webnovel

Nenek Masuk Rumah Sakit

Go Ae Ri akhirnya memutuskan untuk tetap naik bus itu, meskipun memang sedikit terlambat menyadari kalau dia pulang di jam-jam ini, neneknya akan curiga kalau dia tidak bekerja. Dan Ae Ri tidak mau neneknya sedih kalau dia sudah dipecat dari pekerjaan paruh waktunya.

Sambil melamun, Go Ae Ri menyandarkan kepalanya di jendela bus. Hatinya merasa kalut dengan keadaannya sekarang. Dia dipecat lagi. Dan sekarang dia murni kembali lagi menjadi seorang pengangguran. Entah bagaimana caranya dia menjelaskannya pada neneknya. Padahal Ae Ri sangat mengharapkan dari pekerjaan paruh waktunya dia bisa sedikit membantu neneknya mencari uang. Karena dia tidak mau neneknya bekerja sendiri menghidupi mereka berdua. Usianya sudah senja, namun neneknya masih bekerja di sebuah sauna sebagai seorang tukang bersih. Ae Ri tidak tega. Jadi dia berusaha untuk mencari pekerjaan agar bisa bertahan hidup dengan neneknya.

Go Ae Ri adalah seorang gadis yang baru menginjak usia 21 tahun. Dia tinggal berdua dengan neneknya di sebuah rumah sewaan. Go Ae Ri dibesarkan seorang diri oleh neneknya yang bernama Go Eun Kyung. Sementara dari Ae Ri dibesarkan oleh neneknya sejak usia lima tahun. Dan Ae Ri tidak pernah mengetahui orang tuanya secara jelas. Dari sejak kecil Ae Ri sering menanyakan keberadaan kedua orangtuanya. Neneknya itu tiadak pernah menceritakan dan memberi tahu. Hanya saja dia mengetahui kalau ibunya adalah anak kandung dari neneknya Go Eun Kyung. Dan hanya itu yang Ae Ri tahu. Dia tidak mengetahui wajah ayah dan ibunya. Sebenarnya Ae Ri mempunyai foto ibunya. Itu pun hanya selembar foto saat ibunya sedang remaja. Praktis, Ae Ri tidak tahu dengan jelas siapa kedua orangtuanya itu. Dan setiap kali dia ingin menanyakan hal itu pada neneknya. Neneknya akan marah bahkan memukuli dirinya sambil berkata, "Tidak usah mencari dan menanyakan orang yang sudah tidak ada."

Dari situlah Ae Ri menganggap ucapan neneknya kalau kedua orangtuanya sudah meninggal. Jadi Go Ae Ri pun tidak menanyakan hal itu lagi pada neneknya. Meskipun neneknya cukup keras padanya, namun neneknya itu adalah orang yang menyayanginya. Kalau dia tidak menyayanginya, mungkin neneknya sudah membuang dan menelantarkannya sejak kecil. Ae Ri dibesarkan dan disekolahkan oleh neneknya sampai SMA. Lulus SMA, memang Ae Ri sudah berniat untuk tidak melanjutkan pendidikannya. Karena dia ingin mencari pekerjaan sampai dia mempunyai uang untuk membiayai kuliahnya. Dia tidak mau membebani neneknya yang sudah tua dan mulai sakit-sakitan itu.

Ae Ri mengusap bulir bening yang tak sadar sudah jatuh dari sudut matanya. Dia teringat dengan kondisi neneknya yang sudah mulai renta dan sering mengeluh sakit. Pekerjaannya memang tidak mudah dan untuk usianya, seharusnya sudah jangan dipaksakan lagi untuk bekerja. Mengingat dia baru saja dipecat membuat Ae Ri merasa menjadi cucu yang tak berguna.

"Sebentar lagi kita akan sampai di halte Hoehyeon-dong," teriak supir bus mengingatkan para penumpangnya yang ingin turun di pemberhentian selanjutnya. Ae Ri kemudian bersiap-siap untuk turun dari bus. Dan setelah bus berhenti, dia pun segera turun dari bus.

Kemudian sambil menekan luka lecetnya Ae Ri berjalan menuju sebuah gang, melangkah dengan sedikit ragu, karena dia masih belum menemukan alasan pulang cepat.

"Ae Ri-ssi!"

Sebuah suara memanggil dari arah belakang. Dan dia pun mengenali siapa yang sudah memanggilnya itu.

"Oh Nyonya, ada apa?" tanya Ae Ri pada seorang perempuan setengah baya yang dia kenal sebagai Manager di sauna tempat neneknya bekerja.

"Kau dari mana saja, aku coba meneleponmu dari tadi?" seru Nyonya itu sambil terengah-engah karena setengah berlari menyusulnya.

Ae Ri kemudian memeriksa ponsel di tas pinggangnya. Dan ternyata ponsel itu sudah mati. Mungkin sejak dia pulang dari pengiriman naas itu, baterei ponselnya sudah kosong.

"Ah, baterai ponselku habis Nyonya, ada apa?" tanya Ae Ri pada Nyonya itu.

"Nenekmu tadi pingsan di tempat sauna, dan sekarang dia ada di rumah sakit," ucap Nyonya itu.

"A-apa, Nenekku di rumah sakit!" pekik Ae Ri panik.

"Ikut aku ke rumah sakit!"

