9 8

8

Andre melajukan mobilnya dengan kecepatan standar, sambil telinganya mendengar suara musik dari radio dan bibirnya melantunkan lagu yang di dengarnya itu dengan kepala mengangguk-angguk menikmati alunan musik.

Bibir Kana tak tahan untuk tidak terangkat membentuk senyuman, rasanya senang melihat Andre menyetir sambil melantunkan lagu dari bibir merahnya.

Namun tiba-tiba ia teringat perkataan Melly dua hari yang lalu ketika sahabatnya itu datang ke kediamannya dan berenang bersamanya.

Flashback on

"Ah, andaikan aja dari dulu gue di bebasin papa, pasti gue udah hamil juga kayak lo. Gue udah pasti ngga jomblo lagi."

Kana mengayun-ayunkan kakinya di dalam air sambil menatap ke depan. Ia terkekeh mendengar curahan hati sahabatnya itu. Yah, memang ia merasakan bahwa sekarang Melly semakin sering mengunjunginya dan itu tanpa bodyguard papa Melly.

"Itu berarti lo bebas karena adanya perjodohan itu"

Melly mendengus kesal mengingat perjodohan itu. Ya, sejujurnya memang itu pulalah yang membuat papanya percaya membebaskannya.

"Yah gue bebasnya sebentar abis itu gue terkurung bersama suami jutek gue"

"Boy sebenarnya ngga jutek kok"

"Kenapa lo tau nama dia? Apa kemarin abis nyelametin lo, dia ngenalin diri? Bukannya dia langsung pergi ya setelah bilang jangan nangis?" Heran Melly memandang Kana penuh selidik.

"Ternyata dunia ini bener-bener sempit tau ngga, karena ternyata Boy itu adalah sahabatnya Andre"

Haha..

Ingin rasanya Kana tertawa terbahak-bahak melihat wajah terkejut sahabatnya itu. Yah, ia pun cukup terkejut mengetahui itu kemarin.

"Seriously?"

Kana mengangkat bahunya acuh, kemudian kembali menjeburkan diri ke dalam kolam dan berenang lagi. Sejak hamil, ia memang selalu senang dengan yang namanya kolam renang.

"Tapi, lo masih ada enaknya. Andre ngga sejutek si Boy itu"

Kana memunculkan wajahnya ke permukaan sambil memegang sisi kolam dimana Melly duduk "Iya juga sih. Tapi Boy ngga jutek loh waktu sama Andre, malah terkesan ramah gitu" tukas Kana menyampaikan apa yang ia lihat saat percakapan antara Andre dan Boy berlangsung.

"Itu karena mereka sahabatan" keki Melly mengingat bagaimana juteknya Boy saat menjawab pertanyaannya "Oh ya, lo udah ada ngelakuin itu lagi sama Andre?" tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.

Kana mengerutkan keningnya "Kenapa lo nanya gitu?"

Melly mengangkat bahu "Kepo aja sih. Lo kan hamil karena kesalahan, jadi kan ada kemungkinan besarnya kalian ngga melakukan itu"

Kana mengangguk "Kita emang ngga ngelakuin" akunya jujur.

"Terus Andre tahan gitu"

"Tahanlah, orang kita ngga tidur bareng"

Melly menyipitkan matanya menatap selidik Kana "Lo yakin dia ngga nafsu sama lo? Apalagi ko kelihatan makin montok setelah hamil" katanya mengakui keseksian tubuh Kana setelah hamil.

"Kalau seandainya dia nafsu buat ngelakuin itu gimana?"

Kana tampak berfikir sebentar "Dia kan bisa ngelampiasin nafsunya sama jalang di luaran sana. Bukannya itu yang di lakukan cowok pada umumnya?"

Melly mengangguk singkat "Iya juga sih, cuma-kan ngga menutup kemungkinan juga kalau dia cuma mau sama lo"

"Ah bodo ah" acuh Kana tak ingin ambil pusing.

"Lo yakin masa bodo sama itu. Gimana kalau jadinya justru pemaksaan karena lo ngga mau"

"Gue yakin Andre ngga kayak gitu"

"Kalau seandainya dia minta itu, apa lo mau?"

Flashback off

Kana tersentak kaget saat merasakan tangannya di sentuh seseorang hingga membuatnya refleks melayangkan tangannya sembarang. Hal itu justru tak sengaja membuat tangannya mampir di wajah Andre yang begitu dekat dengannya.

"Aw.." aduh Andre sambil mengusap pipinya yang terkena tebasan tangan istrinya. Tadi ia hanya berusaha menyadarkan Kana dari lamunannya melihat wanita itu hanya diam saja saat ia memanggilnya beberapa kali.

"Aduhh, maaf Ndre" sesal Kana sambil berusaha melihat keadaan wajah tampan Andre. Apakah sudah jelek? atau justru peyot?.

