3 Bimbang

Diego segera meninggalkan ruang makan, melangkah menuju kamarnya. Ia memenuhi permintaan sang istri yang telah menunggunya di dalam kamar. Sejenak, ia menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Mau bicara apa?" tanya Diego begitu selesai menyimpan atasan jas dan dasi di bahu sofa.

Kathy yang duduk menyandar sambil menyilangkan kaki di atas ranjang menatap sinis ke arah Diego.

"Pengasuh baru itu cantik, bukan?" tanya Kathy yang hanya ingin berniat memancing gelagat suaminya.

"Apa maksud dari pertanyaanmu? Aku bukan anak kecil, Kathy. Aku tau maksudmu akan menjurus ke mana. Kalau kamu menyuruhku menginap hanya untuk mengajak bertengkar, lebih baik aku pulang ke apartemen saja. Buang-buang waktu saja di sini," sergah Diego yang merasa kesal.

"Aku hanya sekedar tanya. Syukur kalau kamu sadar, karena aku tahu kalau saat makan malam tadi pandangan matamu tertuju pada gadis itu," tuduh Kathy.

Diego menghela napas dalam. Batinnya merasa sia-sia jika harus menimpali ucapan Kathy terus-menerus. Meskipun, dia bisa saja menang berdebat dengan istrinya, tetapi ia memilih mengalah.

"Aku hanya berusaha bersikap ramah saja, biar dia betah tinggal di sini mengasuh Alice. Aku tahu kamu gak bakalan sanggup mengurus anak kita sendirian," sindir Diego yang sejak lama menahan kesal karena istrinya itu tidak perhatian sama sekali terhadap buah hatinya.

Kathy terdiam begitu mendengar balasan dari Diego. Wanita cantik yang suka berpenampilan glamor itu tampak turun dari ranjang. Ia menghampiri Diego yang duduk di single sofa yang berada di dalam kamarnya tersebut. Keduanya lantas duduk bersebelahan.

"Kalau tidak ada hal penting yang harus dibicarakan, aku mau menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda di kantor tadi," ujar Diego memecah keheningan yang telah beberapa menit tercipta.

"Astaga! Kamu masih saja memikirkan pekerjaan, saat telah lama baru berjumpa denganku lagi?" Kathy menggeleng, merasa tak habis pikir dengan Diego. Bukannya ingin menghabiskan malam bersama saat telah lama tidak bertemu, meskipun keduanya merupakan pasangan suami istri, Diego justru ingin segera menghindar dari istrinya itu. Ia beralasan jika banyak pekerjaan yang tertunda.

"Terserah!" ketus Diego sambil bangkit dari duduk. Ia lantas meraih atasan jas dan dasinya kembali, kemudian keluar dari kamar menuju ruang kerjanya.

Diego yang melangkah cepat keluar dari kamar sempat mendengar jika istrinya mengucapkan umpatan bernada kesal. Namun, ia memilih tak ambil pusing dan tak peduli.

Suara tawa Alice terdengar ceria, saat Diego lewat di depan kamar sang anak yang pintunya dalam keadaan terbuka itu. Ia kemudian berusaha menghampiri gadis kecilnya itu untuk bercengkerama sebentar. Namun, Diego seketika canggung saat pengasuh baru Alice itu juga berada di dalam kamar.

"Papa, main sama Bibi Sasha juga, yok! Alice pengen naik kuda-kudaan," ujar bocah kecil yang rambutnya sengaja diikat dua ke atas oleh Natasha.

"Memangnya, anak Papa belum ngantuk, nih?" balas Diego sambil menatap hangat buah hatinya tersebut.

Natasha yang duduk di karpet bawah tampak merapikan mainan Alice dan memasukkannya ke dalam keranjang.

"Bibi Sasha! Bibi, mau, kan, maen sama Papa juga?" tanya Alice yang berada di pangkuan ayahnya.

Natasha tampak termenung, teringat tatapan istri Diego saat makan malam tadi.

"Nona Alice, maen sama Papa aja, ya? Bibi, mau ke dapur dulu, ya, Sayang." Natasha berusaha menolak dengan halus karena batinnya merasa sungkan.

Sementara, Diego diam-diam memerhatikan gadis yang menjadi pengasuh baru bagi anaknya itu. Ia menilai jika Natasha cukup tahu diri untuk menjaga jarak dengan dirinya.

"Tapi, Papa hanya bisa maen sebentar saja, ya, Sayang? Papa masih banyak kerjaan," ujar Diego sambil melirik ke arah Natasha. Ia secara tidak langsung memberitahu gadis itu agar tidak berlama-lama berada di dapur.

