4 3

3

Andre benar benar menepati keinginan istrinya untuk tinggal di apartemen tempat temannya tinggal. Pria itu bahkan tak ragu membayar mahal dua apartemen yang sebenarnya sudah ingin di beli orang lain. Jadilah ia mendapatkannya dengan mudah karena uang.

Saat hendak pulang, Andre dihadapkan dengan sahabat istrinya. Melly. Gadis itu memandang heran melihat keberadaannya.

"Kamu ngapain disini?"

"Saya baru beli dua apartemen di sebelah kamu untuk saya jadikan tempat tinggal"

Melly mengernyit bingung karena setahunya, Andre sudah memiliki tempat tinggal yang bahkan jauh lebih bagus dan mewah dari pada apartemen disini. Namun Andre tak menjawab pertanyaan, hanya menyunggingkan senyumnya sejenak sebelum akhirnya pamit pergi

Sesampainya di rumah, Andre segera melepas dasi dan sepatunya kemudian berhenti tepat di depan kamar Kana sama seperti biasanya. Ia dikejutkan dengan suara bik Ana yang tiba tiba muncul di belakangnya.

"Tuan sedang apa?"

"Tidak ada bik, saya hanya mau memastikan keadaan Kana baik baik saja di dalam"

"Maaf Tuan, tapi lebih baik kalau Tuan menemui langsung Ny.Kana" bik Ana menatap ragu Andre karena takut mendapat marah karena kelancangannya. Namun melihat kernyitan di kening Andre membuat bik Ana berani "Biasanya kehamilan muda lebih membutuhkan banyak perhatian karena banyak ngidam Tuan"

"Begitu ya bik?" bik Ana mengangguk.

Andre segera memasuki kamarnya untuk menyegarkan diri lebih dulu sebelum menemui istrinya. Setelah memasuki kamar mandi, air shower langsung menjadi sasaran utama yang membasahi tubuhnya.

Tidak membutuhkan waktu terlalu lama, Andre sudah selesai dengan mandinya dan memakai celana cokelat pendek selutut dengan kaos oblong berwarna biru muda.

Tok tok tok

"Kana, bisa saya masuk?"

Mendengar keheningan karena tidak ada jawaban membuat Andre khawatir jika Kana pingsan seperti beberapa waktu lalu. Hingga pada akhirnya ia memilih memasuki kamar wanita itu secara tidak sopan, tanpa izin pemilik kamar.

Dilihatnya istrinya itu tertidur di atas ranjang dengan tenang dan damai. Ia semakin mendekat untuk bisa menatap wajah cantik istrinya yang ditutupi oleh tangan wanita itu.

Andre menatap tak suka saat tangan Kana yang menutupi wajahnya terbuka menunjukkan wajah pucat dengan mata sembab.

"Kenapa kamu sestres ini Kan? Saya takut janin kamu kenapa-napa." lirihnya.

Ia meraih tangan Kana dan menggenggamnya dengan erat, sedang tangan sebelahnya mengusap-usap kepala wanita itu. Tangan Andre berpindah, mengusap wajah Kana yang tampak damai dan menderita secara bersamaan.

Tidak sedikitpun pernah terlintas dalam bayangannya untuk menikah, bahkan jikapun menikah tak pernah muncul dalam benaknya untuk membuat istrinya menderita hidup bersama dengannya. Ia memang tidak memiliki rencana sedikitpun tentang pernikahan walau usianya sudah menginjak 29 tahun, tapi ia benar benar tak menginginkan keadaan istrinya seburuk ini.

Andre tersenyum walau tertangkap basah sedang memanfaatkan keadaan istrinya yg pulas. Kana juga tak ambil pusing untuk marah saat melihat tangan Andre sedang bergerilya di wajahnya, rasanya begitu nyaman.

"Kenapa mata kamu sembab? Kamu ngerasain sakit?"

Kana menggelengkan kepalanya sebagai tanda tidak, matanya masih menatap wajah Andre. Bahkan sebelah tangannya juga mengeratkan genggaman di tangan Andre seolah tidak mau melepasnya.

"Kan, saya sudah membeli apartemen yang baru untuk kita seperti kemauan kamu. Tapi untuk dua minggu ke depan masih harus di renovasi" jelas Andre kepada istrinya itu.

"Dan seminggu ke depan, saya harus keluar kota untuk pekerjaan kantor. Kamu ngga apa-apakan saya tinggal?"

Kana mengangguk ragu, sebenarnya ia beberapa hari ini ingin tidur sambil memeluk Andre, namun ia malu mengatakannya walaupun ia tau itu karena keinginan baby.

