58 Home Sweet Home ( 2 )

Sesungguhnya aku merasa sangat lega ketika Mama Maloree dan Papa Odolf merespon baik pernikahan kami, perbedaan status sedikit membuatku tidak percaya diri, apalagi melangsungkan pernikahan tanpa di dahului konsultasi dengan Mama Papa. Mungkin bagi mereka memutuskan pernikahan secara sepihak merupakan bagian dari privacy individu, tapi untuk ku pribadi yang masih memiliki kultur ketimuran, itu adalah sebuah kekurang ajaran.

Mama Maloree dengan senang hati memperkenalkanku melalui video conference dengan Devon dan Jacob beserta istri dan anaknya. Mereka nampak ramah dan ikut bahagia menyambutku menjadi sebagai anggota keluarga baru, anak anak Devon dan Jacob sangat lucu menyita perhatianku, membuatku tidak sabar untuk segera bertemu, berlibur dan menghabiskan waktu bersama.

Betapa bahagianya, kini aku memiliki keluarga utuh, punya kakak dan juga keponakan, hal yang selalu kuimpi impikan selama dua puluh empat tahun, seumur hidupku.

Keadaan hidupku sangat berbeda dengan keadaanku sepuluh bulan yang lalu, seperti putaran roda dunia- aku yang sebatang kara, berpikiran sempit, dengan hati yang porak poranda berbanding terbalik dengan keadaan hidupku saat ini, keluarga utuh, sehat, wealthy, suami yang tampan dan mencintaiku. Perfect !

Valter menapaki anak tangga mengendong tubuhku menuju kamar utama di rumah kami, tampak di kejauhan senyuman dan bahasa tubuh Carla seperti meledekku.

Suamiku meletakkan tubuhku perlahan ke atas ranjang, mengecup bibirku perlahan dengan lembut, tubuhku meremang merasakan setiap sentuhannya. bibirnya mencium sepanjang leher dan rambutku. Aku diam menikmatinya, perlahan tangannya bergerak melepaskan kancing kemejaku satu persatu secara perlahan. Pikiran sadarku kembali menguasai, memutuskan buaian rasa yang hampir membelaiku.

"Ini masih sore Valter, belum waktunya." ucapku pelan malu malu menatap kedua mata Valter.

"Ada apa dengan sore sayang, bermanja manja dengan istri bisa kapan pun bukan ? " ucapnya seakan tidak peduli, Valter kemudian melanjutkan kecupannya yang makin beralih ke bagian bawah leherku sepertinya hari ini suamiku sangat bergairah.

Aku menahan tubuh Valter dengan meletakkan kedua tanganku di dadanya, menghentikannya mengecupku,

" Sebentar aku mau bertanya." bisikku, "Tapi kamu harus mengatakannya dengan jujur." wajahku berubah serius menatapnya.

Valter mengerjapkan mata, sinaran mata yang berkobar perlahan meredup, aku sedikit merasa bersalah, menghentikanya yang lagi asyik mencumbuiku.

" Baiklah istriku apa yang ingin kamu tanyakan ?" berusaha menahan hasratnya.

" Apakah kamu puas dengan kehidupan intim bersamaku, apakah tubuhku bisa memuaskanmu ?" tanyaku pelan dan hati hati. Wajahku memerah menahan rasa malu.

Aku hanya mencoba untuk berkomunikasi tentang hal privat, menurutku ini saatnya untuk saling terbuka terutama dalam kehidupan berumah tangga, sekilas terbayang olehku fisik wanita wanita yang dekat dengan Valter sebelumku, betapa molek nya tubuh semampai Alla dan juga Halley, rambut pirang yang berkilau, kulit bersih bak pualam, mata biru yang bersinar indah, mereka bak seorang peragawati International, sementara aku? dengan kulit coklatku, rambut hitam legam, warna mata Jade ku yang menurutku tidak semenarik milik mereka. Juga ukuran tubuh mungilku termasuk pendek untuk ukuran bule. Apa aku bisa menyenangkan hati suamiku ?

Valter tertawa mendengar pertanyaanku, membuatku semakin terlihat konyol dengan pertanyaanku. Kuyakin wajahku sudah sangat merah, Valter menatapku lekat dan membelai rambutku.

" Sejauh ini aku puas, aku menyukai caramu memperlakukan ku, tutur katamu, juga sikap mu diatas ranjang. Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk menjadi orang lain hanya untuk memuaskanku. Mengalirlah menurut apa yang kamu rasakan, itu akan membuatmu terlihat semakin sexy." bisiknya sambil tetap merengkuh badanku dekat, kemejaku udah hilang entah kemana, hanya terbungkus bra sebagai pembatas akhir dengan kulit suamiku.