Alice mengangguk. Diego segera bercengkerama dengan buah hatinya tersebut saat Natasha telah keluar dari kamar. Dia menuruti permintaan Alice bermain kuda-kudaan.

***

Diego segera meninggalkan sang anak yang sepertinya telah mengantuk karena kelelahan bermain. Apalagi waktu menunjukkan jika malam mulai merangkak naik. Natasha pun telah kembali ke kamar Alice.

Entah telah berapa Minggu, ruang kerja pribadi di rumahnya tidak ia sambangi. Mengingat padatnya jadwal kerja dan Diego lebih memilih pulang ke salah satu apartemen miliknya. Apalagi istrinya selalu bepergian dalam jangka waktu yang lama untuk bersenang-senang di luar rumah. Diego akan pulang ke rumah jika ada sesuatu yang penting dan jika rindu terhadap ibunya serta Alice.

Apakah Diego tidak merindukan sang istri? Apakah dia tidak merindukan sentuhan dari Kathy? Dia tetap laki-laki normal yang masih mempunyai hasrat bercinta. Namun, lagi-lagi keegoisan sang istri yang membuatnya melampiaskan semuanya pada kegilaan kerja dan sesekali menghabiskan waktu di klub malam hanya sekadar minum alkohol.

Hening. Hanya suara detak jam antik yang bertengger di sudut ruangan yang menghiasi ruang kerja pribadinya. Diego menatap ke arah laptop dengan serius, tetapi ia tersentak saat Merry membuka pintu ruangannya sedikit lebar.

"Kenapa belum istirahat, Diego?" tanya Merry begitu memasuki ruang kerja anaknya tersebut.

Diego mendongak, menatap ibunya tersebut dengan mengernyitkan dahi.

"Masih ada kerjaan yang tadi tertunda di kantor, Ma. Justru Mama yang seharusnya segera istirahat. Aku khawatir dengan kesehatan Mama," balas Diego yang kembali menatap laptop.

"Jangan khawatirkan Mama. Oh ya, Diego, bagaimana pendapatmu tentang gadis itu?" pancing Merry yang sengaja menemui Diego untuk bertanya mengenai Natasha.

"Sepertinya, sekilas dia gadis yang baik, Mama. Tadi, aku juga melihatnya sudah cukup dekat dengan Alice. Baru berapa hati dia di sini, Ma?" tanya Diego, begitu mematikan layar laptop.

"Baru lima hari yang lalu. Kebetulan dia, anak teman Mama sama Papa saat masih muda, dulu," jelas Merry sambil tersenyum.

Malam semakin larut, Diego dan ibunya lantas berbincang santai. Selain bertanya tentang perkembangan perusahaan, sang ibu juga menyinggung tentang Natasha membuat Diego teringat masa lalu yang sebenarnya ia telah berusaha untuk melupakannya.

Diego mengira ibunya sengaja membicarakan Natasha agar dirinya teringat akan Carla. Gadis yang pernah menjadi bagian dalam hidupnya, jauh sebelum Diego dijodohkan dengan Kathy yang saat ini menjadi istrinya. Wajah pengasuh baru bagi buah hatinya itu mirip sekali dengan Carla. Hal itu Diego sadari begitu menatap wajah Natasha saat makan malam tadi.

Jantungnya tadi bergemuruh hebat, sehingga ia diam-diam berusaha untuk mencuri pandang ke arah Natasha. Namun, ia sadar jika Carla adalah sebuah masa lalu dan kini dirinya juga telah mempunyai istri, tidak ingin larut dengan kehadiran Natasha.

"Tapi, Sayang, Natasha itu gadis yang baik dibandingkan istrimu itu! Dia pandai dan sayang terhadap Alice," ujar Merry saat Diego menolak permintaan ibunya.

"Mama ini bagaimana, sih? Bukankah, Mama yang menjodohkan aku dengan Kathy saat itu? Kenapa sekarang memintaku untuk mendekati gadis itu?" cecar Diego kemudian.

"Karena dulu, Mama kira Kathy adalah wanita yang baik. Selain orangtuanya membantu dana perusahaan kita, Mama pikir dia bisa mendampingi kamu, Diego. Rupanya, makin hari justru sikap Kathy membuat Mama hipertensi," dalih Merry.

Diego termenung sejenak memikirkan ucapan ibunya tersebut. Ia belum tahu maksud dan tujuan ibunya yang sebenarnya, meskipun telah memberikan alasan. Seandainya ia mau menerima permintaan ibunya untuk mendekati Natasha, bagaimana kelanjutan pernikahannya dengan Kathy? Haruskah ia mendua?

avataravatar
Next chapter