webnovel

Saat Sarapan Pagi

Yani bangun pagi-pagi pada jam biasa ia terbangun. Dengan hati-hati tanpa bersuara ia duduk di pinggir tempat tidur mengumpulkan semua nyawanya, kemudian ia terlihat sangat kaget setelah menyadari Agung suaminya tertidur di sofa.

"Mas Agung tertidur di sofa? Maafkan aku ya Mas", bisik Yani lirih.

Yani merapikan dirinya lalu bangun dan dengan berjinjit dia keluar dari kamar Wendy. Sangat hati-hati dia membuka dan menutup kamar Wendy agar tidak menimbulkan suara, kemudian dia menuju ke arah kamarnya dan dia melakukan aktivitas pagi seperti biasanya, membersihkan tubuhnya lalu sholat subuh.

Setelah itu Yani menuju ke arah dapur dan melihat beberapa pelayan ada di dapur dan terlihat kikuk saat melihatnya.

"Selamat pagi. Tolong bantu saya siapkan sarapan pagi ya buat Nyonya Wendy dan Tuan", ujar Yani lembut yang membuat kaget semua yang ada di dapur.

"Biar kami saja yang menyiapkan Nyonya, silakan Nyonya beristirahat saja", ujar salah satu pelayan memberanikan diri.

"Ngga apa-apa. Saya terbiasa menyiapkan sarapan untuk saya dan anak saya di rumah. Mari kita lihat, saya bisa masak apa buat sarapan pagi ini", ujar Yani lalu membuka pintu kulkas dan melihat ke dalamnya yang terlihat penuh terisi bahan makanan.

Yani dengan cekatan mengambil beberapa bahan makanan lalu mengolahnya menjadi makanan untuk sarapan pagi.

Setelah selesai, Yani menata meja makan untuk dirinya, Wendy dan Agung. Para pelayan juga tidak luput mendapatkan bagian mereka dan mereka sangat menyukai masakan Yani.

"Enak sekali Nyonya. Bolehkan kami diajarkan cara membuatnya juga lain kali?", tanya salah seorang pelayan dengan sopan.

"Boleh. Kapan-kapan kalau saya menginap di sini lagi akan saya ajarkan", ujar Yani tersenyum ramah.

"Loh Nyonya tidak tinggal disini bersama Tuan?", tanya seorang pelayan yang penasaran.

"Saya punya rumah dan anak kecil yang harus saya urus. Lagian bisnis saya bisa berantakan kalau saya tidak sering kontrol dan saya ngga bisa bayar hutang nanti", ujar Yani tersenyum.

"Ya sudah, saya sarapan dulu ya", ujar Yani menghindari pertanyaan lain lagi karena ia masih melihat para pelayan memperlihatkan segudang pertanyaan di wajah mereka.

Saat sedang menyuapkan makanan ke mulutnya, pintu kamar Wendy terbuka dan tampak Agung keluar dari kamar lalu berjalan menghampirinya. Yani tersenyum melihat Agung dan saat sudah didekatnya Agung langsung mencium pucuk rambut istrinya.

"Selamat Pagi", sapanya.

"Sarapan dulu Mas. Mas mau aku buatkan kopi atau teh?", tanya Yani lembut.

"Buatkan kopi saja. Aku masih mengantuk", ujar Agung lalu duduk di meja makan disebelah Yani.

Yani mengangguk lalu menuangkan makanan diatas piring Agung dan menuangkan air putih di gelasnya. Lalu Yani berjalan menuju ke dapur untuk membuatkan secangkir kopi untuk Agung.

Yani kembali dengan cangkir kopi ditangannya, lalu Yani kembali duduk namun tak lama ia bangun lalu pindah duduk ke depan Agung.

"Kenapa pindah?", tanya Agung bingung.

"Itu, kursinya kurang enak diduduki nya seperti ada sesuatu yang menusuk bokongku", ujar Yani tersenyum.

Agung melihat ke arah kursi di sebelah dan ia mengerutkan keningnya karena merasa tidak menemukan keanehan pada kursi itu. Agung tidak berkomentar dan ia kemudian melanjutkan makan sarapannya sambil memperhatikan semua tingkah Yani yang terlihat salah tingkah.

