112 Memaksa

Up : Sabtu, 16/01/2021 - Pukul 15.00 WIB

____________________________________________

" Ada apa dengan sepupumu itu? Teriak-teriak di rumah orang! Dia kira dia siapa?" kata Bastian marah.

" Kamu tahu apa yang bisa aku lakukan padanya!" teriak Revan lagi.

" Aku harus memberinya pelajaran!" kata Bastian akan beranjak dari tempatnya.

" Jangan! Kamu disini saja! Aku akan turun!" kata Wina lalu dia turun dan berjalan ke arah tangga. Dilihatnya Revan berdiri di bawah tangga dan Revan menatap Wina yang berjalan turun tanpa berkedip. Wina yang memakai kaos kebesaran milik Bastian membuat Revan memendam amarahnya. Kamu semakin seksi saja, Win! Kenapa kamu harus bertunangan? Kenapa kamu melakukan sesuatu yang membuatku marah! batin Revan

" Apa maumu?" tanya Wina dianak tangga terakhir.

" Ikutlah denganku!" kata Revan mengulurkan tangannya.

" Tidak! Aku sudah bertunangan!" kata Wina.

" Kamu tidak mencintainya!" kata Revan.

" Haha! Lucu sekali! Dia sangat mencintaiku!" jawab Wina kesal.

" Kamu ikut dengan sukarela atau aku paksa!" kata Revan mengancam.

" Sebaiknya lo pergi! Gue udah memanggil security!" kata Bastian.

" Lo bisa panggil Polisi! Tapi Wina tetap ikut gue!" kata Revan mendekati Wina dan memegang tangannya lalu menariknya.

" Lepaskan Revan! Gue nggak mau ikut lo!" teriak Wina keras. Revan terkejut mendengar perkataan Wina.

" Lo itu milik gue! Dan lo! Dia ini milik gue! Hanya gue yang bisa bikin dia mendesah di atas ranjang!" kata Revan sinis. Plakkk! Tiba-tiba Wina menampar pipi Revan dengan keras.

" Kamu..." wajah Revan menggelap, lalu dia menarik Wina dengan kasar.

" Lepaskan dia, brengsek!" teriak Bastian menarik tangan Wina yang satu.

" Akhhhh!" teriak Wina kesakitan. Revan mendengar teriakan Wina, lalu dia memutar tubuhnya dan melihat Bastian menarik tangan Wina.

" Lepaskan bodoh! Lo membuatnya kesakitan!" teriak Revan melepaskan tangan Wina dan memukul wajah Bastian.

" Revan! Apa-apa'an lo!" teriak Wina.

" Dia menarik tangan lo hingga kesakitan! Gue akan bikin orang yang nyakiti lo babak belur!" kata Revan marah. Wina tertegun mendengar ucapan Revan.

" Ada apa ini?" tanya security yang telah masuk ke dalam apartement Bastian. Revan menoleh ke arah mereka.

" Tuan Revan?" ucap mereka berdua bersamaan.

" Ayo!" ucap Revan membawa Wina seperti karung beras.

" Revan! Turunin gue! Revan! Dasar bajingan!" teriak Wina.

" Wina! Winaaaa!" teriak Bastian yang berlari mengejar Wina, tapi langkahnya ditahan oleh bodyguard Revan.

" Kenapa kalian hanya diam?" tanya Bastian marah.

" Dia pemilik apartement ini, Tuan!" jawab security itu.

" Apa?" ucap Bastian terduduk.

Revan membawa Wina masuk ke dalam mobil dan pergi jauh keluar kota, Wina meronta-ronta dan memukul-mukul Revan, terpaksa Revan mengikatnya dengan dasinya dan menyumpal mulut Wina dengan sapu tangannya. Wina masih bisa menendang-nendangkan kakinya, membuat Revan harus memegangnya dengan erat.

Mereka sampai di sebuah dermaga dan Wina tertidur akibat kelelahan, lalu Revan membawa Wina kesebuah pulau terpencil yang jauh ke tengah laut. Revan mengangkat tubuh Wina dan membawanya ke kamarnya.

" Maafkan aku, sayang! Aku janji akan membuatmu bahagia!" bisik Revan sambil melepaskan semua ikatan dan sumpalan pada Wina.

Revan meninggalkan Wina sendiri di kamar, lalu dia berjalan ke ruang kerjanya.

" Bos! Tuan Mahardika sangat marah dan mengerahkan seluruh anak buah dan sekutunya untuk mencari Bos!" kata Jim.

" Gue tahu!" jawab Revan menyandarkan tubuhnya ke kursi kerjanya.

" Apa gue sudah gila, Jim? Gue nggak rela melihat ada pria lain bersama Wina!" kata Revan menatap keluar dinding kaca ruangannya.

