10 9

9

"Ya, sejak saat itu, saya tinggal di rumah Om Adam"

Kana menatap ragu ke arah suaminya "Lalu, kamu kenapa pergi dari rumah?"

Andre menghela nafas sesaat "Nanti kalau saya cerita, kapan kita nontonnya?"

"Bisa lain kali" putus Kana lebih ingin mendengarkan cerita suaminya.

"Baiklah, kalau kamu ingin mendengar. Saya harap kamu tidak menatap saya dengan belas kasihan setelah ini" ujarnya.

Andre menarik nafas kasar, begitu juga menghembuskannya. "Saya adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakak saya adalah putra dari istri ayah saya saat ini. Sedangkan saya merupakan anak seorang pelacur yang kebetulan di tiduri ayah saya waktu itu."

Andre menoleh ke arah Kana yang entah sejak kapan sudah duduk di sampingnya.

Pria itu mengusap pipi Kana sejenak "Saya mohon, jangan menatap saya dengan rasa kasihan setelah ini" pintanya.

Kana menggelengkan kepalanya, ia tak pernah berfikir untuk menatap kasihan pada suaminya itu. Menurutnya Andre adalah pria yang membanggakan, apalagi yang harus di kasihani.

"Ngga apa apa kalau kamu belum siap cerita lebih banyak"

"Saya bukan belum siap. Hanya saja saya gak suka kembali ke kisah itu. Tapi saya juga harus menceritakan kisah itu ke kamu, karena kamu istri saya"

Kana menatap Andre dengan perasaan menghangat ketika Andre mengatakan bahwa dirinya harus mengetahui kisah Andre itu karena ia istrinya. Entahlah. Ada yang menarik dalam kalimat itu menurutnya.

"Kalau kamu memang bisa ceritain, aku akan dengar" ujar wanita itu sambil tersenyum bak alkohol. Memabukkan Andre.

Flashback On (Andre kecil)

"Andre, kamu ngapain pegang stik game aku?" selidik Arge, kakak tiri Andre yang usianya hanya berjarak dua tahun dengannya.

Andre menoleh ke kakaknya "Aku cuma lihat kak, soalnya stik game itu keren" pujinya.

Arge mendelik tak suka "Iya lah, papa kan belikan ini untuk aku sebagai hadiah karena aku dapat juara dua" bangganya

"Tapi kan papa sering bilang kalau kita punya mainan, harus saling meminjamkan"

Arge memandang sinis adik dirinya itu "Meminjamkan, memangnya apa yang mau kamu pinjamkan sama aku? Papa ngga pernah beliin kamu apa-apa karena kamu bukan anak yang membanggakan" cercanya memandang rendah adiknya.

Andre menatap tajam Arge karena tak terima dengan pernyataan pria itu .

"Apa? Kamu nantang?" sentak Arge "Kita lihat siapa yang paling disayang dan dipercayai papa?" ujinya.

Arge kemudian membanting kuat stik game yang baru di belikan papanya, sehingga menimbulkan bunyi yang keras. Andre membelalakkan matanya tak percaya atas perbuatan saudara tirinya itu.

"Kenapa kamu banting? Itu harganya mahal" protes Andre tak terima. Ia Bahkan sangat menginginkan stik game terbaru itu menjadi miliknya, namun papanya tak mau membelikannya karena ia tak pernah mendapatkan juara dalam hal apapun.

"Ada apa ini Ar, An?" papa Andre dan mama tirinya secara bersamaan sampai di kamar Arge.

Arge menunjuk Andre dengan telunjuknya sambil menatap kedua orang tuanya "Andre pa, ma, dia ngancurin stik game aku karena marah papa ngga mau beliin dia" adunya mengada-ada.

Andre membulatkan matanya di tuduh seperti itu oleh Arge. Ia benar benar tak mengerti bagaimana jalan pikir kakaknya yang seharusnya lebih dewasa itu daripadanya.

"Enggak pa, ma, kak Arge sendiri yang banting" ujar Andre berusaha menjelaskan kepada papa dan mama tirinya.

"Apa kamu gila mengarang cerita kalau aku yang membanting sendiri benda kesayangan aku dari papa" sentak Arge

Arthur menatap tajam Andre "Kenapa kamu nakal sekali Andre? Papa kan sudah bilang, kalau kamu mau mendapatkan hadiah dari papa, kamu harus mendapat juara terlebih dahulu" bentak pria yang merupakan Ayah dari keduanya.

