1 ° 1.1 : Rencana Pekan Sihir Sekolah

Akademi sihir Atria terletak ditengah jantung ibu kota Edenhills, Athenia. Kemegahannya membuat setiap orang berdecak kagum. Para penyihir muda selalu bermimpi memasukinya meskipun tahu itu sangat sulit. Setidaknya ada  keinginan untuk menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Bila beruntung mereka bisa diangkat menjadi perwira militer tanpa seleksi dan berkehidupan mencukupi sampai akhir hayat.

Edenhills sendiri adalah sebuah negara kepulauan yang dipimpin oleh Raja Aguaris keduabelas. Pengendalian alam yang diakui hanya air, udara, dan api. Tidak ada pengendali tanah, sebab para pengendali itu berdiri diujung dunia secara otonom.

Tahun ini penerimaan murid baru angkatan ke-421 berjalan mulus. Dari ribuan pendaftar yang mengikuti seleksi, hanya 20 anak dari masing-masing kelas pengendali yang diterima. Upacara penyambutan diadakan begitu meriah. Kembang api buatan peri cahaya membuncahkan kekaguman para pendatang.

Di tengah gegap gempita perayaan, seorang gadis belia kelihatan sibuk kesana kemari mencari sesuatu. Langkahnya terhenti ketika tanpa sengaja ia menubruk tubuh yang sedikit lebih tinggi. Dia meringis. Dan refleks mengelus keningnya.

Gadis itu mendongak. Wajahnya langsung menampilkan keterkejutan.

"Ma-ma-maafkan aku Se-senior!" ia menunduk takut sewaktu menyadari dua garis hitam pada dasi orang tersebut. Baru saja diterima sudah kena masalah. Apalagi seragam merah itu menandakan bahwa senior ini berasal dari kelas pengendali api.

"Oh tidak apa-apa. Lagi mencari seseorang?" tanya sang senior ramah. Wajah anak perempuan itu seketika sumringah, apalagi ia mendapatkan senyuman manis dari Kakak tingkat yang tidak dikira seramah ini.

"Iya Senior ... Senior Kala?" Ia membaca nametag yang tersemat rapi di sebelah kanan Kala.

'Kala Jenggala L.'

"Panggil saya Kak Kala," kata Kala ramah.

"Ah iya Kak Kala, perkenalkan nama saya Nadine. Saya mencari Senior Yudha tapi tidak ketemu-temu, apakah Kak Kala tahu di mana ruangan rapat ketua khusus Andrumsloft?"

Kala menganggukan kepala. Ia menuntun sang junior menuju tempat Yudha berada tanpa keraguan sama sekali. Mereka bahkan terlibat pembicaraan mengasyikkan sampai Nadine tak sadar bahwa kini dia sudah mencapai pintu ruangan yang dituju.

"Nah sudah sampai ! Lain kali kalau tidak tahu sesuatu tanyakan saja. Duluan, Nadine." Kala melambaikan tangan sambil berlalu. Ia pergi meninggalkan Nadine di depan pintu berlambang putaran angin.

"Apa dia benar-benar dari kelas Andrumseldur? Kak Kala tidak terlihat seperti orang dari kelas itu sama sekali," gumam Nadine pelan.

"Kala pengendali api sejati, jangan menyangsi hanya karena wajahnya yang kalem. Dia cukup ganas jika bertarung. Jadi, apa kau Nadine?"

"DEMI TUHAN!" Nadine mengelus dadanya. Ia dikejutkan oleh kedatangan mendadak seorang pemuda di sisi kiri. Kalau ia lupa orang itu adalah Senior, mungkin Nadine akan menghempaskannya ke langit.

"Maaf, maaf. Tidak sengaja mendengar percakapan kalian saja. Silakan masuk calon ketua angkatan."

"Anoo Senior ... "

"Ya?" Tangan Yudha mengawang sebelum sampai ke knop pintu,  wajahnya kini memandang Nadine lekat-lekat.

"Apa semua andrumseldur sebaik Kak– ah maksud saya Senior Kala? Bukan kah itu berarti kita bisa berteman dengan baik juga?"

