2 1

1

Andre memasuki rumahnya dengan perasaan lelah, bebannya terasa begitu berat setelah seharian ini menghabiskan waktunya di kantor dengan tumpukan berkas, segelas atau bahkan bergelas-gelas kopi untuk menstimulasi pikirannya yang terasa buntu memikirkan setiap permasalahan yang menghampiri hidupnya

Sudah sebulan ini ia menikah, tapi tidak ada perubahan dari sikap istrinya. Kanaya selalu mengurung diri di kamar, berusaha menghindari Andre yang terus mencoba meminta maaf padanya. Kalau seperti ini terus, bagaimana caranya pria itu menebus kesalahannya? Bagaimana caranya mereka memperbaiki hubungan demi kelangsungan rumah tangga mereka?

Kalau bukan karena kesalahan Andre sendiri, ia mungkin sudah menarik wanita keluar secara paksa agar tidak bersikap manja dengan harus dibujuk olehnya. Namun, Andre menepis pemikiran kasar seperti itu agar wanita itu tak semakin benci padanya.

Lagi lagi langkah Andre terhenti di depan kamar istrinya saat hendak memasuki kamarnya. Ia tersenyum di depan pintu yang tertutup itu, setidaknya istrinya itu tidak lagi menangis beberapa hari ini. Bik Ana, pembantu rumah tangganya itu juga mengatakan bahwa Kana sudah mulai keluar dari kamar dan menyapa perempuan paruh baya itu ketika ia tidak ada dirumah.

Meski tidak terlalu baik, tapi itu adalah suatu kemajuan. Kana yang murung dan seolah tak punya teman di dunia ini akhirnya keluar dari kamarnya.

"Tuan, tadi nyonya mual-mual lagi"

Andre tersentak kaget saat mendengar suara tiba tiba di belakangnya. Ia membalikkan tubuhnya dan mendapati Bik Ana yang sedang menatapnya.

"Udah di periksain ke dokter bik?" tanyanya dengan nada yang tersirat kekhawatiran meski ia sendiri tidak menyadarinya.

"Nyonya tetep ngga mau, Tuan"

"Yaudah bik, nanti saya coba buat bujuk Kana ke rumah sakit" putus Andre pada akhirnya agar bik Ana tak lagi khawatir.

Andre sendiri tersenyum geli mengingat kata membujuk. Bagaimana mungkin ia membujuk istrinya yang bahkan tak sudi menatap wajahnya?. Andai saja pertemuan mereka di awal dengan cara yang baik, maka tidak mungkin bagi Andre dibenci oleh Kanaya sampai sejauh ini.

Entah apa yang membuat Andre lagi-lagi mencoba membuka pintu kamar Kana yang biasanya selalu di kunci. Ia sendiri tidak yakin Kana akan membiarkan pintu kamarnya tidak terkunci.

Namun kali ini, pintu kamar Kana terbuka dengan mudahnya. Andre sendiri ragu untuk memasuki kamar itu atau tidak. Walaupun Kana adalah istrinya, namun ia tidak akan berusaha membuat wanita itu semakin membencinya dengan melanggar batasan mereka yang tidak sedekat suami istri pada umumnya.

"Kana" panggilnya dengan suara yang cukup pelan. Andre berusaha memperlebar pintu untuk melihat keberadaan istrinya, namun tetap berdiri di depan pintu tersebut.

"Boleh saya masuk?" Andre tetap tidak mendapat jawaban. Dengan ragu, pria itu memasuki kamar Kana lebih dalam.

Ia terkejut saat melihat istrinya terlentang diatas lantai. Dengan segera diangkatnya tubuh itu ke atas ranjang. Andre mencoba memeriksa suhu tubuh istrinya dengan menyentuh kening dan leher wanita itu dengan punggung tangannya. Normal. Andre tak merasa panas ataupun dingin yang berlebihan.

Dengan segera ia menghubungi dokter kenalannya untuk memeriksa keadaan istrinya lebih lanjut untuk memastikan mengapa wanita itu mengalami mual berlebihan beberapa hari belakangan ini.

Andre menatap lekat wajah istrinya, wajah cantik yang selama ini sulit ia pandang karena di sembunyikan pemiliknya. Saat perlahan mata itu terbuka, Andre segera melarikan diri keluar kamar dan memanggil bik Ana untuk menemani istrinya.

