4 Kecelakaan!

"Pak, saya mohon lepaskan," Anna sekuat tenaga menjauhkan tubuhnya namun Aksel meraih pinggangnya dengan cepat.

Aksel tampak begitu memburu sekretarisnya yang terus bergerak

Namun, keadaan Aksel begitu panas pada tubuhnya seolah ada kejanggalan di sana.

Kini bibir Aksel tak lagi memaguti milik Anna namun turun ke leher bersih Anna.

"Mohon Pak, jangan. Ampun Pak."

Berulang kali Anna memohon, berulang kali pula Aksel meninggalkan kepemilikan di sana.

"Anna tolong tahan sebentar, ini pasti ada yang memasukan obat perangsang pada kopi saya. Tolong saya."

"Tapi saya enggak bisa nolong bapak, Pak saya mohon jangan begini, hiks."

Tangisan dari Anna semakin menjadi. Ia sudah dicengkeram oleh Aksel yang begitu kuat. Berteriak sekuat mungkin akan sangat percuma.

Tangan Aksel mengakses milik Anna dengan buas dan amat membuat Anna bingung dengan yang terjadi, ia meraih ponselnya namun hal itu sia-sia. Aksel merebut paksa ponsel milik Anna.

"Kamu bantu saya sebentar saja, saya yakin obat ini hanya sebentar karena saya masih sadar," ucap Aksel yang masih terengah-engah karena obat tersebut.

Kedua tangan Anna dicengkeran kuat oleh Aksel, sedangkan tangan Aksel yang satunya mengakses buah dada milik Anna yang cukup sintal tersebut.

"Astaga! Pak Aksel! Saya mohon Pak cukup!"

"Enggak bisa An, kepala saya pusing."

"Kalau pusing mending bapak istirahat saja, tolong Pak saya takut!"

Bukannya berhenti karena rasa pusingnya, Aksel kini sudah membuka pakaian atas milik sekretarisnya tersebut. Jelas Anna semakin belingsatan.

Tidak ada lagi kata yang bisa Anna ucapkan selain menangis dan merasakan rasa yang aneh pada dirinya.

"Anna, kamu indah!"

Anna benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi. ia kacau, pikirannya sudah entah di mana.

Aksel masih bersemangat namun tidak lama dari itu Aksel merasakan kepalanya amat berat dan rasa panas pada tubuhnya kian menghilang.

Semua tangan yang semula mencengkeram Anna kini terlepas, ia memijit-mijit kepalanya. Sedangkan Anna menangis dan cepat-cepat merapikan bajunya. Jelas ia merasa sangat kotor dan tidak suci akibat perbuatan CEO nya sendiri. Ia merasa dilecehkan.

Tin!

Bunyi klakson yang keras tepat di samping mobil Aksel. Ia berhenti, menyinari ke dalam mobil Aksel.

Orang yang ada di mobil tersebut turun dan matanya membelalak melihat keberadaan Aksel dan Anna. Segera dipotret keadaan Anna yang acak-acakkan dan Aksel yang terlihat berkeringat pula.

"Sial!" umpat Aksel yang sepertinya sudah sadar.

Aksel tiba-tiba memeluk Anna.

Mata Anna melotot seperti akan keluar.

"Bajumu belum terkancing semua, saya yakin di luar itu wartawan," bisik Aksel di telinga Anna.

"Tapi kenapa meluk saya?"

"Anna, kamu pintar sedikit, kalau orang tahu kamu tidak berbaju bagaimana berita besok!" bentak Aksel di telinga Anna.

"Astaga."

"Kalian sudah dapat gambar saya dan pacar saya kan, silakan pergi!"

Benar adanya orang yang diam-diam memotret itu adalah wartawan yang kebetulan melintasi jalanan tersebut dan mobil milik Aksel ini sangatlah berbeda jelas wartawan yang mengejarnya langsung tahu milik siapa.

Mobil hitam yang berisi wartawan telah berlalu, pelukan Aksel segera dilepaskan kasar.

"Maaf," ucapan bersalah terdengar dari bibir Aksel.

Anna masih menangis dengan kejadian tersebut.

"Saya berhenti di sini, saya mau mengundurkan diri."

"Kamu memangnya tahu ini di mana? Ini malam!"

"Dari pada saya harus dilecehkan oleh atasan yang tidak bermoral di sini!"

"Jangan gila Anna, di sini bahaya."

"Kamu yang lebih gila, saya sudah kotor!"

"Anna maaf, saya sudah minta maaf kan?"

"Memang harga diri saya cukup dengan kata maaf?"

