja aku mengaksesnya. dan itu tidak adil untuknya.

-

Sesampainya di rumah, aku bergegas mandi, berganti pakaian, tidak lupa berdandan sedikit lebih dari biasanya. Aku sengaja berdandan lebih untuk menyambut Valter pulang kerja, ada rasa rindu yang begitu kuat akan Valter bercampur dengan rasa bersalah karena membohonginya sekaligus menyia-nyiakan nya seminggu terakhir.

" Selama malam, Jade. " Suara di belakangku mengagetkan aku.

" Aku rindu . " bisikku sambil melompat memeluknya.

" Aku juga, Jade. Apa kabarmu ? " bisik Valter. " Aku baik saja seperti yang kau lihat, aku pulang utuh. " sahutku manja. " Bagaimana dengan mu ? " tanyaku balik.

" Aku sudah mengambil jatah cuti, kapanpun kau siap kita bisa ke Frankfurt. "

" Oh ya sayang, besok kita akan pergi membuat gaun dan setelan untukku dipakai pada resepsi pernikahan nanti. " ucap Valter sambil mengendongku ke sofa.

" Aku sudah fitting gaun bridesmaid untuk ceremony pernikahan siang tadi bersama Mia. " tambahku lagi sambil melonggarkan dasi yang dipakai Valter.

" Berita bagus, kamu pasti akan terlihat sangat cantik. "

" Apakah kau siap bertemu keluargaku ? " tanya Valter.

" Aku siap. " jawabku mantap sambil menatap Valter.

" Bolehkah aku meminta sesuatu ? " tanyaku sambil tetap berada di pangkuan Valter.

" Silahkan, kau mau apa dariku ? " ucapnya.

" Kiss me, please. " ucapku manja.

Valter memberikan ciuman terbaik yang pernah aku rasakan, lebih dari yang pernah ada. Aku menutup mata meresapinya.

đŸ„°đŸ„°đŸ„°

avataravatar
Next chapter