1 Jembatan

Malam ini begitu terasa sunyi. Jam tangan yang aku pakai pun, sudah menunjukkan tepat pukul 10.00 malam. Aku baru pulang dari tempat kerja dan kali ini aku sendirian. Temanku Luna yang biasa pulang bersamaku, mendadak pulang lebih awal karena ada suatu urusan, dan membuatku malam ini terpaksa untuk pulang sendirian. Karena gak ada teman untuk pulang, aku lebih memilih jalan memutar untuk kembali ke kosan, sebab jalan yang biasa aku lewati bersama Luna, mengharuskanku untuk melewati sebuah jembatan kecil yang gelap dan juga agak menyeramkan. Aku tak punya keberanian untuk melewati jembatan itu sendirian, apalagi di saat malam-malam seperti ini.

"Tak apalah, bila sedikit lama, yang penting tidak melewati jembatan yang menyeramkan itu." Batinku dalam hati.

Saat itu aku telah sampai di pertigaan jalan, dimana bila aku mengabil jalur kiri, maka aku akan melewati jembatan yang aku maksudkan tadi, tapi bila aku mengambil jalur kanan, maka aku akan melewat jalan yang memutar. Tentu saja yang aku pilih adalah jalur kanan, tak apalah bila harus berkorban waktu sedikit. Sebenarnya malam itu, aku sudah sangat merasa lelah, setelah kegiatanku seharian tadi di saat bekerja, kini aku ingin segera sampai di rumah, dan mengistirahatkan tubuhku. Tapi kenapa aku merasa aneh ya, malam ini aku belum melihat satu pun orang di jalan, begitu sepi dan sunyi. Biasanya kalau masih jam segini, masih ada segelintir orang yang berada di luar, ya walau pun hanya sekedar berpapasan saat melintas. Tapi mengapa malam ini begitu terasa berbeda. Aku mengambil napas panjang, mencoba menenangkan diriku yang mulai berdebar dengan sangat kencang. Aku menyakinkan diriku untuk tetap berfikiran positif dan tetap tenang.

"Mengkin saja semua orang juga merasakan lelah dan malas untuk keluar rumah, iya mungkin seperti itu." Aku sambil membuang nafas

Namun saat aku sudah mulai sedikit tenang, mataku melihat seorang Nenek-nenek di tepi jalan, yang melambaikan tangannya kepadaku. Aku mengerjapkan mataku, mungkin saja aku sedang salah lihat, dan ternyata bukan, memang ada seorang Nenek-nenek yang melambai ke arahku. Segera kuarahkan motorku mendekati nenek-nenek tersebut.

"Ada apa Nek? Nenek butuh tumpangan ya?" Tanyaku pada Nenek-nenek tersebut.

"Enggak cu...., lagian rumah Nenek dekat dari sini, tinggal berjalan kaki sebentar lagi juga sampai." Balas sang Nenek dengan suaranya yang agak berat.

"Kalau tidak butuh tumpangan, kenapa Nenek ini melambaikan tangannya kepadaku tadi, seperti..... hendak mau menumpang. Terus.... kalau tidak butuh tumpangan lalu untuk apa?" Batinku dalam hati.

"Oh begitu ya Nek, lalu kenapa Nenek melambaikan tangan kepada saya tadi?" Dengan melihat lurus ke arah sie Nenek.

"Kalau itu, Nenek cuma mau ngasih tau sama kamu cu...." Ujar sie Nenek.

"Ngasih tau apa ya Nek?" Aku yang merasa bingung dengan maksud dari Nenek tersebut.

"Nanti, kalau kamu lewat jembatan, apa pun yang kamu dengar dan rasakan, dan apa pun yang terjadi, jangan sampai kamu menoleh kebelakang. Tapi kalau kamu terlanjur menoleh, maka pastikan kamu, harus memutar arah tujuanmu dan melewati itu dengan mata tertutup. Yah....sepertinya cuma itu yang bisa Nenek sampaikan ke kamu. Kalau begitu Nenek permisi dulu ya cu...." Sang Nenek mulai berjalan menyebrang jalan.

Setelah mendengar ucapan Nenek itu, aku jadi semakin memutar otakku, untuk mencerna kalimat Nenek itu barusan. Bukankah tadi aku memilih jalur kanan ya, yang sudah pasti tidak ada jembatan yang akan aku lewati, tapi kenapa Nenek itu berbicara seolah-olah aku akan melewati sebuah jembatan. Ah....mungkin saja karena sudah lanjut usia, Nenek tadi jadi lupa arah.

Tapi aku jadi ingin menanyakan ini pada Nenek-nenek yang tadi, dan aku pun menoleh ke seberang jalan, dimana arah Nenek tadi pergi. Namun, seketika aku menjadi membeku, tak kala Nenek yang sempat berbicara denganku tadi, sudah tidak ada disana, tubuhku jadi semakin merinding dan rasa takutku kembali bangkit. Bagaimana mungkin, seorang Nenek-nenek yang berjalan saja pakai tongkat, bisa secepat itu menghilang, sementara baru beberapa detik aku mengalihkan pandanganku darinya. Sungguh sesuatu yang mustahil bukan, kecuali kalau....Nenek tadi.....bukan..... manusia. Memikirkannya membuatku jadi makin merinding, aku pun segera menyalakan motorku dan melaju meninggalkan tempat tersebut.