" Tapi aku kurang sexy dibandingkan mantan mu dulu." sahutku manja dan setengah merengek.

"Itu kan menurutmu sayang, bukan menurutku. Atau kamu mulai kehilangan kepercayaan diri?" Sahutnya, tangan Valter mulai bergerilya menelusup melepaskan bra ku.

"stop dulu, aku masih ingin bertanya." dengan nada merajuk dan menahan tangan yang hampir meraih buah dadaku.

" Apa lagi sayang ?" sahutnya gerah. hahahahaha, melihatnya sedikit kesal membuatku terkekeh kecil, sungguh lucu, membuatku semakin usil bertanya.

" Ajarin aku cara melayani suami yang baik. Aku tidak cukup percaya diri jika dibandingkan dengan mereka. Aku merasa buruk." ucapku pelan.

Valter menatapku dengan sedikit menahan tawa,

"Aku tidak begitu peduli apapun yang mereka lakukan dengan kondisi fisik mereka, Bagiku istri kulah yang tercantik dan terseksi. Dan tentu saja aku akan senang hati mengajarimu apa yang membuatku senang, tapi kamu harus jadi murid yang penurut. Jangan bandel dan jangan menghalangiku." ucapnya mengultimatum berusaha memperlihatkan wajah serius yang kuyakin itu palsu, ia hanya berusaha menahan tawa.

" Sekarang tutup matamu, tidak perlu di buka hingga kuijinkan." bisiknya lembut, kututup kedua bola mataku dan membiarkan Valter mengecupku, bibirku, leherku dan turun ke bawah. Melucuti semua pakaianku dan mengajakku merasakan indahnya sebuah hubungan suami istri.

Sejujurnya suamiku adalah guru yang baik di atas ranjang, selalu saja ada hal kreatif yang membuatku melayang dan merindukan sentuhannya. Boleh dibilang suamiku adalah yang terbaik dari tiga pria yang pernah menyentuhku.

Aku mengerti betul akan pentingnya hubungan harmonis di atas ranjang bagi sepasang suami istri, meskipun bentuk badanku tidak bisa dikatakan sempurna seperti model, namun aku harus mampu melakoni tugasku dengan baik, membuatnya tetap melihatku dan tidak berpaling begitu saja ke wanita lain, menjaga api cinta agar tak padam, dan pelakor pelakor yang terkutuk, terhempas dari kehidupan kami. Ah, mungkin aku terlalu over dosis dengan serial drama yang selalu mengeksploitasi masalah pelakor dalam hubungan rumah tangga sehingga kekhawatiran seperti ini melintasi pikiranku.

Aku terkulai di atas tempat tidur kamar kami sambil mengatur nafas meredakan detak jantungku yang sebelumnya berpacu, setelah sesi bercinta usai, di sampingku ada suamiku tercinta yang memelukku sambil menatap inci demi inci wajahku sesekali mengecup dan mengendusku, " Aku suka aroma tubuhmu, seperti aroma bayi." bisiknya bersandar di ujung bahuku dengan posisi tidur memiringkan badan ke arahku.

" Kamu cantik, dan aku mencintaimu. Aku memang jarang menyatakan perasaanku, aku harap kamu bisa mengerti dan merasakannya."

" Cinta dan perasaan tak pernah ada hubungannya dengan penampilan fisik, maknanya jauh lebih dalam dari sekedar hal fisik. Kumohon, berhentilah membandingkan dirimu dengan orang di masa laluku. Aku memilihmu, bukan mereka. Jangan habiskan waktumu untuk hidup di masa lalu." bisiknya lembut di sebelahku.

Aku menganguk pelan, " Aku mencintaimu, suamiku.. sangat"

Kukecup kembali suamiku, matanya mengerjab berbinar binar, seperti malaikat. cute sekali.

" Ayo bangun, bersihkan dirimu dan kita pergi keluar. " kutarik salah satu lengannya. " Sayanggggg.....ayooo... ." Aku sudah tidak sabar ingin pergi keluar, sejak kemarin tiba aku berada di rumah sepanjang hari.

" Mau kemana ?" belum beranjak dari posisi tidurnya.

" Aku ingin jalan jalan, kita bisa nongkrong ke rumah bir milik Papa, tempat kamu berpura pura memiliki kartu sakti, sengaja menutupi restaurant itu milik keluargamu, ingat ?" Aku menarik lengannya lagi.

