1 Mayang Lonely Wife

"Mas, enak sekali."

Mayang sedang berada di atas ranjang. Dalam kondisi nyari tanpa busana, dia melakukan sesuatu sambil membayangkan suaminya. Sebulan sudah suaminya bekerja di luar pulau. Membuat Mayang kesepian dan butuh tempat untuk bisa melampiaskan segala gairah yang membara di dada.

"Mas, lebih dalam Mas."

Mayang terus menceracau di tengah dirinya yang hampir mencapai puncak. Tangannya terus bergerak dengan cepat seiring sesuatu yang hampir meledak.

Sampai lenguhan panjang tidak tertahankan terjadi. Tubuhnya bergetar hebat. Gelombang begitu membara menjadi begitu dahsyat tapi sangat nikmat dia rasakan. Sungguh Mayang ketagihan untuk melakukannya lagi dan lagi.

Namun, beberapa saat setelah merasakan nikmat, dadanya terasa nyeri. Sakit sekali rasanya. Jauh dari suami yang membuatnya mengkhayal yang tidak-tidak. Dan akhirnya terjadi sesuatu yang melampau.

Pernah terbersit dibenaknya untuk selingkuh saja. Untuk sementara waktu sebelum akhirnya suaminya pulang. Selingan sesaat. Setidaknya bisa mengobati rasa gatal yang begitu membara di bagian intimnya. Membutuhkan sesuatu yang bisa memuaskan dirinya.

Keesokan harinya.

Sinar matahari terbit dari ufuk timur. Hembusan angin yang begitu sejuk meniup daun daun di pepohonan pagi itu. Memberikan semangat kepada semua insan untuk melakukan aktifitas. Apalagi sinarnya yang terasa hangat mengenai tubuh. Juga Bumi bekas hujan yang cukup deras kemaren sehingga suasananya basah di mana-mana.

Novi, seorang anak SMA, yang mempunyai orang tua lengkap bernama Mayang dan Sapto

Sang Ayah, Sapto bekerja di Freeport Papua di bagian Catering . Usianya empat puluh lima tahun. Cukup matang untuk menjadi supervisor di tempatnya bekerja sekarang. Tanggung jawabnya untuk mengurusi konsumsi semua pegawai Freeport membuatnya cukup sibuk.

Tidak ada hal yang menarik dari Sapto. Dia seperti pria pada umumnya yang bertubuh kurus tinggi. Dan wajahnya sudah menunjukan tanda-tanda penuaan. Bahkan rambutnya sudah beruban.

Berbeda dengan istrinya yang bernama Mayang, sekalipun umurnya sudah empat puluh lima tahun, sama dengan Sapto. Tapi, dia terlihat awet muda. Tubuhnya masih sintal berisi. Bongkahan depan dan belakangnya sangat menantang. Terlebih wajahnya ayu rupawan. Membuat semua lelaki melotot kalau melihatnya. Tak jarang bahkan ada yang sampai menjilat air liurnya sendiri. Dia bukan hanya ibu rumah tangga tetapi juga seorang pegawai bank. Maka penampilan sangat penting baginya. Apalagi Mayang adalah tipe wanita yang sangat bisa menjaga penampilan.

Mayang pernah mengalami kegemukan sebelum tubuhnya menjadi seporposional sekarang. Dulu setelah melahirkan Novi. Dia juga pernah libur cukup lama karena fokus untuk mengurus rumah dan Novi. Baru beberapa tahun kemudian, dia kembali bekerja di bank.

Bisa dibilang kerjanya cukup bagus. Kinerjanya juga maksimal. Maka itu menjadi daya tarik bagi semua orang termasuk para lelaki yang semula menganggumi kecantikan, juga karirnya yang cukup cemerlang . Apalagi, daya tarik yang cukup memikat adalah tubuhnya yang seksi dan montok.

Mayang memiliki tubuh yang cukup semampai. Seratus enam puluh lima centimeter dengan berat badan lima puluh lima kilogram. Tuhan memang menganugrahinya tubuh yang sangat luar bisa. Membuat semua wanita iri kalau melihatnya.

Hal yang begitu mencolok sebenernya adalah belahan dada Mayang yang bisa dikatakan jumbo. Sekalipun, dia sudah menggunakan pakaian yang serta tertutup, tetap saja terlihat sangat seksi. Itu lah yang akan menjadi awal petaka dari cerita ini.

