5 Ini Baru Pemanasan Saja

Sebelum baca klik berlangganan dulu ya

****** ******

Setelah merapikan dapur, aku langsung bergegas membersihkan diri dan akan segera berangkat ke toko. Tak sampai setengah jam aku sudah siap.

"Eh Rin, kamu sudah mau berangkat kerja?" Mbak Sarah menghampiriku yang sedang memakai helm di teras.

"Iyaaaa...memangnya kenapa Mbak?" jawabku malas karena pasti akan minta sesuatu.

"Kamu ke tokonya naik angkutan saja ya. Motornya biar di pakai Mas Rusli hari ini." Dengan entengnya kakak iparku itu berkata.

"Nggak ah, males. Memangnya Mas Rusli itu mau kemana? Bukanya semua kebutuhan sudah di cukupi Mas Johan?"

"Mas Rusli pengen mancing, Rin. Kasihan sepertinya dia suntuk banget di rumah terus," jawabnya enteng.

"Mancing? Enak banget ya kerjaan Mas Rusli, di rumah tinggal makan dan tidur, perlu apa-apa tinggal minta suamiku. Giliran suntuk, pingin refresing, pingin mancing. Sudah gitu uang saku minta, sekarang mau pake motorku pula. Ogah banget deh. Suruh saja Mas Rusli yang naik angkot!" kataku sambil memanasi mesin motor.

"Kamu kok kayak gitu sih, Rin?! Dulu itu suamimu tinggl di rumahku lho, ya wajarlah kalau sekarang kalian gantian balas budi pada kami!. Sudah cepat sana turun, tuh ada angkot lewat!" ucapnya sambil menunjuk angkot berwarna kuning yang sedang melintas.

"Itu-itu saja Mbak yang kamu buat senjata. Masa bodoh ah, aku mau berangkat ke toko dulu naik motor. Kalau Mas Rusli pingin mancing, tuh di selokan belakang kayaknya banyak kok ikan di sana.. daa Mbak Sarah..!" kataku sambil melambaikan tangan padanya.

Tak kupedulikan lagi teriakannya dan wajahnya yang sangat kesal. Enak saja benalu kok mau enaknya terus. Pingin beli ini itu, pingin refreshing ya kerja dong bro.

****** ******

Sore hari tiba, jam di tembok menunjukakan pukul lima sore, aku bergegas menutup toko dan segera pulang ke rumah. Jarak dari toko ke rumahku hanya sekitar setengah jam perjalanan.

Sengaja aku tak membawa makanan apa-apa karena tadi Mas Johan bilang akan pulang larut karena lembur. Dan tadi aku juga baru saja makan semangkuk bakso. Mumpung suami baikku itu tak ada di rumah, jadi aku akan sedikit memberi pelajaran pada Mbak Sarah dan keluarganya itu.

Saat motor kuparkir di depan teras, kedua ponakan kembarku langsung menghampiri dengan pnampilan yang dekil dan rambut yang awut-awutan. Ingus yang telah mengering menghiasi wajah mereka.

"Yeay Tante Rini sudah datang, pasti bawa banyak makanan buat kami 'kan?" kata Devi sambil tersenyum.

Manis dan lucu sih sebenarnya, namun mereka ini terlalu nakal hingga membuatku sedikit ilfeel.

Dulu saat pulang dari toko aku akan langsung memandikan mereka dengan sabar, tapi sekarang malas ah, hanya akan membuat Mbak Sarah semakin memperbudakku saja

"Nggak juga," kataku enteng sambil masuk ke dalam rumah.

Tiba-tiba mereka berdua menarik paksa tas tangan yang berisi uang hasil jualanku hari ini.

"Eh..eh..apa-apaan sih kalian ini?!" teriakku.

Tak ada jawaban dari mereka, namun mereka ngotot ingin merebut tas milikku ini. Adegan tarik menarik pun terjadi, dan tentu saja akulah pemenangnya. Dan sebagai akibatnya mereka berdua jatuh terduduk ke belakang.