Valter tertawa kecil, dan meraih pinggangku, membawa ku jatuh bersamanya ke atas kasur.

" Valterrr...hentikaaaaan... " Valter terus mengelitikku dan memeluk tubuhku yang masih telanjang erat, aku seperti seekor nyamuk yang terperangkap di dalam jaring laba laba, Aku takkan mampu melawan kekuatannya, jika aku memaksa. Jalan satu satunya ...

" Valter, sakitt... kamu menyakitiku, tidak nyaman, berat..." erangku dengan wajah sedih.

Valter segera mengangkat tangannya, dan membelai lenganku, " Maaf, aku tidak bermaksud. Kamu membuatku gemas. " sahutnya dengan wajah iba.

Aha, berhasil !

" Kenapa wajahmu ditekuk seperti itu ? sebelah mana yang sakit ? " Valter memeriksa bagian tubuhku yang ditindihnya.

" Aku bosan di kamar, mari kita keluar. " rengekku.

Valter terdiam sebentar, mengamatiku dengan tampang meringisku...

" Okey, dalam lima belas menit kita pergi." Valter mengecup dahiku dan bangkit dari atas ranjang menuju ke dalam kamar mandi.

yes !

Munich ku yang selalu indah, tempat yang saat ini kupanggil dengan sebutan rumah. Sungguh senang setiap kali pulang ke rumah.

" Tahukah kamu jika Munich di tunjuk sebagai ibukota pergerakan Nazi oleh Hitler ?" Valter mengawali tur kecil kami berjalan jalan di sekitar Dachau yang dulu bekas kampung konsentrasi Nazi.

" Oh ya ? Aku tidak tau tentang itu, aku hanya tau bahwa ini adalah kota favorit nya. Kupikir mereka lebih banyak melakukan pergerakan di wilayah berlin dekat dengan Austria dan Poland?" jawabku sambil memandang Feldherrnhalle, sebuah bangunan monumental tempat percobaan kudeta Hitler.

" Sebelum menjadi tokoh besar, Hitler hanyalah seorang seniman gagal di negara asalnya Austria, dan pindah ke Munich pada tahun 1913, dan bergabung menjadi tentara Germany pada perang dunia I. Setelah perang barulah dia mendirikan partai."

" Apakah kamu ingat tempat yang kau kunjungi bersama Yura, Hofbreauhaus, restaurant bir dengan nuansa klasik ?" tanya Valter menghentikan langkahnya, menungguku yang berjalan perlahan melintasi halaman Dachau.

" Ya tentu saja aku ingat tempat itu, ada apa ?"

" Disitulah saksi bisu Hitler memulai karier politiknya dengan pidato yang mengutuk orang Yahudi dan memproklamasikan superioritas etnis Arya. Suku asli Germany."

" Meskipun tidak semengerikan kampung konsentrasi Auschwitz, tempat ini tetap menelan ribuan korban selama dua belas tahun di buka. Ini adalah penjara bukan hanya untuk para Yahudi, namun juga pemeluk agama katolik, pendeta, gipsi, homoseksual, Saksi-Saksi Yehuwa, dan tahanan politik." tambah Valter berjalan mengiringi langkah kaki.

Sekeliling tempat masih di pagari pagar besi seperti layaknya sebuah penjara, suasana nampak hening di sekitar area taman, jalan setapak besar, yang di tanami pohon berjejer rapi dan rumput tebal.

Melintasi taman di sisi lain ada Museum yang berisi foto foto para tahanan, rekaman slide, video kesaksian dari para saksi hidup dan suara suara asli pada masa itu.

Bulu kudukku merinding mendengar suara tak berdaya, aku tidak kuasa menahan rasa sedih yang memuncak ketika menonton film dokumenter yang di putar di dalam museum, sungguh mengharukan dan memicu emosi.

Wajah wajah polos tak berdosa, dengan tubuh yang hanya berupa tulang di balut kulit dan sinaran mata yang menanti hari pemusnahan tiba. Nyawa di hargai begitu murah.

" Ini benar benar tidak adil." ucapku ku pelan, mataku tak kuasa menahan butiran bening yang mendesak keluar.

" Ayo kita segera pergi dari sini ? " sahut Valter mengamit lenganku, kami berjalan keluar melewati ruang krematorium dan bergegas menuju area parkiran tempat kami memarkirkan kenderaan. Sebelum haru biru itu akan semakin menjadi.

🚗🚗🚗

avataravatar
Next chapter