webnovel

Hati Yang Terluka

Tok! Tok! Pintu kamar Revan diketuk.

" Masuk!" kata Revan setelah dia masuk ke dalam kamarnya dan duduk di sofa.

" Bos!" sapa Jim yang datang.

" Ada kabar apa?" tanya Revan.

" Kami sudah membereskan keluarga Mahardika!" kata Jim.

" Bagus! Gue tahu lo sudah berusah sekuat tenaga!" kata Revan.

" Trima kasih, Bos!" jawab Jim.

" Ada kabar dari Negara Y?" tanya Revan.

" Belum, Bos! Semua aman saja!" kata Jim.

" Gue nggak suka ketenangan ini, Jim! Lo yakin semua aman?" tanya Revan.

" Yakin, Bos!" jawab Jim ragu. Feeling seorang Revan memang tidak pernah meleset dan Jim tahu betul hal itu. Tapi anak buahnya bilang jika semua aman terkendali disana, mereka bilang Wina baru saja pulang ke Hotelnya.

" Papa!" sapa Wina menahan airmatanya.

" Sayang! Kapan kamu pulang?" tanya Ben.

" Ini Wina mau ke airport, Pa!" jawab Wina.

" Apakah kamu naik pesawatnya Revan?" tanya Ben.

" Nggak, Pa! Wina pulang bareng teman soalnya!" jawab Wina.

" Ok, sayang! Hati-hati!" kata Ben.

" Iya, Pa! Bye!" kata Wina lalu mematikan ponselnya.dan dia pergi lewat pintu belakang Hotel dimana William telah mengirim anak buahnya untuk mengantar Wina ke bandara.

Sepanjang penerbangan pikiran Wina dipenuhi dengan amarah dan kebencian terhadap Revan. Wina membatalkan permintaannya pada William dan William dengan sabar menuruti semua kemauan Wina. Wina memutuskan pulang ke rumahnya dulu. Wina tiba di bandara negara A di kota AA, dia turun dari pesawat dan membawa kopor kecil yang muat di kabin pesawat. Lalu dia menuju ke pintu kedatangan untuk menunggu orang William yang akan menjemputnya di sini.

" Halo!" jawab Wina saat melihat nama William tertera di layar ponselnya.

" Kamu sudah sampai, sayang?" tanya William lembut.

" Iya! Aku menuju ke pintu keluar!" kata Wina.

" 2 orang anak buahku sudah menunggumu di pintu keluar, mereka akan mengenali kamu!" kata William.

" Ok!" jawab Wina.

" I'll see you toninght!" kata William.

" Ok!" jawab Wina lagi.

" I love you!" kata William. Wina hanya diam saja lalu mematikan panggilan William. Wina sampai di pintu keluar dan melihat 2 orang pria dengan pakaian hitam mendekatinya.

" Nyonya!" sapa salah seorang dari mereka.

" Gue belum nikah sama Bos lo!" kata Wina.

Mereka berjalan menuju ke sebuah mobil mewah yang di parkir di sebrang pintu keluar. Wina masuk ke dalam mobil dan menyandarkan tubuh lelahnya di kursi. Mobil maju perlahan membelah jalanan kota AA. Wina memejamkan sejenak matanya yang masih terlihat bengkak walau sudah di kompresnya dengan es batu. Beberapa menit kemudian mobil sampai di sebuah rumah, Wina mengerutkan dahinya. Kok, cepat sekali? batin Wina. Pintu mobil terbuka dan Wina keluar dari mobil. Rumah siapa? batin Wina.

" Rumah siapa ini?" tanya Wina pada salah seorang pria tadi.

" Selamat Datang, sayang!" sapa seorang pria pada Wina. Pria yang saat ini begitu dibencinya dan ingin dibunuhnya karena perbuatannya yang telah membuat hancur hatinya. Wina hanya diam saat mobil yang ditumpanginya berjalan menjauh dan dilihatnya seorang pria muda yang tampan mendekatinya.

" Aku merindukanmu, sayang!" kata pria itu memeluk Wina, tapi dengan cepat Wina menepis tangan pria itu.

" Cukup! Jangan sentuh gue dengan tangan kotor lo itu!" kata Wina dengan wajah menggelap.

" Gue? Lo? Apa sebenci itu dirimu padaku, Win?" tanya pria itu lagi.

" Apa yang lo harap? Gue akan bertekuk lutut dan kembali memaafkan lo? Don't be so naive, Revan! Gue juga punya batas kesabaran, gue capek dan bosan selalu menerima semua kelakuan bejat dan tak bermoral lo itu!" kata Wina mengeluarkan uneg-unegnya yang selama ini ytersimpan di hatinya.