Andre menatap tak percaya pada Arthur "Apa aku begitu ngga membanggakan hanya karena aku ngga pernah mendapat juara seperti Arge, sehingga papa langsung mengambil kesimpulan kalau itu semua salahku?" tanya remaja cilik itu sambil menggelengkan kepalanya. Ia menahan laju air matanya sebisa mungkin walaupun pada akhirnya terjatuh bebas di pipinya.

Flashback off

Kana mengusap lembut tangan Andre yang menggenggam tangan kanannya dengan tangan kirinya. Meskipun tidak terlihat mimik sedih ataupun penderitaan di wajah Andre, namun Kana yakin pria itu merasakannya sakit di dalam lubuk hatinya yang paling dalam.

"Dan ngga cuma itu, itu baru awal kepercayaan papa hilang sepenuhnya. Sejak itu, Arge selalu melakukan hal sesukanya dan membuat papa memarahiku. Mereka juga sering berjalan jalan, meninggalkanku di rumah sendirian" tambah Andre.

Andre menatap Kana dalam, memajukan wajahnya hingga semakin menghabiskan jarak keduanya, sedikit lagi saja Andre maju, bibirnya akan tepat mengenai bibir Kana. Hal itu membuat Kana tanpa sadar memejamkan matanya.

Namun beberapa saat memejamkan mata, Kana tak merasakan apapun di bibirnya. Andre yang tadinya memang ingin mencium bibir Kana, ia urungkan. Bibirnya kini berada tepat di depan telinga Kana.

"Itulah sebabnya, saya mau kamu menjaga janin itu. Saya tidak ingin anak saya juga tak diinginkan oleh orang lain." bisiknya lembut.

Tubuh Kana membeku, ia merasa tak ada asupan oksigen di sekitarnya dalam seketika. Namun usapan lembut di tangannya, membuatnya kembali bernafas.

Andre sedang tersenyum kecil menatap manik matanya. Pria itu selalu mempunyai cara sendiri untuk menghangatkan hatinya.

"Maaf" hanya kata itu yang mampu ia sampaikan.

"Kamu ngga salah, semuanya salah saya karena udah ngerusak masa depan kamu. Saya ngerti gimana kalutnya kamu saat itu" ujar Andre penuh pengertian.

"Oh ya, kamu mau lihat ngga apartemen kita"

"Kamu yakin mau nurutin aku untuk pindah ke apartemen deket apartemen Melly?"

"Yakin ngga yakin sih, tapi nanti saya coba lagi aja pasang sistem keamanan"

"Kalau aku bilang kita ngga usah jadi pindah, kamu marah ngga?" tanya Kana ragu. Pasalnya Melly sebulan lagi akan mengadakan pernikahannya dengan Boy, so pasti itu membuat sahabatnya itu di boyong suaminya untuk meninggalkan apartemennya. Jadi apa gunanya jika ia pindah, namun Melly juga pindah dari apartemen itu?

Kana melirik Andre dengan ragu, terlebih saat pria itu bergerak memutar tubuhnya menghadap Kana, Kana mengawasi pergerakan tangan Andre. Karena takutnya ia menerima amukan Andre, tanpa aba-aba ia menenggelamkan diri dalam dada bidang pria itu.

Andre tersentak kaget menerima pelukan istrinya, namun tangannya tetap membalas pelukan itu, menikmati keharuman rambut istrinya.

"Please, jangan marah. Melly mau nikah sebulan lagi, jadi kalau kita pindah ke apartemen itu untuk apa kalau Melly-nya ngga tinggal disitu lagi" jelas Kana.

"Siapa yang marah coba? Saya malah lebih seneng kalau kamu lebih milih tinggal dirumah daripada apartemen itu"

Kana membulatkan matanya sambil melepas pelukan suaminya "Kamu serius ngga marah?" tanyanya memastikan. Ia sungguh tidak percaya jika Andre tidak marah padanya. Bukannya apa, tapi harga apartemen itu sangat mahal apalagi Andre membeli dua apartemen untuk direnovasi menjadi satu.

"Iya"

"Kamu ngga merasa rugi gitu ngeluarin banyak uang karena aku, terus aku batalin gitu aja"

Andre terkekeh dan mengacak gemas rambut istrinya "Kamu berharap saya marah gitu? Lagian yang penting itu kenyamanan kamu sama baby"

avataravatar
Next chapter