Kana mengusap-usap pipi Andre setelah tangan pria itu tak lagi menutupi wajahnya. Andre memegang tangan Kana untuk menghentikan gerakan tangan lembut nan putih itu.

"Saya ngga apa-apa kok"

"Aku ngga sengaja sumpah, tadi kaget aja makanya refleks gitu" jelas wanita itu.

"Tadi saya manggil-manggil kamu tapi kamu ngga nyaut, jadi saya coba sentuh tangan kamu"

"Iya, Aku yang salah kok..hehehe"

"Yaudah yuk, kita udah sampe ini" ajak Andre

Mereka memasuki restoran siap saji untuk makan malam sebelum menuju bioskop. Tampak banyaknya muda mudi yang menikmati tempat itu, ada yang berduaan dengan pasangannya, ada yang berombongan bahkan ada juga yang berduaan dengan sejenisnya.hahaha.

"Ayo, kita ke atas"

Kana mengernyit "Loh, kenapa? Kan restorannya cuma satu lantai" bingung wanita itu, karena setahunya restoran ini hanya satu lantai, itu pun sangat lebar ke belakang. Sedangkan lantai dua merupakan ruang khusus sekaligus mess bagi karyawan.

"Ini Restorannya Boy, jadi saya selalu makan diatas sama mereka."

"Jadi kita ngga cuma berdua?"

Andre mengacak kecil rambut istrinya dengan lembut "Cuma berdua, Boy dan Leo malam ini kayaknya di club" jelasnya sambil mengajak Kana ke balkon ruangan Boy. Kana mengangguk singkat.

Keduanya duduk berhadapan dengan meja yang sudah terisi penuh dengan makanan makanan yang begitu menarik perhatian Kana. Sepertinya kali ini ia sanggup menghabiskan semua makanan di meja.

Keduanya berdoa yang di pimpin oleh Andre, pria itu mengakhiri doanya dengan kata Amin kemudian membiarkan Kana lebih dulu merasai beberapa sajian yang di hidangkan.

"Umm...enak. Lain kali aku ajak Melly ke sini deh" ujar Kana begitu sumringah.

"Iya, makanya pelan-pelan aja" pesan Andre.

"Oh ya, kamu sama Boy dan Leo udah berapa lama sahabatan?"

"Sejak 14 tahun lalu sih. Itu juga pas pertama kenal, saya deketnya masih sama Leo. Lama kelamaan baru deh Boy nerima kehadiran saya"

"Wow, lama ya. Kalian kenal dimana?"

"Di rumah Om Wellington."

Flashback On

(14 tahun Lalu)

Andre dengan menangis terisak-isak menapaki jalanan yang ramai, menggendong tas yang berisi pakaian dan alat alat kesayangannya. Ia melewati semua orang yang berlalu lalang di area perbelanjaan.

"Papa memang ngga pernah sayang sama aku" keluhnya sambil mengusap hidungnya yang penuh lendir hijau.

"Kenapa selalu kak Arge yang disanjung" isaknya semakin memilukan.

Ia terus melangkahkan kakinya tak tentu arah, sudah semakin menjauhi daerah yang ia kenal. Tapi pria remaja itu tak peduli lagi jika ia sampai kesasar. Ia mendudukkan bokongnya di samping mobil yang terparkir rapi disana. Hari sudah gelap dan ia baru menyadari tak punya tujuan. Perutnya juga teremas-remas karena tak mendapat asupan makan seharian ini.

Tit.

Mobil itu berbunyi tanda penghuninya baru saja membuka kunci mobil dengan remot control nya. Andre segera berdiri dan agak menjauh ketika siempunya--pria tua--dan anaknya hendak memasuki mobil. Tak sengaja pria tua itu menatap Andre yang juga sedang menatapnya. Tatapan mereka terputus karena sebuah intrupsi dari pria remaja seperti Andre.

"Dad, come on. (Ayah, ayo)" ajak pria itu.

"Wait, Boy. (Tunggu, Boy)"

"wait for what? and why did father keep staring at the teenager? (Tunggu untuk apa? Kenapa ayah terus menatap remaja itu?)" tanyanya tak suka.

"can you shut up?" tekan pria tua bernama Adam Wellington itu. Kemudian menghampiri Andre.

"need help son?. (Butuh bantuan nak?)"

Andre menatap ragu kali ini saat hendak menyampaikan harapannya. Ia berdehem sejenak "can i come to your house? (bisakah aku datang kerumahmu)"

"Do not you have a family? (Apa kau tak punya keluarga)"

"I left home. (Aku pergi dari rumah)"

"Ok, come on. (Baiklah, ayo)" ajak Adam tak memperdulikan raut muka putranya tak begitu tak suka melihat kehadiran orang lain di dekat mereka.

Flashback off

avataravatar
Next chapter