" Apakah itu adalah isi dari kepala dan hatimu, Win? Bahwa aku adalah laki-laki bejat dan tak bermoral?" tanya Revan kecewa. Hatinya merasa sangat sakit mendengar Wina mengatakan semua itu. Tapi dia juga sadar jika selama ini dia memang sudah terlalu menyakiti hati wanita di depannya itu.

" Apa ucapan kamu kemarin adalah dusta?" tanya Revan sedih.

" Cukup! Gue mau pulang!" kata Wina.

" Aku akan mengantarmu pulang, tapi nanti!" kata Revan mendekati Wina dan memegang tangannya.

" Gue bilang jangan sentuh gue!" kata Wina marah.

" Ok! Aku akan diam, tapi masuklah dulu! Kita bicara di dalam!" kata Revan.

" Tidak! Gue mau pulang sekarang!" kata Wina kesal. Revan yang mencoba bersabar, lama-lama merasa kesal lalu mengangkat Wina seperti karung bersa untuk masuk ke dalam rumah.

" Lepaskan bajingan! Brengsek!" teriak Wina marah sambil memukul-mukul punggung Revan dengan tas tangannya. Revan hanya diam saja mendapat perlakuan seperti itu. Lalu Revan menurunkan Wina di tempat tidur yang ada di kamarnya. Wina berusaha lari, tapi Revan mencegahnya. Revan kembali melemparnya ke atas ranjang.

" Please, Win! Kita bicara baik-baik, Ok!" kata Revan lembut. Tapi Wina sangat emosi karena pikirannya telah dibutakan oleh amarah dan kebencian.

" Gue mau pulang!" teriak Wina.

" Iya! Nanti!" kata Revan.

" Tidak!" teriak Wina lagi sambil bengun dan berlari menuju pintu. Revan kembali menahan tubuh kekasihnya itu dengan memeluknya, Wina meronta-ronta hingga menggigit lengan atas Revan.

" Akhhhhhh!" teriak Revan karena gigitan Wina yang keras dan meninggalkan bekas dalam dan brerdarah karena saat itu Revan memakai kemeja tipis berwarna putih. Wina tidak perduli dengan teriakan Revan, karena dengan cepat dia kembali mencoba berlari menuju ke arah pintu dan sekali lagi Revan memeluk pinggang wanita itu.

" Lepasin Revan! Brengsek!" teriak Wina lagi dan lagi.

" Aku mohon, Win! Sebentar saja!" kata Revan dengan wajah sedih.

" Nggak!" jawab Wina keras. Wina melihat ada sebuah tongkat pendek, dia melemahkan pukulannya ke punggung Revan, lalu perlahan Revan melepaskan pelukannya karena berpikir jika Wina akan mendengarkan dirinya. Tapi Revan salah, Wina berlari dan meraih tongkat itu, sekali ayun dia memukulkan pada kepala Revan. Revan yang terkejut dan tidak menyangka akan terjadi seperti ini, tidak sempat menghindar. Dukkk! pelipis Revan sobek dan mengeluarkan darah akibat pukulan Wina. Revan terhuyung karena matanya tertutup olaeh darah yang mengalir di pelipisnya.

" Wina...Kamu..." kata Revan memegang kepalanya.

Wina tersentak sesaat melihat darah yang mengalir deras di pelipis Revan hingga menetes di mata, pipi dan kemeja kekasihnya. Revan memejamkan matanya dan membukanya perlahan dengan membiarkan darah mengucur di pelipisnya.

" Apakah kamu akan merasa puas jika aku mati?" tanya Revan membuat Wina menatap pria muda dihadapannya itu. Revan meraih sebuah pistol dari dalam laci nakasnya dan memgangkannya ke tangan Wina.

" Tembak!" kata Revan menempelkan ujung pistil itu tepat di jantungnya.

" Biar kamu puas! Lebih baik aku mati jika harus melihatmu membenci diriku!" kata Revan.

" Cih! Membunuh lo dengan ini tidak akan menghapus kebencian gue sama lo!" kata Wina melepaskan pistol itu dan mendorong dada Wina.

" Aku hanya memintamu percaya padaku, Win! Hanya itu!" kata Revan tanpa memutar tubuhnya saat Wina berjalan menuju ke pintu. Wina berhenti tepat di pintu kamar Revan.

" Dan gue sudah cukup memberikannya!" kata Wina dengan tegas dan gamblang tanpa melihat ke arah Revan. Revan menghela nafas panjang dan merasa kepalanya berputar, dia menghempaskan tubuhnya ke ranjang tapi Wina tidak melihat semua itu.

Next chapter