Entah setan apa yang telah merasukiku, hingga aku pun tertawa terbahak-bahak saat melihat mereka berdua terjatuh. Melihatku tertawa sontak keduanya langsung menangis dan tentu saja memanggil Mamanya. Akan segera terjadi adu mulut nih, karena duo kembar itu sangat pintar sekali bersilat lidah, tak beda seperti orang tuanya.

"Mama! Tante Rini jahat!" teriak si Devi sambil menangis.

"Mama!! Sini Tante Rini jahat!" Tentu saja ucapan Devi segera di ikuti kembarannya sambil meraung-raung.

Aku cuma diam saja menyaksikan drama mereka, sambil menunggu kedatangan Mama mereka.

Mbak Sarah pun segera mendatangi anaknya dan memberdirikan mereka.

"Ya ampun, Devi, Dewi, kalian kenapa teriak-teriak, sampai jatuh terduduk di lantai pula?" tanyanya membelakangiku.

"Tuh Ma, Tante Rini jahat dia tadi yang mendorong kami, benarkan Wi?" Dewi pun langsung menganguk tanda setuju dengan perkataan Devi.

Tuh 'kan apa kubilang. Mereka itu meski masih balita tapi pintar sekali berbohong dan mengadu domba. Memang sih buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Naudzubillahimimdzalik.

Mendenagar aduan dari duo putri kembarnya itu, Mbak Sarah langsung berbalik arah ke padaku.

"Jahat sekali kamu Rin! Apa salah anak-anakku hingga kamu ingin mencelakai mereka?" ucap Mbak Sarah, "mereka itu masih kecil, kalau kamu ada masalah bilang saja padaku. Jangan beraninya kamu sama anak kecil!" Mata Mbak Sarah melotot secara sempurna ke arahku sambil berkacak pinggang.

"Apa-apaan sih kalian ini, drama banget!" Ku cuekin saja mereka, dan di saat aku akan melangkah pergi, Mbak sarah mencekal tanganku.

"Mau kemana kamu, hormati saat orang yang lebih tua bicara kepadamu!" ucapnya.

Tuh 'kan jadi merepet ke mana-mana. Jujur aku sedikit malas menanggapinya. Pastinya Mbak Sarah ini kaget dengan sikapku sore ini. Biasanya kalau keponakanku menangis maka aku akan mengalah dan mengajak mereka beli jajan atau sekedar mengajak berkeliling naik motor saja.

Segera kulepaskan cengkraman tangan Mbak Sarah, dan aku pun berbalik berhasapan dengannya.

"Jadi Mbak Sarah mau dihormati?" tanyaku.

"Ya pastilah kan aku lebih tua dari pada kamu!" jawabnya sambil bersedekap.

"Kalau mau di hormati ya tunjukka dong sikap yang baik, yang mencerminkan seorang Kakak!. Jangan malah seenaknya sendiri, sudah numpang, semuanya minta di turuti, nggak bisa jaga sikap lagi. Sangat tidak patut untuk di hormati!" ucapku sengit.

"Kamu makin berani ya sama aku?" Matanya kini kembali melotot ke arahku.

"Ya berani lah, kan kita sama-sama makan nasi, kecuali kalau Mbak Sarah makannya kemenyan baru aku akan takut!" ucapku sambil berjalan menuju ke kamar.

Tak lagi ku dengarkan umpatan dari Mbak Sarah dan teriakan si kembar yang menjengkelkan itu.

"Oh iya Mbak, suamiku nanti pulang larut malam, jadi nggak bisa membawakan nasi padang pesanan kamu. Lebih baik sekarang Mbak Sarah masak mie instan, dari pada suami dan anak-anakmu menjerit kelaparan. Satu lagi Mbak, tak perlu repot membuatkan mie untukku, karena barusan aku sudah makan semangkuk bakso urat jumbo yang ada di depan pasar itu!" teriakku dari dalam kamar.

Tak taulah kira-kira seperti apa kesalnya kakak ipar cantikku itu. Ingat Kak, ini baru pemanasan saja!.

avataravatar
Next chapter