8 Usaha Ku!

Duduk lebih dulu dan tampak bersiap, yah.. Zava bagaikan nyonya rumah, ia sudah menduduki kursi utama yang biasa diduduki oleh Nyonya Ros.

Duduk dengan tegak, dan juga membusungkan dadanya, wanita itu benar-benar berdandan layaknya kalangan atas.

Mendapati hidangan yang sudah tersedia memenuhi meja makan, senyum Zava menyeringai. Ia tampak sengaja memulainya lebih awal, bahkan sebelum Sunny terbangun.

Tepat sasaran, suara langkah kaki seseorang menuruni anak tangga, dan itu sudah diperkirakan oleh Zava. Membuat gadis itu tersenyum senang.

"Silahkan tuan," sapa seorang pelayan, dengan menunjukkan kursi makan milik Reino. Tak hanya itu pelayan itu tampak mengambil ahli tas kerja Reino dan meletakkannya di mobil milik Reino.

Mendapati adik iparnya mendekat, membuat Zava sedikit grogi, wanita kesepian itu terlihat cukup gugup. Ia mencoba mengatur irama nafasnya dan membuat duduknya terlihat lebih cantik.

"Hai.. selamat pagi, Reino!" sapa Zava dengan senyuman tipis pada bibirnya. Ia terlihat begitu terkesima sejak awal pada Reino sang adik ipar. Bagaimana tidak, laki-laki itu begitu tampan juga berduit, sudah tentu Zava berambisi padanya.

Tak seperti yang diharapkan, Reino hanya melirik sepersekian detik pada Zava, tanpa menjawab sapaan kakak iparnya itu. Yah… Reino tetap konsisten dengan sikap dinginnya.

"Hmm…. Apa kau ingin ayam goreng ini? atau mungkin ini, cumi tepung kriuk? Apa kau mau menu yang sama sepertiku? ini lebih nikmat loh," ujar Zava dengan tampak antusias mendekatkan beberapa menu pada Reino.

Lagi-lagi pria dingin itu menolak, ia hanya mengangkat sebelah tangannya dan itu berarti ia menolak tawaran Zava. Dan ia tetap tak mengeluarkan sepatah kata pun.

Ia lebih memilih diambilkan oleh pelayan, yah… seorang pelayan wanita dengan seragam hitam pekat Itu tampak setia di sebelah Reino sedari tadi.

Dan membuat wanita di sebelahnya itu melemparkan senyum tipis pada Zava, ia tampak sudah sangat hafal dengan selera makan tuannya Reino.

Mengambilkan menu ikan bakar dan juga capcay, dan tak lupa disiram dengan sambal hijau. Membuat hidangan di dalam piring Reino begitu menggairahkan.

Tanpa disadari, Zava meneguk ludahnya. 'ia benar-benar berbeda dari yang lain,' bisik Zava pada hatinya.

"Silahkan pak!" ujar pelayan wanita itu dengan menyodorkan sepiring penuh pada Reino.

Reino mengangkat tangan kanannya, memberikan kode untuk pelayanan wanita itu pergi dan meninggalkannya. Mungkin itu karena ia ingin menikmati hidangannya lebih santai.

"Hmm… apa kau tak keberatan? Apa kau tak protes? Hmm… maksudku, bukankah sebaiknya seorang istri itu menemani suaminya untuk sarapan pagi?" tanya Zava dengan suara pelan dan penuh kehati-hatian.

Reino melirik Zava, menatap wanita itu untuk beberapa saat dengan tatapan tajam. Tapi lagi-lagi pria itu diam dan tak mengeluarkan sepatah katapun.

Ia tampak tak berselera lagi menyantap sarapan paginya, bahkan Reino terlihat risih dengan tatapan yang diberikan Zava padanya.

'Dia benar-benar tampan, dia juga sangat menarik,' puji Zava dalam hatinya. Entah mengapa denyut nadi wanita itu tak bisa diatur, ia benar-benar terkagum-kagum dengan Reino.

Otak piciknya mulai berfikir, mencari cara mendekati sang adik ipar, Bagaimanapun caranya ia tak boleh melepaskan Reino.

"Tuan, ini minum nya," salah seorang pelayan tampak sigap meletakkan segelas air putih hangat.

Lagi-lagi pelayan itu menjadi pengganggu untuk Zava beraksi, "Sial," gerutu Zava dengan suara pelan.

