8 Goreme-Cappadocia, Turkey

Perjalanan kali ini akan menempuh jarak yang cukup jauh, kurang lebih enam ratus lima puluh kilometer atau sekitar tujuh jam perjalanan menuju Cappadocia.

Cuaca hari itu nampak sejuk, aku merapatkan punggungku bersandar ke badan Deniz, dan melemparkan pandangan ke luar jendela, tak ingin kehilangan moment demi moment ketika berada disini.

Tangan Deniz seperti biasa mengengam erat tanganku, kami semakin dekat satu sama lain. Aku membiarkan diriku jatuh ke dalam cinta yang ia tawarkan.

-

Pukul 17.15 menit kami tiba di Termessos Hotel, Cappadocia. Perjalanan panjang membuat masing masing kami keletihan, kami memilih untuk makan malam di hotel, Deniz memesan menu kontinental yang di servis di balkon hotel kamarku , sambil menikmati pemandangan malam Cappadocia.

Sungguh sangat romantis, memandang susunan lampu dari rumah batu serta bukit bukit yang menjulang dari arah balkon hotel.

Suasana kota Goreme berbukit bukit, memiliki landscape yang sangat menarik dengan struktur-struktur batuan yang ganjil disebabkan fenomena erosi angin dan air selama ribuan tahun.

Sebagian besar rumah dan hotel terbuat dari batu alami tanpa di lapisi semen, segala jenis model dan struktur batu ada, seperti berada di dimensi lain, ada juga hotel menawarkan sensasi pengalaman tinggal di dalam gua.

Sebagian besar rumah terbentuk dari gua gua bebatuan, mengingatkan ku akan kartun semasa kanak kanak dulu yaitu 'Flinstones', yang mengisahkan kehidupan manusia pada zaman batu.

Tempat tinggal di gua nyata ada disini, di sebuah kota di Turkey.

Aku mengenakan longsleeve winter dress bodycon berwarna putih, dengan rambut digerai dan makeup natural malam itu, aku sengaja berdandan semenarik mungkin demi dinner romantis pertama kami semenjak kami resmi bertunangan.

Deniz menyodorkan bouquet bunga untukku, sambil memelukku lebih dekat dan berbisik,

Ia berdiri di depan pintu kamarku, membunyikan bel sambil membawa bouquet mawar putih.

Di belakang Deniz nampak room service datang membawakan makanan lengkap dengan sebotol wine yang kami pesan.

"i love you, baby. aku akan berusaha membuatmu membuka seluruh hatimu, walau itu membutuhkan waktu seumur hidupku."

"Terima kasih Deniz." tersenyum manis menyambutnya di pintu, Aku mencium ujung mawar yang ia bawakan, segar begitu lembut.

Wajahku memanas mendengar kata kata Deniz, aku terharu sekaligus melayang , perasaanku campur aduk.

Deniz membukakan kursi untuk aku duduk, dan kita pun menikmati makan malam dan pemandangan Cappadocia di malam hari.

"baby, apa rencanamu selanjutnya?" Deniz menyuapkan beberapa potong daging ke mulutnya.

"aku akan kembali ke Indonesia sebelum visa ku berakhir."

"kamu tidak perlu terburu buru pulang baby, aku akan mengurus permit residence kamu secepatnya jika kamu mau. Aku belum siap tinggal jauh darimu , baby."

"Maafkan aku, Deniz. Ini sudah bagian dari kesepakatan kita. Ayolah jangan egois. Lagipula, ini waktu dimana aku mampu menguji perasaan kita ketika kita berjauhan, berilah aku sedikit kepercayaan sebelum kita resmi menikah."

"aku ingin sekali ikut serta, tapi deadline pekerjaanku juga menantiku. Aku ingin kita tinggal di NY selepas kita menikah nanti. Apakah kamu keberatan untuk itu?" ucap Deniz sambil menenguk wine perlahan

" aku tidak keberatan untuk itu. Tapi bolehkah aku bertanya satu hal penting?"

"of course , baby. Kamu bisa bertanya apa saja."

"bagaimana dengan perbedaan iman kita?" tanyaku pelan dengan sangat hati hati.

Mendadak wajah Deniz berubah serius, namun tetap tenang." aku sudah membicarakan ini dengan orang tuaku , dan aku memberikan mereka pengertian bahwa aku akan mengikutimu."

Aku menatapnya tidak percaya, apakah semudah itu penduduk asli negara balkan berpindah, aku rasa tidak, tapi... apa karena Izmir adalah bagian masyarakat yang berpola pikir sekuler?

"baby, ada hal yang kamu harus ketahui... ini akan menjawab pertanyaan yang aku tangkap dari wajahmu. Ibu ku adalah wanita yang berasal dari Athena, Yunani, sebelumnya beliau beragama katolik, beliau menjadi muslim mengikuti agama ayahku. Itulah mengapa keluargaku berlaku liberal masalah ini."

Aku manggut manggut pertanda mengerti mendengar penjelasan Deniz.

Ada sedikit lega disana, tapi ini bukanlah hal yang aku inginkan, menggunakan pernikahan sebagai alasan untuk berpindah agama semudah itu.

Keyakinan adalah bagian terpisahkan daripada pernikahan, begitu juga dengan cinta, mereka menempati ruang masing masing dan tidak untuk di campur adukkan.

Lagi dan lagi aku tidak punya kemampuan untuk bantah membantah di sesion ini.

"Kapan kamu berencana pulang, aku akan memesankan flight untukmu." Deniz membuyarkanku dengan pertanyaannya.

"anytime, sebelum tanggal dua puluh februari."