"Sebelum saya pergi, kita periksain baby dulu ya. Kamu mau kan? Lagi pula kemarin kamu belum menjalani pemeriksaan sama dokter kandungan"

"Iya"

"Ganti baju gih, aku tunggu di depan"

Disisi lain Boy benar benar kesal kepada ayahnya karena terus memaksanya agar mau di jodohkan dengan anak dari rekan kerja ayahnya itu. Jelas hal itu membuat Boy merasa kesal, bagaimana tidak? Memangnya ia jelek hingga harus di jodohkan karena tidak laku.

Lagi pula di luar sana banyak wanita yang siap mengangkangkan kaki untuknya masuk. Jadi apa lagi yang ia harapkan dari seorang istri.

Meskipun umurnya menginjak 29 tahun namun ia tidak mau ambil pusing soal berkeluarga atau semacamnya. Ia menikmati saja kesendiriannya saat ini dengan bergonta ganti wanita setiap malam.

Boy juga tidak merasa iri walupun hanya ia sendiri yang belum berkeluarga dari teman temannya. Tapi paksaan ayahnya benar benar mengusik ketenangannya hingga pada akhirnya ia dengan berat hati menerima saja tawaran ayahnya.

Persetan dengan wanita yang akan di nikahinya siapa atau bagaimana. Ia hanya berharap wanita itu mau di ajak bekerja sama untuk tidak saling mengurusi kehidupan pribadi masing masing.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Andre hanya fokus pada jalanan sedangkan Kana tampak bosan hingga sesekali melirik lirik ke arah kanannya dimana Andre sedang menyetir. Kana suka pembawaan suaminya yang tenang selama perjalanan walaupun mereka melalui macet beberapa kali.

Setelah sampai di rumah sakit, Andre segera membuka pintu untuk istrinya dan membantu wanita itu turun sekaligus berjalan dari mobil.

Andre segera meminta nomer antrian untuk pengecekan istrinya. Pasien yang akan periksa tampaknya tak terlalu banyak melihat hanya beberapa orang yang duduk di kursi tunggu.

"Kamu kapan berangkat ke luar kotanya?"

"Lusa. Kenapa? Kamu pengen sesuatu?"

"Enggak"

"Nanti kalau aku di luar kota, kamu kalau mau keluar jangan sendirian ya. Kamu bisa ajak Melly ataupun bibik"

"Nomer antre 18, atas nama Kanaya Raginta"

"Udah di panggil, ayo masuk"

Kana merasa jantungnya berdebar cukup kuat, terasa sulit mengontrolnya. Apalagi ini pemeriksaan pertama untuknya mengetahui keadaan janinnya.

"Silahkan berbaring di atas brankar"

Andre membantu Kana untuk naik walaupun ia tau Kana masih sanggup melakukannya karena usia kandungan yg masih cukup muda, namun ia hanya ingin menjadi suami siaga untuk membantu aktivitas istrinya.

"Bajunya diangkat ya bu"

"Ta..ta.pi dok.."

Dokter Jenny tampaknya tidak sadar dengan kegugupan Kana, maka ia segera membuka baju wanita itu sebatas perut. Kana menutup matanya karena merasa malu pada Andre.

Andre sendiri tidak begitu gugup seperti Kana, ia bergerak makin dekat saat dokter mengoleskan gel pada perut istrinya. Ia hanya memperhatikan gerakan dokter Jenny yang mulai menggunakan alat yang menunjukkan kehidupan dalam perut Kana.

Setelah selesai dengan pemeriksaan, Kana segera turun dari brankar.

"Oh ya, bu Kana, selama hamil ada ngidam ngga?" Kana mengangguk membuat Andre penasaran.

"Apa?" tanya dokter.

Kana membisikkan sesuatu kepada dr.Jenny karena tak ingin menyampaikan langsung kepada suaminya.

Andre menggaruk tengkuknya yang tak gatal mendapati tatapan dr.Jenny padanya setelah bisikan dari istrinya. Ia jadi merasa bingung sendiri karena di perhatikan begitu intens.

"Memangnya istri saya ngidam apa dok?"

"Bapak ini sebagai suami seharusnya peka" cibir dr.Jenny

Andre dalam hati menggerutu gimana mau peka dok, kalau Dianya aja ngga pernah ngasih kode.

"Istri bapak itu beberapa hari ini ingin dipeluk saat tidur" ujar dr.Jenny begitu santai membuat Kana menggigit bibirnya karena malu.

Andre melirik istrinya dengan lirikan menggoda, ia bahkan bersedia memeluk Kana walaupun tanpa kemauan baby.

avataravatar
Next chapter