"Jadi kamu mau saya bayar? Oke! Saya akan bayar."

"Enggak perlu, saya mau mengundurkan diri!"

Semua pakaian Anna tertutup rapi dan mengambil tasnya. Ia keluar dari pintu mobil tersebut, menutupnya kencang.

Aksel tak mau diam, ia mengemudikan mobilnya menyusul Anna yang berjalan mendahuluinya.

Sengaja Aksel menghentikan mobil menghalangi Anna. Ia keluar dari mobil tersebut.

"Anna! Kamu pikir di sini akan aman hah!"

"Setidaknya saya tidak pergi dengan CEO yang melecehkan karyawannya!"

"Anna saya minta maaf, kamu dengarkan? Saya enggak tahu kenapa saya tiba-tiba seperti kesetanan tadi. Sepertinya dalam kopi tadi ada yang sengaja memasukkan obat perangsang."

Anna menangis kembali, ia terduduk dan bingung dengan keadaan itu.

Aksel memandangi Anna dengan rasa yang cukup bersalah, sebelumnya Aksel tidak pernah bersikap lebih sopan seperti ini.

"Anna saya mohon maafkan saya, ini benar-benar kecelakaan."

Anna menghiraukannya, ia menangis dan terlihat seperti orang gila, karena setengah tubuhnya merasa dilecehkan.

"Setidaknya kamu pulang dulu, saya antar kamu pulang."

"Makasih! Saya pulang sendiri saja!"

Anna bangkit dan berjalan kembali, beruntungnya ada sepeda motor yang melintasi jalan tersebut dan Anna mencoba menghentikannya namun tak juga berhenti.

Aksel masih memandangi Anna yang berjalan menjauhinya. Ia mulai mengendarai mobilnya dan mencoba berhenti di dekat Anna kembali.

"Anna masuklah, tempat ini tidak aman, masih beruntung kamu dengan saya, ketimbang laki-laki brutal lainnya."

"Cih, apa bedanya, sama saja!"

"Anna! Saya sudah berbaik hati, kesabaran saya habis! Cepatlah naik!"

Anna mempertimbangkan keadaan malam itu, ia terpaksa masuk kembali ke mobil Aksel dengan wajah sembab akibat tangisnya dan kesal pada Aksel.

Suasana tidak lagi hening karena Aksel terus berusaha berbicara pada Anna.

"Kamu tahu kan tadi ada wartawan?"

Anna tak menjawabnya.

"Berita akan muncul besok pagi, dan kamu dengar sendiri tadi kalau kamu saya katakana pacar saya."

"Kenapa harus bilang pacar sih! Gila ya Pak?"

"Kalau tidak begitu kamu dan saya tidak akan aman, kalau kamu saya katakan pacar berarti tidak akan ada berita buruk!"

"Harusnya Bapak biarkan saja saya, tidak usah meluk dan bilang pacar!"

"Kamu mau dianggap jalang?"

Mata Anna semakin membara dan naik pitam, ia memandangi Aksel yang mengendarai mobil begitu kesal.

"Mulai sekarang di media akan menganggap kita pacaran."

"Saya akan berhenti bekerja!"

"Enggak bisa Anna!"

"Kenapa sih!"

"Kamu mau semakin ditarik wartawan karena kasus ini"

"Ya terus saya harus apa?"

"Berpura-pura jadi pacar saja dan tetap bekerja di kantor."

"Pak, saya punya pacar, Bapak juga tahu itu."

"Saya akan bayar gajimu dua kali lipat dari biasanya."

Anna terdiam dengan penawaran gaji tersebut, sebenarnya itu bagus jika mengingat orang tuanya yang memiliki hutang banyak.

"Kamu diam berarti setuju!"

"Tapi," ucap Anna ragu.

"Apalagi? Masih kurang? Atau kamu memang senang mendapat bayaran lebih karena tubuhmu?"

"Saya tahu Bapak kaya, uang mudah dibagikan. Tetapi tolong jaga ucapan Bapak, saya tidak akan diam saja kalau Bapak macam-macam Karena kasus pelecehan ini bisa saya umbar kapan saja!"

"Silakan saja umbar jika kamu mau terlihat murahan, kamu tahu saya. Jelas saya bisa beli media. Nantinya tetap kamu yang akan bersalah."

"Wah memang gila!"

"Sudah kamu ikuti saja perintah saya!"

"Ada syaratnya."

"Apalagi!"

"Saya tidak mau orang-orang tahu tenang pelecehan ini!"

avataravatar
Next chapter