"Mas, aku pulang siang nanti ya untuk mempersiapkan keperluan aku menemani Wendy untuk Treatment. Aku akan mempersiapkan dokumen aku dan meminta Johnny membantu aku untuk mendapatkan dokumen untuk tinggal di negara mu. Sekalian aku harus merapikan barang-barang Ryhan, biar dia bisa tinggal sementara sama Prasetya", ujar Yani tersenyum.

"Do as you wish", ujar Agung pasrah.

Percuma kalau ia berdebat karena ia tahu benar sifat istrinya itu yang akan mempunyai 1001 alasan untuk melakukan apapun yang ia inginkan.

"Terima kasih ya Mas", ujar Yani tersenyum senang.

Setelah sarapannya selesai, Yani meminta pelayan membersihkan meja makan dan menyuruh pelayan membawakan sarapan ke kamar Wendy. Yani lalu berjalan menuju ke arah kamar dan tanpa ia sadari Agung mengikuti langkahnya. Yani sangat kaget saat ia akan membuka pintu kamarnya mendapati Agung berada di belakangnya.

"Ada yang mau Mas suruh dari aku?", tanya Yani sopan menghadap ke arah suaminya.

"Masuklah dulu, aku ingin bicara", ujar Agung lalu mengikuti Yani yang kemudian masuk ke dalam kamarnya.

Setelah menutup pintu, Agung lalu duduk diatas sofa di kamar dan Yani kemudian duduk di dekatnya.

"Aku tahu kamu menghindari aku dari semalam. Aku ngga akan memaksamu melakukan kewajiban mu, tapi kamu sekarang tangguh jawabku. Sebelum memutuskan sesuatu, tolong minta pendapatku dulu", ujar Agung tegas. Ia menatap tajam ke arah Yani yang kemudian terlihat mengangguk mengerti.

"Maafkan aku Mas kalau aku mengambil keputusan untuk menemani Wendy tanpa menanyakan pendapat mu dulu. Aku hanya ingin dia tau kalau banyak orang yang menyayangi nya yang dapat membantunya melawan penyakitnya. Tolong mengerti ya Mas", ujar Yani lembut.

"Aku mengerti, makanya aku mengijinkan kamu melakukan apapun yang kamu sudah putuskan. Mulai sekarang tanyakan dulu padaku apapun yang akan kamu ingin lakukan karena aku suamimu dan kamu tanggungjawab aku. Jangan menghindari aku lagi, aku suamimu dan terimalah itu dengan lapang dada", ujar Agung lembut.

Yani mengangguk. Agung lalu mendekati Yani lalu mengeluarkan sesuatu dari dompetnya yang berupa sebuah kartu debit dan kartu kredit.

"Ini hakmu, kewajiban aku menafkahi kamu. Aku tahu kamu pasti akan menolaknya tapi aku harus memberikan hakmu. Terserah kamu mau kamu apakan yang penting kamu tahu kalau kamu sekarang punya aku yang akan selalu melindungi mu dan akan menjadikan tempat kamu bersandar", ujar Agung lalu memberikan kedua kartu itu ke tangan Yani.

"Pin nya sama dengan tanggal lahir mu", ujar Agung tegas. Terlihat air mata menetes dipipi Yani.

"Kenapa kamu menangis? Apakah perkataanku ada yang menyakiti mu? Maafkan ya", ujar Agung lalu menghapus air mata dipipi Yani.

"Maafkan aku ya Mas. Aku mungkin perlu waktu untuk beradaptasi lagi. Ini bukan air mata kesedihan tapi air mata bahagia karena Tuhan memberikan aku kembali suami seperti mu yang pernah dengan bodohnya aku lepaskan. Maafkan kesalahanku yang lalu ya Mas", ujar Yani menatap lembut ke arah Agung.

Agung makin mendekati dan kemudian dia mencium bibir Yani dengan lembut. Yani tidak melakukan perlawanan dan Agung makin mencium istrinya semakin dalam. Setelah puas berciuman, Agung memeluk istrinya erat. Yani memerah mukanya karena malu telah kembali berciuman dengan Agung dan menyembunyikan mukanya di dada Agung yang tersenyum senang.

Next chapter