Namun.....semuanya di luar dugaan. Saat ini, di depanku, terlihat sebuah jembatan yang ingin sekali aku hindari, aku kira aku hanya salah melihatnya, tapi saat aku mengucek-ngucek mataku, memang benar adanya, jembatan itu ada di depanku sekarang ini. Aku pun teringat dengan kata-kata Nenek yang bertemu denganku tadi, seaka-akan Nenek tadi tau apa yang akan terjadi padaku saat ini, semua yang dikatakannya menjadi nyata, dan sialnya lagi montorku tidak bisa menyala, alias mogok mendadak, padahal motor ini gak pernah punya sejarah mogok seperti ini sampai dengan saat ini. Aku pun masih berusaha untuk menyalakan montorku, tapi tetap saja tidak mau menyala, hingga aku mulai mendengar suara yang aneh, suara itu seperti suara rintihan kesakitan, dengan suara langkah kaki yang seperti diseret. Mendadak seluruh tubuhku menjadi gemetaran, bulu kudukku merinding dan aku tak berani untuk menengok kebelakang, karena aku masih mengingat apa yang dikatakan nenek tadi, yang memberitahukanku untuk tidak menoleh ke belakang. Rasa  takutku semakin menjadi, aku pun mendorong motorku dan terus berjalan ke arah depan, berharap aku bisa sampai ke rumah dengan selamat, dan ampai aku mulai mendengar suara Lisa yang memanggilku.

"Dinda..."

Tanpa adanya curiga atau apa, aku langsung mengira kalau itu Lisa yang datang untuk menjeputku karena aku yang tak kunjung pulang, dan akhirnya aku pun menoleh kebelakang, tapi mataku tidak dapat menemukan siapa pun di sana. Kini ketakutanku sudah memuncak, aku pun kembali melihat ke arah depan. Tapi...mataku membulat seketika aku terkejut dan rasanya jantungku mau lepas dengan apa yang ada di depanku saat ini. Tubuhku seakan tidak bisa digerakkan, membeku seperti es. Aku melihat seorang  yang bergelantung secara  terbalik, dengan kepala di bawah dan kakinya yang berada di atas, matanya hitam tanpa ada sedikit pun warna putih, mulutnya lebar dengan rambut panjangnya yang menjuntai ke bawah. Aku bertriak dengan begitu keras, tapi entah kenapa suaraku tidak bisa keluar. Rasanya aku sudah mau pingsan, apalagi saat hantu itu berbicara. " Apakah kau sedang mencari ku?" Ucap hantu itu yang melihat ke arahku dengan mata hitamnya. Aku ingin lari saja dari sana, tapi kakiku tidak bisa digerakkan, seakan menjadi batu, tanpa bisa bergerak sedikit pun. Aku pun teringat lagi dengan ucapan nenek tadi, aku segera menutup mataku, aku panjatkan sebuah doa agar aku bisa lolos dari tempat itu. Perlahan-lahan tangan dan kakiku sudah mulai bisa bergerak lagi. Aku menputar montorku dan berjalan memutar arah sambil mendorong montorku tersebut. Tiba-tiba suara seram itu kembali terdengar.

"Kau mau kemana....?"

"Jangan pergi.." Suara perempuan dengan nada yang begitu menyeramkan itu terus menerus berulang-ulang kembali.

Aku tak menghiraukan suara tersebut, dan masih saja terus berjalan, lama kelamaan suara itu pun mulai menghilang, hingga aku mendengar suara seorang lelaki yang menegurku.

"Neng mau kemana, malem-malem begini?"

Aku masih belum berani membuka mataku, karena bisa jadi suara itu juga bukan suara manusia. Namun suara lelaki itu kembali menegurku.

"Neng...neng.... Kenapa gak jawab atu neng."

Dan saat itu, aku mencoba memberanikan diri, perlahan-lahan untuk membuka mataku.

Terlihat seorang bapak-bapak yang berdiri di depanku sambil membawa senter.

"Neng...neng...Eneng gak apa-apakan?" tanya bapak-bapak itu lagi.

"Bapak ini manusia kan?" pertanyaanku yang begitu konyol.

"Lah iya atu neng, masak setan." Balas sang bapak dengan tersenyum.

Aku menghembuskan nafas lega. Akhirnya aku bisa lolos dari hantu perempuan tadi. Namun, di saat bersamaan, ucapan bapak yang ada di depanku saat ini, membuatku kembali ketakutan.

"Tapi dulu, waktu bapak masih hidup."

Wajah bapak tadi, seketika berubah menjadi sangat menyeramkan, dan aku yang melihatnya menjadi jatuh pingsan dan tak lagi sadarkan diri.

#Bisa jadi, teman kalian bukan teman kalian.

avataravatar
Next chapter