webnovel

Satu Gedung Beda Kamar

" Ini Dina, asisten saya!" ucap Susan. Dian tersenyum menganggukkan kepalanya, Andra sengaja mengerling pada Dina dihadapan Susan. Dia ingin menggores harga diri Susan akibat kesombongannya. Seperti dugaan Andra, Susan merasa tersinggung karena dia merasa Andra lebih tertarik pada asistennya daripada dia. Dasar wanita! Gampang sekali ditebak!...xixixi.

" Silahkan melepaskan jas Bapak! Dan berbaring!" ucap Dina lembut.

" Bisa kamu melepaskan?" goda Dian.

" Tentu saja!" jawab Dina senang. Siapa yang tidak mau berdekatan dengan pria setampan Andra. Dina mendekati Andra dan membantu Andra melepaskan Jasnya. Aroma vanilla menyeruak dari tubuh Andra, membuat Dina seperti terhipnotis.

" Apa kamu akan berdiri disitu, Dina?" tanya Susan kesal.

" Maaf!" jawab Dian lalu meletakkan jas Andra di stand hanger yang terletak di pojok ruangan itu. Andra hanya tersenyum melihat kekesalan Susan pada Dina. Dia lalu berbaring di brankar dan Dina mendekatinya, sementara Susan sesekali melirik ke arah Andra dan Andra menyadari hal itu. Dina melipat kemeja lengan panjang Andra hingga ke atas, dan memperlihatkan otot-otot lengannya yang kuat dan besar. Glekkk! Dina menelan salivanya melihat tangan itu.

Dia memasang alat tensimeter digital di lengan Andra dan bisa merasakan memegang lengan kekar itu. Astaga! Keras dan kuat sekali! batin Dina.

" Sudah, Din?" tanya Susan mengagetkan Dina.

" Su...sudah dokter!" jawab Dina gugup lalu menekan alat tersebut. Susan kemudian berjalan mendekati Andra dan melihat Dina melepaskan alat itu dari lengan Andra dengan gemetar.

" Kenapa kamu?" tanya Susan kesal.

" Tidak apa-apa dokter! 80/120!" ucap Dina. Glekk! Seperti Dina, Susan juga menelan salivanya saat melihat lengan kekar Andra yang dilepas alat tensimeternya.

" Apa Anda hanya akan melihat lengan saya?" sindir Andra. Tskkk! Decak Susan kesal.

" Buka kancing kemeja anda!" ucap Susan kesal.

" Biar suter Dina yang membukanya!" ucap Andra santai. Dian bermaksud membuka kancing kemeja Andra seperti yang dikatakan Andra.

" Sudah! Biar saya yang membukanya!" kata Susan, langsung Dina diam ditempatnya. Susan membuka satu persatu kancing kemeja Andra dengan hati berdebar-debar. Sial! Kenapa jantung gue deg-degan gini? batin Susan. Terlihat dada bidang Andra dan perut sixpecknya walau tertutup kaos dalam, Susab bisa membayangkannya.

" Siapkan sarung tangan!" ucap Susan yang melihat Dina melongo disampingnya, dia seakan tidak rela tubuh Andra dilihat wanita lain.

" Iy...iya, Dok!" jawab Dina. Ah, dokter Susan! Hilang deh pemandangan indah gue! gerutu Dina. Susan menempelkan stetoskopnya setelah dipasang di telinganya ke dada Andra.

" Tarik nafas!" ucap Susan. Susan sengaja berlama-lama memeriksa dada Andra lalu dia menarik kaos dalam Andra dan menaikkan perutnya setelah melepaskan stetoskop dari telinganya. Glekkk! Susan rasanya ingin meraba perut indah itu. Susan kemudian memegang dan menekan perut Andra.

" Sakit?" tanya Susan.

" No!" jawab Andra.

" Ini?" tanya Susan.

" No!" jawab Andra.

" Ok! Lepas celana anda!" ucap Susan bergetar. Andra turun dari brankar dan dengan santainya membuka kait celana kain dan zippernya. Sementara Susan meletakkan stetoskopnya di meja, Dina menurunkan brankar sedikit lebih rendah, bagian kepala dinaikkan sedikit dan bagian kaki diturunkan sedikit. Andra menurunkannya celana kainnya dan diletakkannya di sandaran kursi. Lalu dengan santainya dia membuka boxernya dan terlihatlah pusakanya yang besar walau sedang tidak On. Glekkk! Susan dan Dina menelan salivanya.

" Apa saya harus berdiri saja?" tanya Andra.

" Silahkan berbaring dan buka kaki anda!" ucap Susan gugup.

Lalu Dina memasangkan kaos tangan karet pada Susan dan berdiri di samping Andra, sementara Susan duduk di depan pusaka Andra. Dina menyemprotkan cairan antiseptic ke tangan Susan, lalu dengan perlahan Susan memegang pusaka Andra dengan sedikit gemetar.

