webnovel

Berawal Dari Senyuman

Tampaknya gedung yang dituju Zava tak jauh lagi, sebuah butik ternama milik kalangan atas itu terletak di pusat ibukota. Tentu tak sembarang orang mampu kesana.

"Sial! Kenapa harus butik ini! jika Soraya tahu ini tak akan bgus untukku!" gerutu Richard kesal.

Untung saja, Richard membawa topi kesayangannya, topi berlabel "LV" bercorak cream itu dikenakannya.

Keseharian Richard yang terbiasa mengenakan celana pendek juga kaos berkerah membuat laki-laki itu begitu sporty juga simple dan tak malu-maluin jika dibawa kemanapun.

Karena memang tampang Richard yang bisa dibilang diatas rata-rata, tapi tetap saja pesona adik iparnya Reino jauh diatasnya.

Zava melirik Richard, yah kekasih gelapnya itu tak biasanya mengenakan topi dan menundukkan sedikit bagian ujungnya, "Hei what's your problem baby?" tanya Zava dengan menelisik wajah Richard.

Richard tersenyum, ia tentu pandai menyembunyikan ketakutannya.

"No… it's ok," jawabnya singkat.

Zava berjalan lebih dulu, memasuki pintu besar dan disambut hangat oleh pelayan toko.

Sementara Richard tampak ragu, ia memilih ijin ke toilet, dan membiarkan Zava seorang diri ke butik tersebut.

"Silahkan nyonya Alzafa Marcellino Putra, senang bertatap muka langsung dengan anda setelah tak bertemu lima tahun lamanya," sapa Felix dengan senyum tipis.

Yah, dia adalah seorang CEO, dan tak usah diragukan lagi kekayaannya seperti apa. Dia pengusaha sukses, muda dan tampan, dia juga merupakan relasi kerja almarhum Alzafa.

Zara berjabat tangan dengan Felix, mata Felix yang berwarna coklat pekat membuat Zava betah berlama-lama memandangnya.

"Bukankah beberapa orang telah aku kirim ke rumahmu?" tanya Felix dengan mengajak Zava duduk di sofa berwarna putih bersih dan super empuk.

Zava mengangguk, "Benar, mereka sudah dirumah, dan mama serta adikku Sunny terlihat sangat senang, bahkan mereka tak membiarkan siapapun mengganggunya,"

Hahaha… Felix tertawa lepas, senyum pria itu begitu hangat dan gurih.

"Jadi itu alasan kau datang kemari Nyonya?" tanya Felix dengan menatap kedua bola mata Zava.

"Yah, aku pikir akan lebih baik begitu," Zava membalasnya dengan menunjukkan senyuman terbaiknya pada Felix.

Pria keturunan Tionghoa itu, terlihat memberikan sinyal-sinyal ketertarikan pada Zava. Ia berdiri, mengulurkan tangannya pada Zava.

"Ikut aku! Akan ku berikan gaun terbaik untukmu!" ajak Felix pada ruangan kerjanya.

Menggandeng mesra Zava, mereka berjalan dengan langkah seirama, juga dengan kecocokan yang hampir 90 persen.

Berjalan pelan, memasuki lift, mereka menuju lantai 5. Di Lantai itu hanya boleh dimasuki oleh tamu-tamu kehormatan dan juga Eksklusif.

Tak semua pegawai bisa masuk ruangan itu, dan tak semua relasi kerjanya bisa berkunjung dan melihat koleksi gaun-gaun mewah di lantai 5 itu.

Zava mengedarkan pandangannya, ia melepaskan pegangannya pada tangan Felix. Matanya terkagum-kagum dengan lantai 5.

Bagaimana tidak, begitu banyak gaun mewah, glamor, indah dan bahkan pernah dikenakan artis ternama, mancanegara juga para pejabat dalam dan luar negeri, gaun-gaun itu berbaris rapi di sana, dihias oleh manekin cantik berhias bunga mawar putih, merah dan pink.

Tanpa disadari Zava berjalan terlalu cepat, meninggalkan Felix yang berjalan lambat.

"Heeh… dia lucu sekali," puji Felix dengan menyusuri langkah Zava pelan.

Yah.. selama berteman dengan mendiang Alzafa, Felix pernah menaruh hati pada Zava. Saat itu, saat Alzafa membawanya pertama kali ke butiknya.

