5 pamer paha

Baru dua minggu aku menempati tahun ajaran baru, namun sekolah sudah mengadakan lomba antar kelas untuk merayakan HUT sekolah. Seru sih, awal tahun pelajaran baru memang selalunya begini. KBM belum efektif.

"Ra, ikutan main basket ya?" tanya teman sekelasku. 

Aku sih mau-mau saja, tapi melihat cuaca sedang panas-panasnya maka sebaiknya aku menolak.

"Ga bisa, Jun. Gue ga jago basket." Aku jujur kok. Aku memang tidak bisa basket.

"Alah tahun kemaren aja bisa nyetak point, alesan ya lo?!"

Nah kan kalau sudah disudutkan begini beda lagi ceritanya. Tapi tidak apa-apa, ini kali terakhir aku bisa merasakan lomba antar kelas selanjutnya aku hanya akan merasakan stress nya menghadapi tugas yang menumpuk dan soal-soal latihan.

"Ya udah ok."

Cara membahagiakan temanku itu sederhana saja, dengan aku bilang ok saja dia senang bukan main. Lihat saja Ajun sekarang sudah teriak dengan binar bahagia di wajahnya. Alhamdulillah amal.

"Kalo gitu gue cari yang lain dulu, lomba classmeet nya ditambah e-sport sekarang," seru Ajun.

Aku menganggukkan kepala lalu dia pergi mencari teman-temanku yang sedang beristirahat di kantin belakang.

Aku sekarang berada di kantin tengah, lumayan jauh dari kelasku. Disini suasana sangat ramai karena ditiadakannya KBM. Duduk sendiri disini aku merasa seperti murid yang dikucilkan, padahal tidak. Banyak sekali anak kelas sepuluh yang datang kesini, terutama perempuan, untuk mencari perhatian kakak kelasnya. 

"Duh, kak, kok sendirian aja sih, ga punya temen ya? Kasian." Satu adik kelas dengan gaya rambut curly yang aku yakini itu hasil catokan berdiri dengan angkuh di depanku.

Aku hanya meliriknya tanpa minat dan juga kunaikan sebelah alisku.

"Sombong banget sih lo! Mentang-mentang kakak kelas. Pasti gara-gara lo sombong terus lo ga punya temen ya?" Dua temannya yang ada di belakang cekikikan.

Aduh sumpek sekali telingaku mendengar ocehan dia. Aku rasa dia akan mencari masalah denganku lebih banyak lagi kedepannya.

Aku tidak suka ribut, bukan berarti aku takut. Aku terlalu malas meladeni orang-orang yang berpikiran seperti anak kecil.

Aku menanggapi adik kelas tadi dengan senyum tipis. Seolah aku tidak peduli aku terus memakan batagor di depanku. Mungkin mereka kesal karena tidak aku hiraukan, mereka berlalu begitu saja.

Sudahlah biarkan saja orang seperti itu, hanya mengganggu ketenangan saja.

"Permisi, kak! Numpang duduk ya soalnya meja lain isinya cowok semua," seru seseorang.

Aku menengadahkan kepala, mengangguk samar sebagai jawaban.

Kalau begini kan enak, anaknya sopan jadi aku juga tidak perlu repot-repot memasang telinga demi mendengar ocehan tidak jelas.

Dia makan dengan tenang, sama sepertiku. Sesuai dengan tujuannya tadi; numpang duduk, entah bagaimana dengan menit kedepannya.

"Salam kenal, kak, aku Vivi, adeknya bang Gara kelas XII-F4." Sudah kuduga.

Tapi, Gara kelas XII-F4 aku tidak tau dia siapa.

"Salam kenal, Dara," aku tersenyum tipis.

"Ih namanya hampir sama, jodoh ya kalian?" apanya yang jodoh? Aku saja tidak kenal.

"Tapi gue ga kenal siapa Gara."

Vivi menutup mulutnya, terdiam. Mungkin heran karena aku tidak tau Gara itu siapa. "Ternyata bang Gara bullshit doang, dia bilang pas dia pindah kesini langsung jadi primadona eh taunya ada yang gatau dia siapa. Dasar kang pede."

