118 Karma?

Up : Sabtu, 23/01/2021 - Pukul 09.15 WIB

____________________________________________

" Om berhak untuk memukul bahkan melaporkan saya ke polisi!" kata Revan menyesal.

" Tapi saya hanya ingin mengatakan jika saya benar-benar tulus mencintai Wina, Om!" kata Revan jujur.

" Jangan terima Ben!" teriak seseorang. Ben memutar tubuhnya dan melihat pria yang masih terlihat gagah walau usianya telah setengah baya.

" Pa?!" ucap Revan dengan wajah kesal.

" Jangan menatapku dengan tatapan kesal, Rel! Kamu pikir papa tidak tahu kelakuan kamu diluar sana? Papa masih belum membuat perhitungan dengan Jim!" kata Valen kesal.

" Jim hanya mengikuti perintahku, Pa!" kata Revan.

" Tapi seharusnya dia bisa mendidik dan mengarahkanmu, bukan malah mengikuti perintahmu yang nggak bener itu!" kata Valen kesal.

" Aku yang menolak dan menentangnya, Pa!" jawab Revan.

" Kamu...! Arrghhhh! Papa heran, kenapa papa mengalami hal seperti ini? Apa dosa papa dimasa lalu? Kakakmu hamil dan terlibat kasus dengan tunangannya! Kamu berani menculik anak Ben! Apa karena papa terlalu memanjakan kalian?" tutur Valen mengusap wajahnya dengan menghembuskan nafas kasar.

" Maafkan Aku, Pa!" kata Revan.

" Mamamu selalu mendidik kalian dengan baik dan penuh kasih sayang! Ini salah papa yang terlalu memberikan kalian kebebasan!" sesal Valen.

" Ben, nikahkan putrimu dengan Bastian!" kata Valen.

" Heh?" Ben terkejut mendengar ucapan Valen. Revan menatap papanya tidak percaya.

" Pa! Aku mencintai Wina, Pa! Dia milikku!" kata Revan kesal.

" Dia milik orang tuanya dan sebentar lagi akan menjadi milik Bastian!" kata Valen sebel sama putranya yang semaunya itu.

" Aku mohon, pa! Papa jangan pisahkan aku sama Wina, aku akan mati!" kata Revan merengek.

" Hah! Mati! Serius? Nggak sayang sama wanita yang ngantri diluar sana kalo kamu bunuh diri?" sindir Valen. Ben hanya tersenyum kecut mendengar perbincangan kedua ayah anak itu.

" Papa sudah memutuskan! Pergilah Ben! Bilang sama putrimu kalo dia bisa meneruskan rencana pernikahannya sama Bastian!" kata Valen.

" Tidak! Wina istriku! Aku sudah mendaftarkan pernikahan kami!" kata Revan marah.

" Ckkk! Apa kalian sudah melakukan pemberkatan? Cih! Belum'kan?" sindir Valen. Revan menundukkan kepalanya.

" Wina juga pasti belum tahu akan hal ini! Itu namanya penipuan!" kata Valen lagi.

" Papa akan membatalkannya!" kata Valen.

" Tidak! Papa nggak bisa melakukan itu! Wina pasti setuju dengan pernikahan kami!" kata Revan ngotot.

" Ok! Kita masuk dan tanya Wina apa pendapatnya!" kata Valen. Lalu mereka masuk dan melihat Bastian memeluk Wina.

" Apa kami mengganggu?" tanya Valen tersenyum sambil melirik putranya yang terlihat kesal melihat adegan mesra itu.

" Tidak, Om!" kata Bastian. Wina menatap wajah Revan yang menggelap melihat dirinya dan Bastian, tapi wanita itu terlihat santai.

" Win! Om mau kamu jujur sama om!" kata Valen.

" Tentang apa, Om?" tanya Wina.

" Apa kamu setuju menikah dengan Revan?" tanya Valen. Wina terlihat sangat santai dan melihat ke arah Bastian.

" Tidak!" jawab Wina. Seperti petir menyambar di siang bolong, Revan merasakan hatinya sangat sakit mendengar perkataan Wina.

" Kamu mencintaiku, kan, Win?" ucap Revan mendekati Wina.

" Stop! Jangan mendekat! Aku benci dengan semua tingkah lakumu!" kata Wina menusuk hati Revan sangat dalam dan pedih.

" Kamu dengar sendiri, Rel?" tanya Valen.

" Ben! Kamu sudah mendengar sendiri ucapan putrimu! Kita pulang, Rel!" kata Valen.

" Aku akan menghancurkan pernikahan kalian!" kata Revan.

" Varel! Jangan kurang ajar kamu!" kata Valen marah.

" Ingat, Win! Kamu milikku! Kamu milik Revan Varel Abisekaaaa!" teriak Revan saat ditarik papanya keluar kamar Wina.

" Lepasin Varel, Pa!" kata Revan meminta papanya melepaskan cengkraman tangannya di lengan Revan.