"Berapa lama kamu akan tinggal?" Sahutnya lagi sambil meraih ponsel di atas meja.

"Aku berencana mengunjungi makam orang tua ku sebelum aku kembali kesini. Itu berarti aku butuh sekitar tiga puluh hari berada disana." ucapku meyakinkannya.

"Oh, no. Aku akan gila..itu terlalu lama.. jika dalam dua minggu kamu tidak kembali, aku akan menyusulmu."

" Bagaimana kamu menemukanmu jika kamu tidak memiliki alamat lengkapku," ledekku.

"Aku tidak butuh alamatmu. Aku akan menemukanmu. Ke ujung dunia sekalipun."

Deg... aku tersenyum tipis.

Kedengarannya seperti sebuah ancaman. Ah sudahlah, dia hanya main main dalam perkataanya.

Malam itu terasa begitu panjang, kami seakan tidak peduli dengan kepenatan perjalanan kami sebelumnya. Seolah menemukan ribuan energi untuk saling mengagumi, dan bertukar kisah.

Kami pindah duduk di sofa bagian dalam karena cuaca di balkon mulai mengigit, dan kami mulai merasa tidak nyaman dengan udara yang cukup mengangu.

Kami menonton acara tivi bersama, sambil terus bertukar cerita. Deniz memain - mainkan rambutku, dan aku pun bersandar di bahunya.

Aroma parfum Deniz sudah tak asing dihidungku, aku khawatir aku akan merindukan aroma parfum ini ketika aku pulang nanti.

Menit berikut aku menemukan bibir Deniz sudah menyatu dengan bibirku, aku pun menyambut baik, ah.. aku bukan gedebong pisang lagi, aku merasakan ada yang aneh ditubuhku, seperti banyak kupu kupu terbang riang yang membuat aku bahagia, seperti sesuatu yang sudah lama aku mulai lupakan, aku biarkan Deniz melepaskan gaunku, mengendongku ke tempat tidur dan menghabiskan waktu bersama.

-

Aku membuka mataku, menatap langit kamar hotel, mencoba mengingat dimana aku berada,

yaps!

Aku masih berada di Cappadocia, aku merasakan badanku hangat, ada tangan yang memelukku, aku melirik makhluk di sampingku. Deniz.

Aku menyadari kita telah melakukan sesuatu ketika mendapati aku bangun tanpa piyama di badanku.

Atau aku yang sudah amnesia.

Ada sedikit penyesalan kenapa aku harus terbuai untuk melakukan itu, ini bukan tentang dosa, tapi aku sudut hatiku belum mengijinkannya.

Apa karena aku terlalu banyak minum anggur semalam ? Ah... tidak mungkin.

Aku terbujur tanpa gerakan, tak ingin membangunkan Deniz, otak ku terus berputar, mengingat kejadian semalam.

Deniz adalah pria kedua yang menyentuhku, dan aku melakukanya tanpa beban, bahkan cenderung menyukainya.

Terbesit akan kekhawatiran tentang Deniz akan segera meninggalkanku setelah berhasil meniduriku... tapi sudahlah semua sudah terjadi, terkadang ada harga yang harus kita bayar untuk mengetahui seberapa jauh kesungguhan dan keseriusannya.

Aku memindahkan tangan Deniz dari tubuhku, aku akan segera mandi dan berpakaian, dan bertingkah seperti tidak terjadi apapun, namun tangan Deniz menangkap tanganku,

" selamat pagi, baby... pleasee...jangan pergi." Pintanya lirih.

Aku membalikkan tubuhku, menatapnya.. Deniz tersenyum nakal sambil meraihku ke dalam dekapanya.

Kami tertidur lagi.

Kami terbangun oleh dering telp dari ponsel Deniz yang tak kunjung berhenti,

Emir calling...

Seketika aku melompat turun dari tempat tidur ketika melihat jam di dinding menunjukkan angka 13.00.

Emir menelp untuk pamit pulang, ia harus segera kembali hari ini ke Izmir.

Aku bergegas menuju kamar mandi, membersihkan diri, dan Deniz mengikutiku dari belakang, ia ikut mandi bersamaku melakukan serangan kedua setelah kejadian semalam.

fuft... pelanggaran lagi.

-

Berada di Goreme , Cappadocia seperti berada di dunia asing atau negeri dongeng karena keunikan bentuk muka buminya.

Letusan gunung berapi besar daripada Gunung Erciyes dan Gunung Hasan yang berlaku ribuan tahun dulu telah merubah lanskap di Wilayah Cappadocia dan menghasilkan bentuk muka bumi yang unik.

Ada yang seperti jamur , topi atau kerucut.

Warnanya batu-batu di sini juga berubah-ubah dari putih, merah jambu, hijau dan kuning. Cappadocia juga dikenal dengan sebutan 'fairy chimneys' atau cerobong peri.

Sayangnya kami melewatkan kesempatan untuk naik 'Hot Air Ballon' - balon udara karena kesiangan, jadwal operasinya hanya berlangsung di pagi hari, sementara malam ini kami akan bertolak balik Istanbul.

Deniz menyempatkan untuk menyewa driver dan mobil adventure untuk menyusuri lembah lembah dan bukit bukit yang ada di Cappadocia, perjalanan ini membuat kita lebih leluasa menjelajah dari berbagai sudut, bisa melihat landscape dari ketinggian, melihat bebatuan besar dari dekat, sudut sudut rumah gua dan sebagainya.

Pukul 19.15 kami sudah berada di penerbangan pulang menuju Istanbul.

✈✈✈

avataravatar
Next chapter