"Bik, temani Kana dulu ya. Sebentar lagi dokter Dava datang buat meriksa keadaan Kana. Jangan bilang Kana ya bik, kalau tadi saya masuk ke dalam kamarnya"

"Dok, gimana keadaan istri saya?" Andre dengan tak sabar segera menanyai keadaan istrinya saat Dr.Dava keluar dari kamar istrinya.

"Begini Ndre, saya masih sulit memastikan, takutnya prediksi saya salah. Coba kamu periksain lebih lanjut ke dokter kandungan. Saya rasa istri kamu hamil 7 minggu"

Untuk sesaat Andre merasa tak ada pasokan oksigen di sekitarnya, ia membatu mendengar kabar tersebut. Apa tanggapan istrinya mengenai hal ini?

"Dre" Dava mengguncang lengan Andre untuk menyadarkan pria itu dari lamunannya.

"Eh, iya dok?"

"Saya rasa kandungan ini agak berbahaya karena istri kamu kelihatannya stress berlebihan"

"Apa istri saya sudah tau dok?"

Dokter Dava mengangguk, meruntuhkan segala kekuatannya untuk berdiri sehingga ia harus berpegang pada dinding kamar Kana.

"Terimakasih dok"

"Ya, saya permisi"

Andre memasuki kamarnya dengan perasaan kacau, tidak tau harus bersedih atau justru bahagia. Dalam pikirannya terus terbayang khayalan khayalan tentang bagaimana kemungkinan Kana menanggapi kehamilan ini.

"Tuan" suara bik Ana membuyarkan lamunan itu. Andre segera membuka pintu kamar.

"Ya bik?"

"Di bawah ada Nn. Melly, Tuan. Katanya temen nyonya Kana"

"Biar saya yang nemuin bik"

Andre menuruni tangga rumahnya yang minimalis, ia melihat keberadaan seorang gadis sedang duduk di sofa ruang tamu. Andre tau betul bahwa itu adalah sahabat Kana. Saat sebelum pernikahan mereka berlangsung, gadis itulah yang menghibur istrinya dan mendampingi istrinya selama pernikahan berlangsung.

"Permisi"

"Eh, Andre. Saya boleh ngga nemuin Kana?"

"Saya minta tolong, bujuk Kana untuk selalu makan. Dia boleh ngindarin saya, tapi saya cuma minta supaya dia jangan nyiksa dirinya sendiri"

"Saya usahain"

Pagi ini Andre mengontrol kemajuan mall mentari, salah satu pusat perbelanjaan besar yang ia dirikan tiga tahun lalu. Beberapa pemilik toko menyapanya dengan ramah, saat menuju ruangannya.

"Pagi Presdir"

"Pagi Jo, gimana keadaan kamu?"

"Sudah lebih baik Presdir, batuk saya sudah agak berkurang"

"Baguslah. Mari masuk ruangan saya"

"Baik Tn. Presdir"

Andre duduk di kursi kerjanya dengan sekretaris-nya yang duduk di depannya. Keduanya saling melempar senyum hangat sebelum akhirnya memulai pembicaraan serius mengenai kemajuan Mentari group.

"Begini Tuan, saya rasa ada beberapa toko yang harus di tutup."

"Alasannya?"

"Saya akan memberikan berkasnya untuk Tuan baca, karena semua alasannya ada di dalam berkas itu"

"Baiklah, saya akan tunggu"

Andre memejamkan matanya kuat, sulit sekali menjelaskan keadaan perasaannya yang begitu kacau. Segala pemikiran terus terlintas di pikirannya. Wajah istrinya yang semalam sempat ia tatap juga muncul membayangi pikirannya.

Flashback*

Dokter Dava sudah meninggalkan kediaman Andre, bik Ana keluar dari kamar Kana.

"Gimana keadaan Kana bik?"

"Nyonya agak sedikit shock denger dia hamil, tapi Tuan ngga perlu khawatir karena nyonya ngga marah ataupun nangis"

"Apa dia bilang sesuatu sama bibik?"

Bik Ana menggeleng lesu menatap tuannya "Tapi kayaknya nyonya ngomong ke sahabatnya itu, Tuan. Tadi bibik sempet denger suara nangis nyonya"

"Menurut bibik, Kana nangis karena hamil?"

"Ngga tau Tuan, tapi kayaknya bukan karena itu"

"Baiklah bik, terimakasih"

Andre mengusap wajahnya kasar setelah kepergian pembantu rumah tangganya, terasa semakin berat beban yang di pikulnya. Di tambah dengan adanya janin dalam kandungan Kana yang akan memperkuat rasa benci wanita itu padanya.

Flashback off

avataravatar
Next chapter