" Kita pulang! Mamamu sangat merindukanmu!" kata Valen. Revan hanya menundukkan kepalanya dan berjalan mengikuti langkah papanya.

Revan dikurung oleh Valen di dalam rumah mereka yang besar itu dan tidak boleh pergi.

" Sayang! Ayo, makan!" panggil Tata pada putranya yang memandang keluar balkon kamarnya.

" Ma! Tolongin aku! Mama bilang sama papa kalo aku harus membatalkan pernikahan Wina, ma!" kata Revan merengek sambil memeluk Tata.

" Kamu mencintainya?" tanya Tata. Revan melepaskan pelukannya.

" Iya, ma! Pertama-tama aku hanya menganggap itu sebuah permainan saja! Tapi aku merasa kalo aku sudah jatuh cinta dan sangat membutuhkan dia saja!" tutur Revan.

" Tapi mereka akan menikah 3 hari lagi, Rel!" kata Tata.

" Apa? Secepat itu?" tanya Revan terkejut.

" Iya, sayang! Apa masih bisa kamu membatalkan semua?" tanya Tata. Revan terduduk lemas di kursi balkon.

" Sayang! Mungkin Wina bukan jodoh kamu! Mama akan mengenalkan kamu dengan seseorang, mau?" tanya Tata.

" Nggak, ma!" jawab Revan tidak bersemangat.

" Kenapa kalian lama sekali?" tiba-tiba Valen masuk ke dalam kamar Revan.

" Mama cuma mau bilang kalo kita diundang Ben pada pernikahan Wina!" kata Tata.

" Untuk apa kamu bilang dengan dia, sayang! Dia tidak akan ikut!" kata Valen.

" Tapi, sayang..."

" Kenapa papa kejam sekali sama aku? Aku tidak akan berbuata macam-macam, Pa!" kata Revan kesal.

" Sayang..."

" Ok! Kamu bisa datang, tapi kalo kamu mengacaukan pernikahan itu, papa akan melakukan sesuatu yang tidak pernah kamu bayangkan!" ancam Valen.

" Sayang! Dia putramu!" kata Tata kesal sama suaminya.

" Apa kamu mau jika dia mempermalukan kita?" tanya Valen marah.

" Kamu..." ucap Tata marah, lalu meninggalkan Valen yang merasa khawatir dengan kemarahan istrinya.

" Awas kamu kalo sampe istriku marah!" kata Valen ke putranya. Revan hanya diam menahan tawanya melihat kebucinan papanya. Dia tahu jika papanya hanya bisa luluh dengan mamanya.

" Sayang!" panggil Valen, tapi Tata hanya diam berjalan ke ruang makan.

" Sayang!" panggil Vlen lagi.

" Ini meja makan!" ucap Tata kesal. Valen tidak berani lagi untuk merayu Tata, dia tahu sifat istrinya itu. Revan makan bersama dengan papa dan mamanya.

" Lihatlah dirimu! Apa kamu tidak bercukur?" tanya Tata pada putranya.

" Belum sempat, ma!" kata Revan.

" Ckkk! Padahal kamu pernah bilang sama mama kalo kamu paling benci bulu di wajahmu!" kata Tata.

" Nanti aku akan mencukurnya!" kata Revan.

Setelah makan malam, Tata membantu PRTnya untuk membereskan ruang makan dan membuatkan kopi suaminya seperti biasa sedangkan Revan kembali ke kamarnya. Tata duduk di ruang tengah untuk menonton TV, perlahan Valen mendekati istrinya itu.

" Sayang!" sapa Valen dari belakang sambil memeluk leher istrinya.

" Lepaskan tanganmu!" ucap Tata masih kesal.

" Oh, ayolah, sayang! Kenapa kamu jadi marah begini! Bukankah tugasku sebagai seorang ayah memarahi anaknya yang telah salah!?" tutur Valen memutar langkahnya dan bersimpuh di hadapan Istrinya. Hanya di depan Tata, Valen melakukan itu, karena hanya Tata yang bisa membuat pria besar itu takluk. Tangan Valen sudah masuk di bawah rok pendek yang Tata pakai. Tubuh Tata meremang, kelemahan Tata ada pada sentuhan Valen. Tangan Tata mencegah tangan Valen untuk masuk lebih dalam.

" Jangan...berani..."

Tapi ucapan Tata terhenti saat tangan Valen telah meremas dadanya. Sekuat tenaga Tata menahan desahannya, tapi suaminya itu sangat tahu dimana titik kelemahan istrinya. Saat Tata berusaha untuk melepaskan tangannya, tangan Valen dengan cepat merobek atasan Tata dan memilin puncak dada Tata.

" Ahhhh!" desahan langsung meluncur dari bibir Tata. Valen segera mengangkat tubuh istrinya yang telah meminta lebih akibat sedikit sentuhan dari Valen. Tidak menunggu lama lagi, Valen masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Dibaringkannya tubuh Tata di ranjang, wajah Tata terlihat telah dipenuhi dengan hasratnya dan memohon untuk di sentuh oleh Valen.

avataravatar
Next chapter