"Nak, bangun Nak, sudah jam lima pagi," Mayang membangunkan Novi yang masih terlelap tidur.

"Iya, Bu. Sebentar lagi." Novi hanya menggeliat sejenak sambil menarik selimutnya sendiri.

"Nak, sudah siang lho ini , ayo lekas mandi," Mayang kembali mengoyangkan pelan tubuhnya. Wanita setengah baya itu tampak sabar membangunkan anak semata wayangnya itu.

"Baik, Bu."

Novi terpaksa bangkit dari ranjangnya. Dia duduk. Mengumpulkan kesadarannya sejenak. Dia tampak merentangkan tangannya lebar. Melemaskan otot-ototnya kaku.

"Nah gitu dong Novi. Ibu tunggu di lantai bawah. Kita sarapan sama-sama." Mayang berkata sesaat sebelum meninggalkan kamar itu. Namun, terlebih dahulu dia menyampirkan handuk ke pundak Novi.

Setelah itu, barulah Mayang kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk dia dan anaknya.

Iya, hanya dia dan anaknya karena sang suami sudah setahun lebih lebih berada di luar pulau. Pekerjaan yang menuntutnya untuk bekerja selama setahun penuh dan cuti hanya dua bulan saja.

Jarak yang memisahkan begitu jauh, antara papua dan jawa. Jadi waktu pulang sang suami yang hanya dua bulan sangat berharga.

Sebenernya, Mayang sudah mengusulkan kepada Sapto untuk resign dan bekerja di jawa supaya lebih dekat dengan keluarga. Namun, karena terikat kontrak yang begitu panjang, sampai sepuluh tahun, mau tidak mau Sapto harus menyelesaikannya.

Begitu juga dengan Mayang. Mustahil baginya untuk ikut sang suami, dikarenakan dia adalah anak bungsu dari kedua orang tuanya. Mayang tidak ingin jauh dari mereka.

Maka begitulah kehidupan yang dijalani keluarga itu. Hubungan jarak jauh yang membuat mereka merasa tidak punya pasangan. Tersiksa batin, apalagi Mayang. Bagaimana wanita itu berusaha sekuat mungkin supaya tidak tergoda oleh lelaki lain. Kondisi Mayang yang kesepian adalah mangsa yang empuk bagi para pria hidung belang. Namun, karena komitmen dalam menjaga pernikahan cukup tinggi. Maka lebih baik dia setia, walau tidak tahu entah sampai kapan.

Seperti pagi ini misalnya, Mayang menjalani aktifias yang menjemukan. Bangun tidur tanpa sentuhan dari sang suami. Tanpa sapaan hangat. Pelukan yang menentramkan. Hanya dia dan Novi. Begitu terus. Semakin lama membuat Mayang jenuh saja.

Hal itu berdampak pada hubungannya dengan Novi.

Mayang yang merasa kurang kasih sayang. Belaian. Tidak bisa begitu sempurna dalam memberikan perhatiannya kepada Novi. Alhasil, ibu dan anak itu seperti orang asing. Seperti ketika di meja makan, dimana baik Novi dan Mayang sama-sama sibuk memainkan ponsel. Obrolan juga sekadarnya tidak ada yang istimewa.

"Sudah selesai makannya, Nak?" Mayang berkata sesaat setelah melihat bekas roti di piring Novi.

"Sudah Bu, sudah kenyang ini." Novi mengelus-elus perutnya yang datar. Sepotong roti tidak akan membuat perutnya buncit.

"Susunya dihabiskan."

"Tapi, Novi sudah kenyang, Bu."

"Habiskan dulu, setelah ini kita berangkat ke sekolah."

"Baik, Bu."

Novi terpaksa menghabiskan susu putih hangat di hadapannya, meskipun dengan muka ditekuk cemberut.

"Ayo berangkat," ajak Mayang sembari bangkit dari kursinya.

Setelah membereskan peralatan makan yang kotor, Mayang dan anaknya segera berangkat menggunakan mobil.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai di sekolah Novi, cukup lima belas menit perjalanan mobil sampailah mereka di depan gerbang sekolah dasar swasta itu.

avataravatar
Next chapter