"Sayang sekali Nadine, hanya Kala satu-satunya Andrumseldur dengan pengendalian emosi tinggi. Kau bebas berteman dengan siapapun tapi tetap jaga batasan," senyuman penuh makna dari Yudha memupuskan keinginan Nadine untuk berbicara lebih jauh.

  ■■ ⓐⓣⓡⓘⓐ ■■

Kala kembali berjalan menuju kelasnya sendiri setelah selesai mengantarkan seorang junior ke Yudha. Ia sedikit termenung memikirkan bagaimana reaksi Nadine kali  pertama menyadari asal kelasnya.

'Apakah pengendali api begitu menyeramkan?'

Belum selesai kaki Kala menuju kelas, sebuah suara mengintrupsi dengan lantang.

"YO KALA!"

Kala berbalik, mendapati kawan sekelasnya melambaikan tangan seraya berlari menghampiri. Rambut kecokelatan Saka kelihatan berbeda, ia menduga bahwa Saka telah memangkas helaian dekat telinga.

"Saka ... aku kira kamu masih betah liburan keliling Edenhills."

"Setidaknya sapalah aku, tanyakan kabarku dulu. Kau ini memang tidak pernah peka," Saka mengusak rambut Kala seolah dia adalah adiknya sendiri. Gerakan Saka membuat Kala kewalahan dan dia hanya bisa pasrah.

"Kalian selalu ribut,"

"Oh Evan! Lama tidak jumpa, liburan 3 bulan membuat wajahmu semakin tua. Apa kau berlatih terus sampai soul core mu aus?" Saka kini merangkul bahu Evan yang baru saja bergabung bersama mereka, sementara Kala tengah sibuk merapikan rambutnya kembali.

"Daripada itu, liburan belum selesai kenapa kalian ada disekitar sekolah?" tanya Kala penasaran. Jarang sekali dua manusia yang membenci sekolah bisa begitu kelihatan rajin.

"Ah aku mengantarkan Ezra mengurus keanggotaan perpus," jawab Saka santai.

"Kau tidak bergabung, kan?" Evan memberikan pertanyaan menyelidik, namun Saka malah tersedak ludahnya sendiri. Kala terkekeh geli memahami situasi.

"Dia sudah bergabung, Evan. Tidak diragukan lagi, huum huum."

"Oi Kala, kenapa kau selalu mendukung Evan?" Saka mulai kesal.

"Aku tidak mendukungnya, hanya mengatakan fakta," ujar Kala sembari menjulurkan lidah secara meledek.

"Kalian benar-benar menguji kesabaranku! untung teman!" Saka menggeram tak terima.

"Kau sendiri kenapa masuk sekolah, Kala? Bukannya pertemuan ketua kelas Andrumseldur lusa?" tanya Evan mengakhiri perdebatan tak bermakna. Wajah Evan datar seperti biasa, namun tak sedikit yang meliriknya saat berpapasan. Paras Evan memang bukan main jawara, apalagi dia tinggi dan cendurung pendiam.

"Aku dapat pemberitahuan dari Guru Seigi, katanya kelas kita boleh  berpartisipasi di pekan sihir sekolah. Aku harus mengatur siapa yang mengikuti lomba supaya bisa langsung berlatih."

"Oh sudah kuduga dari Kala, selalu mengurusi kelas tanpa memperhatikan diri sendiri." Sarkasan Saka membuat Kala mendaratkan pukulan telak ke perut pemuda itu. Saka terhuyung ke belakang sambil menahan sakit yang menjalar di bagian perut.

Kala tersenyum lembut, "bisa kau katakan lagi Saka?" tanyanya ramah meski aura yang menguar penuh dengan tekanan. Nyali Saka seketika menciut.

Alasan lain Kala terpilih menjadi ketua kelas adalah karena dia sangat menyeramkan. Itu saja sudah cukup membuat anak Andrumseldur mematuhinya dengan hormat.

Evan menguap. Sudah sangat terbiasa dengan bagaimana tingkah Saka dan reaksi Kala. Dia hanya berharap suatu hari mereka tidak benar-benar saling membunuh. Evan malas jika harus turun tangan mengendalikan kemarahan Kala.