Aku tidak tau harus menanggapi apa, jadi aku diam saja. Selanjutnya aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah adik kelasku satu ini. Anaknya bawel dan ekspresif sekali.

"Huh! Aku capek ngomong kak, gantian dong!" gerutunya. Mukanya lucu sekali. Aku terkekeh.

"Gue gatau mau ngomong apa, gue duluan ya? Bentar lagi kelas gue tanding," ucapku. Lalu aku berdiri dan meninggalkannya di meja tadi.

Tidak kusangka dia akan menyusulku. "Aku mau nonton sama kak Dara."

Sudah seperti induk ayam aku ini, tapi tak apa. Sikapnya tidak membuatku risih. Aku suka pembawaan sikapnya yang ceria, setidaknya ia bisa mencairkan suasana ketika aku hanya diam saja.

"Tapi gue yang tanding, Vi."

"Wah kalau gitu aku yang semangatin kak Dara."

Sudah ku bilang bukan kalau dia punya pembawaan yang ceria. Ekspresi dia saat ini mirip seperti anak kecil yang baru saja dibelikan mainan.

"Ga usah banyak tingkah ya? Angkatan gue galak-galak soalnya," tentu saja aku bercanda. Mungkin memang beberapa ada yang galak, tapi angkatanku termasuk angkatan paling ramah dari angkatan yang ada. "Masa sih kak? Kak Dara ga galal tuh."

"Belum kelihatan aja," aku terkekeh.

Aku memang jarang galak terhadap orang-orang, aku lebih memilih diam daripada harus mengeluarkan suara yang membuang tenagaku itu.

Lapangan basket dipenuhi dengan semua angkatan. Pertandingan basket ini memang pertandingan terakhir hari ini.

Vivi duduk bersama teman kelasnya dan tentu saja dia duduk di barisan paling depan. Aku menuju ruang ganti untuk berganti jersey basket kelasku. Jersey ini disimpan di loker kelas, sudah dibuat sejak awal kelas 10.

Celanaku sudah kependekan tapi baju tanpa lengannya masih terlihat besar. Tak apa aku masih pakai kaos dalaman, hotpants juga.

Rambut yang semua ku kuncir kuda, kini ku gulung agar memudahkanku dalam bertanding.

"Woi, Ra! Mau basket apa pamer paha?" Ezhar sialan!

Aku mengacungkan jari tengahku sambil meliriknya sinis. Teman lelaki kelasku langsung bersorak. Jarang sekali aku menatap sinis orang di depan orang banyak seperti ini.

Ramai sekali. Hari ini kelasku bertanding melawan kelas yang, em bisa dibilang tidak suka dengan kelasku. Entah punya dendam apa.

Ada satu orang yang menatapku sangat tajam, "tandingnya ga usah pakai otot, main sehat kita."

Lah bodoh!

"Kalau ga pakai otot pakai apa?"

Salah ngomong dia. Yah, sudahlah. 

Pertandingan berjalan dengan sempurna, bermain sesuai dengan strategi dan mengandalkan tenaga yang ada. Kakiku terasa mau lepas dari tempatnya. 

POINT!

Tidak kusangka aku bisa melakukan three point, ini sebuah kemajuan. Penonton bersorak. Sangat ramai. Aku jadi bangga dengan diriku sendiri.

Pertandingan babak satu selesai, aku punya waktu untuk mengistirahatkan kakiku. Aku meminum seteguk air dalam botol yang disediakan kelas.

Seseorang menoyor kepalaku, "lo kata ga bisa main basket. Apa banget lo!"

"Berjanda bang," aku menyengir.

"DUDA!"

Kok ngegas Ajun.

Ezhar berjalan ke arah timku.

"Keren lo, Ra. Gue kira cuma bisa pamer paha doang taunya pamer skill juga."

"Lo kata gue apa pamer paha, minta ditabok ya lo?!"

Ezhar ini orangnya jahil sekali, heran. Dosa apa aku dulu punya teman sejenis dia.

"Capek ga, Ra? Kalau capek gue pijitin," tangan Ezhar sudah mau menyentuh pahaku. Anak setan!

"TANGAN LO MINTA DIPOTONG YA, ZAR!" 

avataravatar
Next chapter