57 Suara Badai di Malam Hari 4

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Setelah hujan turun berhari-hari lamanya, akhirnya matahari dapat terbit untuk beberapa hari. 

Xiaotu menatap dengan begitu bahagia pada Kakak Jus Jeruk-nya, kembali untuk makan malam, setelah itu mandi, lalu pergi ke kamar dan membantingkan tubuhnya ke atas kasur.

Entah sudah berapa lama tertidur, tiba-tiba, Xiaotu merasa haus dan ingin minum air.

Dia bergulung-gulung di atas kasur, lalu duduk, dan memandangi sekelilingnya.

Cheng Zhiyan tidak ada di dalam kamar, hanya ada lampu yang menyala remang-remang di meja samping tempat tidurnya. Ceret air nya kosong dan tidak ada air didalamnya.

Xiaotu membawa cangkir teh dan mengucek matanya, menapakkan kakinya ke lantai, lalu mendorong pintu dan keluar.

Jalan menuju tangga juga sangat gelap, hanya ada lampu dinding dengan cahaya yang remang-remang.

Xiaotu samar-samar mendengar suara orang yang bercakap-cakap, seperti suara ibunya.

Kaki putih Xiaotu melangkah diatas lantai, dan kukunya yang seperti kulit kerang, menyala merah muda dalam kegelapan. Karena Xiaotu tidak memakai alas kaki, maka suara langkah kakinya tidak terdengar.

Xiaotu tiba-tiba berhenti ketika tengah menuruni tangga.

Dari celah-celah pinggir tangga, Xiaotu melihat ibunya yang sedang mengelap air mata.

Ibu Cheng Zhiyan duduk di sebelah Ibu Xiaotu sambil memeluknya erat-erat agar merasa nyaman.

Sedangkan Cheng Zhiyan duduk di samping ibunya. Xiaotu belum pernah melihat ekspresi Cheng Zhiyan yang seperti ini sebelumnya.

Entah mengapa, Xiaotu tidak melanjutkan turun ke lantai bawah. Xiaotu yang memakai baju tidur dan memegang cangkir, membungkuk di pinggir tangga sepasang mata bulatnya yang hitam memandangi ibunya yang berada dibawah.

"Ibu Xiaotu, kamu harus ikhlas, hal ini…" Ibu Cheng Zhiyan menghela nafas seperti tidak bisa berkata-kata lagi.

"Hm..." Ibu Xiaotu menganggukkan kepala sambil mengusap air mata yang terus berlinang. "Aku tahu, aku paham ini semua….tapi setiap kali teringat saat dia mengatakan bahwa akan pulang pada musim panas tahun ini, namun ternyata dia tidak kembali untuk selamanya… hatiku rasanya…."

Suaranya terputus-putus dan sesenggukkan, Ibu Xiaotu tidak bisa lagi melanjutkan kalimatnya. 

Ibu Cheng Zhiyan kembali menghela nafas.

"Katakan padaku, apa yang haru aku katakan kepada Xiaotu, Ayah sudah meninggal, dia tidak akan kembali lagi, tidak bisa menemanimu bermain, mengantarmu sekolah, dia juga tidak bisa membacakan cerita untukmu sebelum tidur…." Ibu Xiaotu menangis dengan keras dan susah bernafas, "Dia masih sangat kecil, dia masih 4 tahun, hal seperti ini, hanya aku yang boleh menerimanya, mengapa Xiaotu juga harus menerima hal seperti ini…"

"Jangan menangis, jangan menangis…" Ibu Cheng Zhiyan juga tidak bisa menahan air matanya, dia merangkul Ibu Xiaotu ke pundaknya dan dengan suara lirih berkata: "Xiaotu masih kecil, jangan beritahu dia tentang hal seperti ini dulu tunggu dia tumbuh cukup dewasa baru bicara, mungkin hatinya baru bisa menerima…"

"Anak ini…. sejak libur musim panas setiap hari selalu menanyakan kapan ayah pulang…." Ibu Xiaotu mengelap hidungnya dan mengganti tisu yang sudah basah di tangannya dengan tisu baru, "Xiaotu sudah membayangkan ayahnya akan mengambil rapotnya di bulan September yang akan datang"

Xiaotu yang sedang membungkuk dari atas tangga, sepasang tangan lembutnya yang sedang memegang cangkir tiba lemas.

Ayah meninggal…? Dan tidak akan kembali??"

avataravatar
Next chapter