1 jadi pulang kampung?

Entah genre apa yang cocok untuk cerita ini. Aku bahkan tidak tau akan menuliskan apa untuk tiap-tiap halaman. Mungkin cerita dengan plot twist biasa (yang membosankan). 

Namaku Aiko Dara. Nama yang simple bukan? Gadis no life yang hobinya mendengarkan musik-kata mamaku. Mamaku bilang aku adalah anugerah, mungkin karena aku adalah anak satu-satunya.

Sebenarnya aku agak merasa bersalah, karena kelahiranku lah mamaku tidak bisa memiliki anak lagi. Tapi tak apa, bukannya menjadi anak tunggal adalah hal yang menyenangkan. Hahaha.

Tahun ini adalah tahun terakhirku di SMA. Aku merasa waktu begitu cepat berlalu. Padahal aku merasa baru kemarin aku menginjakkan kakiku di SMA. 

Dan sesungguhnya untuk gadis no life sepertiku, kehidupan setelah SMA adalah hal yang sangat sulit untuk kutebak. Aku menjadi overthinking karena itu.

Bagaimana dengan kuliah?

Bagaimana dengan kerja?

Tapi  bukankah aku masih bisa hidup nyaman karena papa dan mamaku akan selalu menghidupiku. Ah, tentu tidak. Kehidupan setelah aku lepas dari kedua orang tuaku akan terasa sulit jika aku terus bergantung pada mereka.

Lalu, bagaimana dengan kehidupan cintaku?

Aku tidak berpikir jauh tentang itu. Bagiku, uang dan wifi adalah sesuatu yang lebih berharga daripada cinta. Tapi, mungkin aku akan merasakannya nanti? Entahlah.

.

.

Apa yang ada dipikiran orang lain tentang diriku? Tentu saja aku tidak tau.

Hari ini seperti biasanya, bangun kesiangan dan akhirnya terlambat ke sekolah. Beginilah nasib anak gadis yang ditinggal sendirian,mempunyai orang tua yang workaholic. Huh! Tak apa, asal uang masih mengalir semuanya beres.

Satpam sekolah mungkin sudah bosan melihatku datang tiga puluh menit seusai bel dibunyikan.

"Pagi, pak satpam. Hehe," sapaku.

Pak satpam yang selama tiga tahun ini tak kuketahui namanya itu hanya menggelengkan kepala. "Mau sampai kapan to neng Dara telat mulu."

Aku hanya menyengir. "Ampun deh, pak. Ini yang terakhir."

Untung pak satpam baik. Dibukanya pintu gerbang.

"Makasih, pak."

Aku langsung berlari. Takut ketahuan Bu Mona. Sesampainya di kelas, aku langsung menerobos masuk. Alhamdulillah tidak ada guru. 

Bangku belakang adalah tempat duduk favoritku sejak kecil. Ramai dan menyenangkan. Lebih leluasa untuk tidur dan juga bermain game ketika bosan. 

"Eh buset si Dara kagak ada kapoknya. Untung guru-guru tadi masih ada rapat buat degem-degem," celetuk teman sebelahku, Ezhar namanya.

Bangku paling belakang itu surganya cowok. Mereka bebas melakukan apa saja di belakang ketika mereka sudah mulai bosan. Namun nyatanya, masih ada juga cewek yang menempati bangku belakang.

Itulah aku dan Daisy-teman sebangkuku.

"Udah jadi hobi, Zar. Susah diilangin," lalu aku tertawa pelan.

Daisy masih nyenyak dalam tidurnya. Biasalah.

Tak lama suara pintu diketuk, lalu knop-nya terbuka secara perlahan. Terbukanya pintu itu menampilkan sosok Pak Dimas dengan muka fresh-nya.

Alhamdulillah semoga aja Pak Dimas yang jadi wali kelas ini. Batinku berharap

"Selamat pagi, anak-anak!" 

"Pagiiiii,pak!" teman-teman sekelasku nampak bersemangat.

Aku menepuk bahu Daisy pelan. "Dai, bangun napa! Gue jamin muka lo langsung seger kalau lihat muka Pak Dimas yang adem."

Daisy bangun.

Matanya terbuka sempurna, bola matanya berbinar.

"PAGI, PAK DIMAS!"

Memalukan. Sungguh.