" Mungkin sedikit, Bos!" jawab Jim takut.

" Papa pasti murka!" kata Revan.

" Dari tadi beliau menelpon terus, Bos! Saya tidak berani mengangkat!" kata Jim.

" Tinggalkan gue sendiri!" kata Revan.

" Baik, Bos! Permisi!" kata Jim pamit.

Keesokan harinya Wina terbangun, dia membuka kedua matanya perlahan akibat sinar matahari yang masuk dari sela pintu kamar Revan. Wina melihat ke sekeliling ruangan, dia terduduk dan menatap ke sekeliling ruangan kembali.

Dimana gue? Kemana si brengsek itu membawa gue? batin Wina. Lalu dia turun dan berjalan menuju pintu balkon. Dibukanya pintu tersebut dan terlihat laut lepas di kejauhan. Wina berjalan ke tepi balkon, matanya terbelalak melihat pemandangan taman bunga yang berwarna-warna. Astaga! Indah sekali! batin Wina. Dia kemudian berlari keluar dan menuruni tangga, lalu pergi ke sebuah lorong disamping tangga.

" Selamat Pagi, Nyonya! Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang wanita setengah baya. Seakan tersadar dari lamunan, Wina memejamkan kedua matanya.

" Dimana Tuan lo?" tanya Wina dingin.

" Saya belum melihat Tuan keluar dari ruang kerjanya sejak semalam!" jawab wanita itu.

" Dimana ruangannya?" tanya Wina lagi.

" Nyonya kembali saja ke dekat tangga dan ada pintu di ujung lorong, itu ruangan kerja Tuan!" jawab wanita itu.

" Terima kasih! Dan jangan panggil gue Nyonya! Karena gue bukan istrinya!" kata Wina datar. Wina kembali ke arah tangga dan berjalan lurus, dia berhenti di depan pintu yang dijaga seseorang.

" Selamat Pagi, Nyonya!" sapa pria itu.

" Gue bukan Nyonya lo!" sahut Wina judes.

" Maaf, Nyonya! Tapi ini perintah Bos!" jawab pria itu.

" Dimana dia? Gue mau ketemu!" kata Wina.

" Sepertinya Bos masih tidur!" jawab pria itu. Wina tidak menghiraukan ucapan pria itu, dengan amarah yang membuncah, Wina membuka pintu ruang kerja Revan dan bersiap untuk melawan pria itu.

" Revan lo..."

Wina terkejut melihat keadaan ruangan kerja itu yang berantakan. Kaleng minuman berserakan dan ada pecahan kaca di lantai. Meja kerja yang semalam rapi kini sudah tak terlihat satu barangpi=un diatasnya. Wina mencari sosok pria brengsek itu, tapi dia tidak melihatnya dimana-mana. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah tangan yang tergeletak di dekat meja kerja.

" Revan?" ucap Wina lirih, lalu dia mendekati tangan tersebut dan melihat tubuh Revan tergeletak tak sadarkan diri di lantai.

" Revan! Buka mata kamu! Revan, jangan membuatku takut!" panggil Wina dengan mata berkaca-kaca.

" Hei! Bantu Bos lo, dia pingsan!" teriak Wina panik. Lalu pria itu masuk dan membantu Wina membawanya ke kamar.

" Biar kami yang membawanya, Nyonya!" kata pria itu setelah memanggil anak buahnya. Wina hanya mengangguk dan mengikuti dari belakang.

" Saya akan memeriksa keadaan Tuan Revan!" kata seorang pria berpakaian dokter. Wina berdiri di pintu balkon sementara semua menunggu di depan kamar.

" Bagaimana keadaannya?" tanya Wina dengan wajah sedih.

" Dia hanya kelelahan dan stress! Berikan obat ini sehari sekali dan buat dia serileks mungkin!" kata Dokter itu.

" Tangannya terluka dan sudah saya obati, jangan sampai terkena air selama beberapa hari, karena lukanya cukup dalam!" kata dokter itu lagi.

" Baik!" jawab Wina.

" Saya permisi!" kata dokter itu, Wina hanya menganggukkan kepalanya.

Wina berdiri di pintu balkon sambil memandang Revan dengan perasaan campur aduk. Dia tidak boleh lemah! Dia tidak mau lagi dipermainkan! Dia harus bisa melupakan Revan dan mencintai Bastian. Bastian! Dia pasti bingung mencariku! batin Wina kesal.

Beberapa jam kemudian Revan membuka matanya dan melihat ke arah pintu balkon. Senyumnya mengembang melihat wanita pujaannya sedang berdiri menatapnya intens.

" Wina!" sapa Revan sambil duduk di ranjang.

" Gue mau pulang!" kata Wina.

" Tidak!" jawab Revan dengan wajah marah.

avataravatar
Next chapter