" Apa dokter gugup?" sindir Andra. Tskkk! PD sekali! batin Susan berdecak.

" Sakit?" tanya Susan.

" No!" jawab Andra. Susan mengamati pusaka Andra dengan sangat teliti dan memeriksanya. Lama sekali Dokter Susan! Biasanya tidak selama ini! batin Dina saat dirasa Susan terlalu lama memeriksa. Apa dia suka dengan Pak Andra? Huh! Seandainya aku dokter, pasti Pak Andra akan suka padaku! batin Dina menghembuskan nafasnya beberapa kali.

" Apa masih lama? Atau anda suka memegangnya!" sindir Andra lagi.

" Cukup!" ucap Susan yang gugup karena ucapan Andra yang menohok dirinya.

" Dokter yakin?' tanya Andra sinis.

" Iya!" jawab Susan kesal. Dina yang berdiri didekat Andra langsung membalikkan tubuhnya dan mempersiapkan Rekam Medik Andra di meja Susan. Andra memakai semua pakaiannya dan duduk di kursi.

" Besok hasilnya akan keluar! Saya sarankan untuk malam ini anda jangan bercumbu dulu!" ucap Susan.

" Kenapa?" tanya Andra santai.

" Karena jika hasilnya tidak baik, anda akan menularkan penyakit kelamin ke orang lain!" ucap Susan emosi.

" Bagaimana jika hasilnya baik?" tanya Andra.

" Terserah anda!" jawab Susan.

" Ini kartu nama saya!" jawab Andra lalu pergi meninggalkan Susan yang kesal pada sikap Andra.

" Dasar sombong!" gerutu Susan. Dina yang mendengarnya hanya diam saja.

Sementara itu di kamar VVIP, seorang wanita terbaring lemah dengan bibir bengkak dan pecah.

" Reva! Lo sudah bangun?" tanya seorang dokter.

" Faris!" sapa Reva.

" Syukur lo sudah bangun!" jawab Faris.

" Berapa lama gue tidur?" tanya Reva.

" Nggak lama!" jawab Faris.

" Gue periksa lo dulu, Ok!" ucap Faris. Reva menganggukkan kepalanya. Faris kemudian memeriksa Reva dengan sangat teliti.

" Syukur tidak ada yang parah!" ucap Faris.

" Terima kasih sudah menolong gue!" ucap Reva pelan.

" Lo adalah teman gue! Sekarang bisa cerita ke gue apa yang terjadi?" tanya Faris.

" Please, jangan pernah menanyakan itu!" pinta Reva dengan wajah memohon.

" Ok! Gue akan tutup mulut kalo bukan lo sendiri yang cerita!" ucap Faris.

" Terima kasih!" jawab Reva.

" Apa Om Valen dan Tante Tata tahu lo disini?" tanya Faris.

" Please, jangan beritahu mereka! Gue mohon, Ris!" ucap Reva lagi.

" Iya! Gue cuma nanya!" jawab Faris.

" Lo harus makan yang banyak!" kata Faris lagi.

" Iya! Trima kasih!" jawab Reva.

" Gue akan beri lo obat yang terbaik agar luka lo cepet sembuh!" kata Faris.

" Thanks, Ris! Gue nggak tahu harus membalas lo pake apa!" kata Reva.

" Sudahlah!" jawab Faris.

Andra keluar dari ruangan Susan dan pergi keluar dari RS tersebut dengan Boris yang selalu mengawalnya.

" Halo, Nella!" sapa Andra saat dia menghubungi seseorang.

" Andra? Serius ini lo?" tanya Nella jingkrak-jingkrak karena senang.

" Iya, ini gue!" jawab Andra datar.

" Tunggu, Ndra! Gue lagi di lokasi ini!" kata Nella.

" Gue lagi ada di sekitar lo, temui gue nanti malam di apartement gue!" kata Andra.

" Serius?" tanya Nella tidak percaya.

" Iya! Gue cabut!" kata Andra mematikan panggilannya. Boris yang mendengar hanya menghela nafas, Bosnya benar-benar berubah.

" Boris!" panggil Andra.

" Ya, Bos?" jawab Boris.

" Beritahu wanita itu, suruh ke apartement nanti malam!" kata Andra.

" Bos?" ucap Boris terkejut.

" Biar dia tahu rasanya melihat orang yang dicintai mendesah dibawah orang lain!" ucap Andra tajam.

" Baik, Bos!" jawab Boris tidak berani membantah.

Andra memejamkan matanya, bayangan Reva mendesah di bawah pria lain selalu memenuhi pikirannya. Brengsek! Kamu tidak pernah seperti itu jika bersamaku! batin Andra marah. Dia memukul pintu mobilnya dengan keras sehingga membuat Anzel dan Boris terkejut.

" Kita ke Club!' kata Andra.

" Bos! Ini masih..."

" Aku bilang pergi!" kata Andra marah.

" Siap, Bos!" jawab Anzel dan Boris bersamaan.

Next chapter