Pak Dimas hanya terkekeh di depan sana dan teman-temanku yang lain hanya tertawa dan bersorak. Memang temanku satu itu tidak punya malu.

"Oke, sudah sudah. Jadi, saya ini ditunjuk buat jadi wali kelas kalian di tahun terakhir ini. Saya harap kerjasamanya ya," ujar Pak Dimas.

"Alhamdulillah," sorak seluruh penghuni kelas.

Memang patut untuk bersyukur. Selama dua tahun kemarin, kami selalu mendapat wali kelas yang super galak. Di kelas ini memang muridnya bandel-bandel, makanya dikasih wali kelas yang galak. Padahal itu semua tidak mempan. Mungkin lain dengan Pak Dimas nanti? Kita lihat saja.

Kelas yang semula ramai mulai kondusif saat Pak Dimas membacakan aturan untuk kelas kami. Aturan yang sangat mudah untuk kami ikuti. Benar-benar tidak memberatkan.

Boleh bolos selama tiga kali dalam satu tahun ajaran terakhir.

Mungkin agak berat untuk beberapa murid yang nampak sangat nakal, tapi Pak Dimas dapat mengatasinya dengan "Tahun terakhir kamu belajar berarti tahun terakhir kamu membuat masalah. Hanya untuk satu tahun ini saja kurangi kenakalan kamu" sungguh hebat bukan?

Boleh membela teman apabila ada yang dirundung. Bila tidak bisa dibicarakan secara baik-baik boleh kalian berbuat sesuka kalian, asalkan sudah tidak berada di kawasan sekolah.

Solidaritas memang harus diutamakan bukan?

Hanya itu yang dikatakan Pak Dimas. 

Tidak.

Masih ada lagi.

Beliau berkata, "kalau nanti ada masalah segera saja hubungi saya. Saya akan bantu."

Pak Dimas ini pengertian. Beliau tau remaja seperti kami, karena beliau juga mengalaminya dulu. Apa yang kami lakukan adalah batas wajar. Jika memang terlewat dari itu maka Pak Dimas juga akan member kami hukuman. 

Tegas tapi santai. Itulah yang aku suka dari Pak Dimas.

Setelah memberi beberapa patah kata di dalam kelas, kami diperbolehkan untuk keluar. Untuk hari ini KBM tidak dilaksanakan. Mungkin untuk seminggu ke depan juga tidak efektif. Karena kegiatan MPLS akan dilakukan pada waktu itu.

Aku dan Daisy memutuskan untuk pergi ke kantin. Semangkuk bakso dan segelas es the menjadi menu pilihan kita berdua.

"Liburan kemarin jadi pulang kampung, Ra?"

"Engga."

"Lah?"

"Papa sakit. Lagian oma kemarin juga udah kesini."

Daisy menganggukkan kepalanya. 

Suasana kantin sedikit ramai. Karena jam pelajaran kosong jadi kebanyakan menghabiskan waktunya untuk ke kantin. Mungkin anak-anak ambis berbeda lagi. Mereka akan ke perpustakaan atau hanya di kelas saja untuk membaca buku.

Aku ini tipe orang yang mau belajar kalau ada ulangan atau homework saja. Ya walaupun terkadang aku lebih suka menyontek. Hahahaha.

Di sekolahku ini tidak ada yang namanya most wanted seperti di cerita kebanyakan. Kalau ada yang ganteng ya sudah. Beberapa murid memang terkadang suka berlebihan daam menanggapi itu, namun sebagian juga ada yang memilih tidak peduli-aku misalnya.

"Ra, gue denger dari anak kelas tadi ada murid baru di kelas F4," ujar Daisy mengalihkanku dari semangkok bakso di depanku.

"Iya? Kan emang ada murid yang pindah setahun lalu."

"Ganteng. Gebet aja, Ra. Daripada jomblo mulu. Ga bosen lo?" Daisy tertawa.

Aku mencebikkan bibir kesal, "lo apa kabar?"

"Sialan."

Aku hanya tertawa.

Aku dan Daisy  ini satu paket. Dari dulu jomblo mulu. Bedanya kalau dia tetap pecinta cogan, aku memilih tidak peduli.

Ahjussi-ku lebih menarik. Atau kalau tidak ya, karakter 2D di anime.

Hari ini, tahun terakhirku dimulai.

avataravatar
Next chapter