6 Salah Kok Di Bela

Sebelum baca klik berlangganan dulu ya

****** ******

Tok tok tok

"Dek, kamu sudah tidur toh?"

Suara Mas Johan tersebut sontak membuat mataku terbuka, ku lirik jam di dinding masih menunjukkan pukul sepuluh malam. Ternyata tadi aku ketiduran habis shalat Isya. Sejak sore tadi aku memang tak keluar kamar sama sekali, kebetulan juga di kamarku ini ada kamar mandinya, jadi tak perlu repot-repot keluar kamar kalau hanya untuk mandi dan mengambil air wudhu.

"Sudah bangun kok, Mas, sebentar ya!" teriakku.

Mas Johan memang selalu membawa kunci rumah, namun kalau kamar memang tadi dia kukunci selot dari dalam.

"Mau di buatin susu hangat atau kopi, Mas?"

"Susu hangat saja Dek. Eh ini aku tadi beli lima bungkus nasi goreng. Kita makan bareng yuk, buat Mbak Sarah dan keluarganya juga," ucap Mas Johan sambil mengangsurkan bungkusan plastik besar kepadaku.

"Oke, ku tunggu di dapur ya Mas, sekalian mau buatin susu hangat buat kamu."

Hemmm ternyata suamiku meski pulang selarut ini masih saja bawa makanan, dia pasti masih ingat tadi Mbak Sarah minta di bawakan makanan. Seandainya saja sifat Mbak Sarah sama baiknya dengan suamiku, pasti kami akan sering jalan bareng.

Keluar dari kamar, ku lihat pemandangan yang sangat menyakitkan mata. Mainan dan popok bekas pakai berserakan di mana-mana, kondisi meja makanpun tak kalah menjijikan, mangkuk dan gelas kosong dibiarkan bertengger di sana, dan di lantaipun banyak bekas mie berceceran, dan kodisi dapur pun sama berantakannya.

Sementara itu dua kamar yang mereka tempati telah tertutup rapat. Pasti sudah tidur karena kekenyangan. Ketika ku buka laci dapur, ternyata stock mie instanku tinggal tiga saja, padahal tempo hari aku membawa sepuluh biji dari toko. Hemmm benar-benar kelaparan atau mumpung gratis sih?

Kubiarkan semua tetap seperti ini adanya, namun beberapa popok bekas pakai ku pindahkan tepat di depan kamar yang di tempati Mbak Sarah. Dan peralatan makan yang kotor di meja makanpun kupindahkan ke dapur tanpa ku cuci, karena aku dan Mas Johan akan makan nasi goreng ini di sini.

"Loh Dek, kok mereka nggak di bangunin?" kata suamiku menghampiri di meja makan.

"Sudah ku ketuk berkali-kali tadi Mas, tapi tetap tak ada sahutan. Sepertinya mereka tadi kekenyangan setelah makan beberapa porsi instan, sampai peralatan bekas makannya pun lupa tak di cuci, tuh numpuk di dapur." Mas Johan pun menoleh ke dapur.

"Apa aku coba ketuk lagi ya Dek? Mumpung nasinya masih hangat ini. Tadi 'kan Mbak Sarah nitip nasi padang, lha malam-malam begini kan pada tutup warung nasi padangnya, jadi ya ku belikan nasi goreng ini saja."

"Nggak usahlah Mas, kasihan sudah enak-enak tidur kok di ganggu. Kan bisa di makan besok. Udah gih cepet di makan keburu dingin loh," kataku yang mulai memakan nasi goreng itu dan Mas Johan pun juga mulai memakannya.

Maafin ya Mas, karena aku sudah berbohong padamu. Memang sengaja sih tak ku bangunkan mereka, biar saja ini menjadi makanan mereka besok pagi. Hitung-hitung mengurangi pekerjaanku di pagi hari.

"Oh, iya Mas, apa kamu sudah dapat kerjaan buat Mas Rusli?"