Tepatnya 10 tahun 5 bulan lalu, Alzafa menggandeng mesra Zava, dan memperkenalkannya dengan bangga pada Felix. Bahkan ia mencium mesra Zava di hadapan Felix.

Seketika wajah polos Zava saat itu memerah, dan malu. Felix menertawakan Zava, dan Alzafa tentu memarahi Felix. Itulah pembuktian betapa besarnya cinta Alzafa Pada Zava istrinya.

Saat itu Zava tak mengucapkan satu katapun, ia hanya sudi berbicara pada Alzafa seorang.

Bahkan baju pengantin yang Zava dan Alzafa kenakan masih terpajang rapi di koleksinya.

"Nona…. Kesini sebentar!" tarik Felix pada tangan kanan Zava dengan sedikit terburu-buru.

Membuat Zava ikut penasaran, "Hei ada apa Felix?" tanya Zava.

Gaun pernikahan Zava dan Alzafa diletakkan Felix agak jauh, yah mereka butuh melewati 15 pasang gaun pengantin yang berjajar rapi. Dan tiba di hadapan lemari kaca besar yang sengaja terpisah.

"Lihat!" seru Felix dengan tak sabar melihat ekspresi Zava.

Zava mengedarkan pandangannya, ia menatap pelan dan sedikit ragu. Ia seperti mengingat sesuatu.

Mendekat pada lemari kaca, memegangi dari luar dan tampak membesarkan kornea matanya.

"This is Real?" tanya Zava yang tak percaya.

Kedua bola mata Zava seketika berkaca-kaca, ia tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya.

Zava histeris, ia menjerit. Menangis, dan tangisnya pecah.

"Sayang… andai kau itu, dan disebelahnya benar aku," ucap Zava dengan suara terbata-bata, Karena ia sudah tak bisa menghentikan deraian air matanya.

Seketika Felix mendekat, dan mendekap tubuh Zava, memberikan bahunya untuk Zava bersandar. Mengelus lembut pipi Zava yang basah karena hujan air mata.

"This is Real, are you remember?" tanya Felix yang terus mengelus perlahan bahu Zava.

Zava mengangguk, "Aku tak percaya, gaun itu masih begitu cantik dan sama seperti 10 tahun 5 bulan lalu," Zava menjerit kembali, tangisannya pecah.

Sementara Felix, ia terus berusaha menenangkan Zava. "Maaf jika… aku membuat luka mu kembali…,"

Zava menutup mulut Felix ia terus memeluk balik Felix dengan erat.

Bahkan keduanya seperti lupa, lupa jika mereka berada di tempat umum. Ada beberapa karyawan disana yang melihat langsung keintiman dan kedekatan diantara keduanya.

Felix menuntun Zava untuk duduk, ia dengan penuh perhatian memberikan segelas air hangat. "Minumlah Nona," ucap Felix dengan lembut.

Zara terus sesegukan, "Thanks," jawab Zava.

"Maaf jika kejutan itu membuatmu sesedih ini, sungguh aku tak bermaksud," ucap Felix yang mengusap linangan air mata Zava.

Zava menggelengkan kepalanya, baginya Felix tak salah. Hanya saja memang perasaannya yang terlalu emosional.

Zava memegang erat tangan kanan Felix, membuat jantung pria itu berdetak kencang, ia benar-benar tak percaya. Apa yang terjadi saat ini.

Zava wanita yang 10 tahun ditaksir, dan bahkan Zava juga yang membuatnya harus bersekolah jauh-jauh keluar negeri. Tapi kini, wanita itu seolah memberikan sinyal hijau padanya.

Felix tersenyum, "Aku akan membuatkan gaun terbaik untukmu Nona,"

"Tidak! Panggil saja, panggil aku Zava," pinta Zava dengan menatap dalam Felix, senyum itu menyeringai di wajah cantik Zava.

"Yeah… it's Ok, Zava,"

Felix memanggil seseorang yang handal, yah.. perancang kenamaannya, perancang yang sudah bekerja dengannya 5 tahun belakangan ini, dia wanita mandiri, cantik, berpendidikan dan juga berpengalaman.

Dia juga tak kalah cantik dengan Zava, hanya saja ia sudah berstatus istri orang, sehingga Felix tentu tak bisa menggaetnya. Namanya 'Soraya', Felix memanggil wanita itu dengan nama akrabnya 'Sasa'.

"Sasa, Kemarilah!" seru Felix dengan suara lantang.

Next chapter