Go Ae Ri pun kemudian mengikuti Nyonya itu menuju rumah sakit. Hatinya sungguh tidak tenang, karena baru kali ini neneknya sampai pingsan di tempat kerja. Selama perjalanan Go Ae Ri tak berhenti berdoa agar keadaan neneknya baik-baik saja. Tak terasa air matanya jatuh. Dia merasa tidak berguna, karena dia belum bisa membantu neneknya.

"Ae Ri-ssi, lebih baik kau bujuk nenekmu untuk tidak terus bekerja, kau tahu sendiri kan, usianya sudah tidak muda lagi. Dia mestinya menikmati masa tuanya dengan tenang!" ucap Nyonya pemilik sauna.

"Iya Nyonya, sebenarnya saya sudah membujuk nenek, tapi nenek tidak bisa dibujuk dan diberi tahu," jawab Go Ae Ri.

"Kasihan di usianya yang sudah tua, dia harus mengurus seorang cucu. Sungguh orangtuamu ituenjeeterlaluan Ae Ri!" ucap Nyonya itu.

"Apa kau tahu orangtuaku?" tanya Ae Ri sambil menatap wajah Nyonya itu dengan tatapan penasaran.

"Aku tidak tahu siapa orangtuamu, tapi nenekmu pernah mengatakan padaku, kalau kau ditinggalkan begitu saja oleh mereka. Dan mereka pergi entah ke mana," jawab Nyonya itu dengan emosi tinggi.

"Nyonya, terimakasih sudah membantu Nenekku selama ini, dan saya juga berharap Nenek diberhentikan saja oleh Nyonya, mungkin itu lebih baik," jawab Ae Ri meminta pada Nyonya itu agar bisa meberhentikan pekerjaan neneknya. Supaya neneknya tidak harus pergi bekerja lagi.

"Tetap saja aku tidak tega kalau sampai memecat nenekmu," jawab Nyonya itu.

Ae Ri menundukkan kepalanya. Apa yang harus dia lakukan untuk mencegah neneknya agar berhenti bekerja. Karena mungkin neneknya masih berusaha untuk menghidupinya, karena jika dia tidak bekerja tidak ada pemasukan untuk keluarganya.

Sampai di rumah sakit, Nyonya itu kemudian mengantar Ae Ri sampai depan.

"Ae Ri-ssi, aku sebenarnya masih banyak pekerjaan. Jadi tolong urus nenekmu sampai dia pulang dari rumah sakit. Dan ini gunakan untuk membeli obat nenekmu," kata Nyonya itu memberikan sejumlah uang padaku.

"Ny-Nyoya kau tidak usah memberikan uang," kata Ae Ri menolak karena malu.

"Terimalah Ae Ri, aku buru-buru!"

"Ba-baik Nyonya, nanti akan saya ganti uang Nyonya," jawab Ae Ri dengan suara tertahan karena menahan kesedihan.

Setelah Nyonya itu pergi, kemudian Ae Ri berjalan masuk ke sebuah ruangan rawat. Dan di sana terdapat beberapa pasien juga yang sedang dirawat. Ae Ri kemudian menemukan neneknya sedang terbaring tidur. Ae Ri pun menghampirinya dengan perasaan yang sedih. Ditatapnya wajah neneknya yang sedang tertidur. Ae Ri memegang tangan neneknya yang sudah tertanam jarum infusan.

Air matanya tumpah melihat keadaan neneknya itu. Dia adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki. Dia tidak tahu rupa kedua orangtuanya. Namun Ae Ri bisa yakin kalau ibunya pasti cantik. Karena dia bisa melihat wajah neneknya yang menyimpan jejak kecantikan di masa mudanya. Namun untuk wajah ayahnya dia tidak pernah tahu seperti apa rupanya. Neneknya tidak pernah menunjukkan fotonya.

"Ae Ri-ssi, apa kau itu?" suara nenek terdengar.

Ae Ri langsung mengangkat kepalanya yang dia rebahkan di samping tubuh neneknya.

"Halmeoni, apa kau terbangun?" kata Ae Ri sambil buru-buru menghapus air matanya.

"Apa kau sedang menangis?" tanya nenek itu melihat kedua mata Ae Ri yang sembab.

"Apa Halmeoni baik-baik saja, aku belum menemui dokter untuk menanyakan keadaan Halmeoni yang sebenarnya," sambung Ae Ri sambil menggapai tangan nenek yang hendak menjangkau wajah Ae Ri di depannya.

"Aku baik-baik saja Sayang, Halmeoni hanya sedikit pusing tadi saat bekerja," jawab neneknya sambil mengusap wajah cantik Ae Ri dengan tangan keriputnya.

"Halmeoni, berhentilah bekerja. Biar Ae Ri saja yang bekerja!" ucap Ae Ri sambil memegang tangan neneknya.

Neneknya tidak menjawab. Hanya tatapan sedih dengan penuh rasa luka yang dia berikan pada Ae Ri. Ae Ri semakin tidak tega melihatnya.

"Ae Ri-ssi, sepertinya Halmeoni sudah tidak punya waktu yang banyak untuk hidup menemanimu," kata neneknya dengan suara berat.

Jangan lupa memberi bintang 5 ya.

Gomawo-yo!

^.^

Van_Theglang86creators' thoughts
Next chapter