"Evan kenapa di sini?" Saka mengalihkan pembicaraan.

"Aku hanya gabut. Kemarin ke rumah Kala kata orangtuanya dia sudah berangkat ke sekolah," jelas Evan setengah niat setengah tidak.

Kala menghela napas. Dia sudah cukup lelah menempatkan posisi yang pas bagi teman sekelasnya untuk pekan sihir nanti,  dan ketenangan itu harus pupus selagi Evan dan Saka terus mengikuti. Kamar mereka memang bertetanggaan. Kendati demikian Kala cukup senang. Dia tidak harus sendirian. Mereka bertiga melanjutkan perjalanan menuju kelas setelah lama berdiri di tengah lorong tingkat satu.

■■ ⓐⓣⓡⓘⓐ ■■

"Perlombaan yang diadakan nanti adalah wawasan teori sihir, duel elemen, dan pertempuran lima menara. Delegasi wawasan teori sihir maksimal empat,  duel elemen dengan satu kelompok dua orang maksimal mengirimkan 3 kelompok sementara pertempuran lima menara hanya satu kelompok beranggotakan lima orang. Satu siswa hanya boleh mengikuti satu perlombaan. Karena  itu ... " seorang wanita cantik berdiri di depan beberapa muridnya. Ia begitu anggun selayaknya peri hutan seukuran manusia. Penjelasan singkat mengenai pekan sihir disimak baik-baik oleh para siswa tanpa terkecuali.

"Untuk duel elemen yang sudah pasti dikirim pasangan Queen dan Juna. Perlombaan lima menara Calya, Selesti, Yama, Joe, dan Mint. Selain itu kalian boleh memilih sesuai bidang keahlian. Ingat, tujuan utama memang kemenangan tapi harga diri kelas jangan sampai jatuh. Bermainlah  jujur dan sportif siapapun lawan kita."

Keduapuluh murid menjawab 'baik' secara serempak. Andrumsvatn tingkatan 2 tengah melaksanakan pertemuan dengan wali kelas, padahal libur sekolah belum usai. Tapi tidak ada yang mengeluh sebab mereka sangat menghormati Guru Lili maupun Queen selaku ketua kelas.

"Oh,  tahun ini Andrumseldur tingkat 2 ikut berpartisipasi. Mereka satu-satunya kelas pengendali api yang diizinkan ikut," kata wanita itu lagi. Kali ini wajahnya sangat serius, membayangkan anak didik musuh bebuyutannya sudah boleh berpartisipasi. Mereka tidak bisa diremehkan tentu saja.

"Guru Lili kenapa harus takut? Mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan kelas kami. Sangat mudah." Salah satu murid menyuarakan pendapat. Hampir seluruh kelas tertawa lepas. Mereka menjatuhkan andrumseldur dan mengatai ketidakmampuan para pengendali api tingkat dua itu.

"Bodoh sekali," gumam Queen yang hanya bisa didengar oleh Calya.

"Biarkan saja, Queen. Toh mereka hanya melihat andrumseldur kelas para pembuat onar dan lemah."

"Bodoh sekali meremehkan kelas itu apalagi wali kelasnya Guru Seigi. Menertawakannya sama saja dengan menertawakan Guru Lili," balas Queen sambil tersenyum. Selang beberapa detik kemudian gebrakan keras terdengar dari arah depan. Wajah Guru Lili sangat menyeramkan.

"Jangan meremehkan mereka. Sekali meremehkan lawan, maka tamatlah riwayat kalian! Perbaiki kepribadian tak bermoral itu. Sekian." Guru Lili melenggang pergi,  meninggalkan keheningan panjang di dalam kelas.

Queen dan Juna maju menggantikan, mereka mengumumkan jadwal latihan dan siapa saja yang ingin mendaftar lomba. Mereka berharap kelas ini bisa memahami ucapan Guru Lili. Karena andrumseldur maupun andrumsloft tidak bisa diremehkan sekecil apapun.

■■ tвc ■■

avataravatar
Next chapter