Tentu saat ini keduanya menikmati hidangan dengan suasana hening, dengan tak saling berbicara satu sama lain, yah.. Reino nampak hanya memperhatikan makanan yang ada di hadapannya.

Pria itu juga mengunyah makanannya dengan pelan, tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Sementara Zava memperlakukan sendok garpunya dengan suara hentakan kesal.

Tentu wanita sepi seperti Zava itu membutuhkan perhatian, yah.. perhatian dari lawan jenis.

Hukk… hukk…

"Bisakah tolong ambilkan aku minum," seru Zava pada pelayan wanita yang ada di sebelah Reino.

Pelayan itu tentu mengangguk, ia tak mungkin menolak perintah nyonya rumah. Ia bersegera mengambilkan segelas air putih, tapi ketika pelayan itu hendak meletakkannya di hadapan Zava, wanita itu menolaknya.

"Tidak! Aku ingin air dingin!" seru Zava kembali memerintah.

Tampaknya Zava sengaja membuat pelayan wanita itu menjauh lebih lama, dan ia bisa memiliki sedikit waktu mengobrol bersama adik iparnya.

Semua cara Zava untuk mendapatkan perhatian Reino itu, tak membuat pria dingin itu memberikan perhatiannya sedikitpun pada Zava. Ia tampak terlalu kaku.

"Sial… harus dengan cara apa, agar ia mau berbicara padaku? Dia sangat dingin dan kaku," gumam Zava dalam hati dengan rasa kesal.

Kali ini Zava memilih duduk mendekat di sebelah Reino, yah.. wanita kesepian itu mengambil ahli posisi Sunny, ia duduk dengan percaya diri di sebelah kiri Reino.

Tentu ia sudah memikirkan matang-matang, ia merasa sangat aman, karena Nyonya Ros yang masih terlelap di bawah pengaruh obat tidur, juga Sunny yang selalu bangun kesiangan.

Ini adalah momen untuk Zava beraksi mendekati si adik iparnya.

"Bolehkah aku duduk disini?" tanya Zava dengan menatap wajah tampan Reino. Sudah tentu wanita itu menebarkan senyum manisnya untuk Reino.

Lagi-lagi pria dingin itu tetap diam, ia tampak tak mengiyakan permintaan Zava, tapi ia juga tak menolaknya.

"Apa kau memang sediam ini dimeja makan? Bukankah kita bisa menjadi teman baik?" tanya Zava dengan suara yang lembut.

Pertanyaan Zava itu hanya mengundang lirikan kecil dari Reino. "Ya.." sahut Reino singkat.

Semakin Reino bersikap dingin maka semakin menjadi rasa penasaran Zava padanya, wanita kesepian itu mengibas-ngibaskan rambut panjangnya, membuat leher jenjang yang berhias kalung itu terlihat nyata keindahannya.

Tak hanya itu Zava mengangkat satu kakinya, melipatnya dengan anggun. Mempertunjukkan paha mulus berisinya pada Reino. Yah.. dress ketat berwarna merah terang itu menyingkap dengan sempurna.

"Hmmm…. Aku rasa pagi ini, sangat cerah, aku bisa merasakan kehangatannya," ujar Zava dengan stabil memainkan helaian anak-anak rambut yang menutupi kupingnya.

"Huhh… dia benar-benar kaku," gumam Zava yang menghela nafasnya panjang. Cara yang ia gunakan itu masih terlalu murahan sampai-sampai Reino sama sekali tak meliriknya.

Padahal tampilan Zava saat ini sudah benar-benar sempurna. Wanita itu bahkan menghabiskan 1 jam lebih menghias dirinya di hadapan kaca.

"Apa kau tak ingin mencoba ini?" tanya Zava dengan menyodorkan sepotong cumi tepung dengan tangan kanannya yang lentik.

Ia tak hanya menyodorkan cumi itu pada Reino, tapi Zava juga memegang lembut tangan kanan Reino. Membuat pria itu akhirnya menoleh, menghadap padanya.

"Tidak! Aku suka itu!" tolak Reino dengan menepis tangan Zava yang semakin mendekat pada mulutnya.

"Kau harus coba, ini sangat enak, mendiang suami ku sangat menyukai ini!" seru Zava dengan sedikit memaksa.

Tentu Reino enggan membuka mulutnya, tapi jika ia semakin menolak maka wanita ini akan terus menggodanya.

Mendapati sang suami dan kakak iparnya yang terlihat mesra…..

avataravatar
Next chapter