"Ada sih Dek. Kebetulan di kantor ada dua lowongan pekerjaan, sebagai staff admin dan cleaning service. Coba besok pagi aku akan memberitahukannya pada Mas Rusli dan Mbak Sarah."

Dari sekarang saja, aku sudah dapat menduga jika dua pekerjaan itu akan di tolak mentah-mentah oleh mereka. Alasannya sih pasti nggak level kerja begituan, emang pada dasarnya sudah pemalas sih, jadi ya apa-apa ya mau yang enak-enak saja.

"Terus kalau Mas Rusli nggak mau dengan kerjaan itu, bagaimana Mas?" tanyaku lagi.

"Ya kucariin kerjaan yang lainlah Dek. Kan kalau kerja tapi nggak sreg juga nggak enak loh ngejalaninya."

Bela aja terus mereka Mas! Tinggal satu hari saja, aku yakin mereka tak akan berubah dalam waktu secepat itu, masih tetap pemalas.

"Terserah kamu deh Mas, ingat ya waktunya tinggal besok saja. Setelah itu tak ada lagi tenggang rasa. Lagian ya Mas, jika memang mereka itu mau bangkit 'kan harusnya sudah dari lama mereka memikirkan untuk berbenah diri, memulai semua dari nol. Bukan malah kayak gini, malah jadi benalu di rumah kita, dengan selalu mengandalkan hutang budi saja! Kalau kita nggak tegas, sampai lebaran monyet pun mereka akan tetap seperti ini, bahkan makib berani menginjak-injak harga diri kita."

"Jangan bilang begitulah, Dek. Semua pasti bisa berubah dan mereka mungkin masih butuh sedikit waktu lagi. Lagian mereka itu lebih tua dari kita, jadi sudah menjadi kewajiban kita untuk menghormati mereka."

"Sebelum meminta hak seharusnya mereka bisa menunaikan kewajibannya dong Mas! Bagaimana sopan santun saat bertamu dan menunmpang di rumah orang gitu, bukannya malah sok jadi bos! Terus menurut kamu kalau jadi adik itu harus terus mengalah gitu? Meskipun kita nggak salah? Ihh aku mah ogah banget deh!" kataku yang telah selesai makan, "udah ah jangan bahas mereka terus, bikin aku sebel saja. Bobok yuk Mas, sudah malam nih."

"Iya kamu duluan saja ke kamar Dek. Aku mau menghabiskan rokok ini dulu ya."

Aku pun kemudian berlalu menuju kamar, tentunya tanpa membereskan meja makan. Sekitar setengah jam suamiku itu tak juga masuk kamar, aku pun kemudian menyusulnya mungkin saja dia lagi nonton tv.

Ternyata perkiraanku tadi salah besar, suamiku itu kini tengah berkutat di dapur, mencuci semua peralatan makan yang kotor itu.

"Mas, kamu lagi ngapain di sini?"

"Loh kok belum tidur sih Dek? Ini aku lagi cuci piring, kalau nggak di cuci sekarang takutnya nanti di buat mainan sama tikus, jorok banget 'kan?!" Mas Johan terlihat kaget dengan kedatanganku.

"Bukan karena tikus, tapi karena kamu nggak mau 'kan kalau aku meminta kakakmu itu yang mencuci semua ini besok?! Ya kayak gini ini, yang buat mereka makin seneng tinggal di sini! Dan makin menggangap kita ini pembantunya!" Mataku menatap tajam ke arahnya, "sudah taruh sekarang juga, kita masuk kamar, atau malam ini kamu akan tidur di depan tv Mas!"

Aku langsung menggandeng tanganya masuk, dan dia hanya diam saja menurut.

"Ingat Mas, kalau besok pagi aku bangun ternyata semua ruangan sudah bersih, berarti kamu harus siap-siap tak dapat jatah malam selama satu bulan!" kataku sambil menutup seluruh tubuhku dengan selimut.

Aku yakin, suamiku kali ini akan menuruti perintahku. Dan besok pagi aku sudah menyiapkan beberapa kejutan untuk si benalu itu!

avataravatar
Next chapter