3 BAB II - Perjalanan

Keesokan harinya.

"Mmh.... Hooamm.... " Andra membuka matanya sempurna.

Andra mencoba membangunkan tubuhnya yang diluputi rasa malas, sebenarnya dia masih mau berbaring dikasur. Tapi karena ini permintaan ibunya terkasih dia langsung membangunkan tubuhnya dengan sigap. Setelah mandi dan bersiap ia mulai mengemasi barang-barang.

Dia hanya membawa beberapa barang saja dengan dua set baju ganti.

"Oke, segini saja cukup. paling cuman memakan waktu 2-3 hari doang disana." ujar Andra.

Sebelum pergi dia mengecek blog status petualangnya diponsel. Guild petualang nasional memiliki situs website khusus yang digunakan sebagai sarana informasi dan promosi publik. Ada fungsi blog untuk petualang dan wiki juga. Andra adalah anggota petualang jadi tentu saja dia memilikinya, dia membuka ponsel mencoba mengecek postingan terakhirnya kemarin—

----

[ Postingan Petualang ]

👤 AndraRaider " ★ "

Hari ini juga jadi porter, semangat semua😌

[ IMAGE SELFIE ]

View : 3 | Like : 0 | Dislike : 3 | Komentar : 1

>> BujangGanteng21 💬 : petualang ampas dasar! wkwkwk:v

----

Melihat postingannya itu Andra mulai menangis batin—KUH!

Bagi para petualang dizaman sekarang, sosial media merupakan suatu keharusan sebagai sarana agar diri mereka semakin banyak dilirik orang-orang terutama oleh Guild swasta yang memberikan fasilitas dan bayaran yang lebih baik dibanding Guild nasional. Setiap akun petualang memiliki bintang disampingnya sebagai penanda rangkingnya diguild nasional.

Setelahnya—Andra menenteng ransel yang memiliki sobekan kecil dibeberapa bagian itu dengan siap. Dia akan melakukan perjalanan ke bogor, kampung halaman orang tuanya.

"Oke, ayo berangkat!" seru Andra berkaca-kaca.

Dia membuka pintu kosannya yang berderit nyaring itu.

***

〖 Stasiun Godangdia - KRL Commuter Line 〗

Saat ini Andra sudah menaiki kereta KRL jadwal pagi dari Jakarta ke Bogor.

Perjalanan dengan KRL menempuh waktu perjalanan sekitar Satu setengah jam lebih. Dalam sela waktu senggang itu tidak ada yang bisa dilakukan, dia langsung terlelap tidur—Zzz...Zzz...

Waktu berlalu.

—Bunyi bel pemberhentian terdengar disusul sebuah pengumuman—BIP!

[ Perhatian penumpang sekalian! Kereta XXX telah sampai distasiun Bogor, harap penumpang sekalian untuk tidak turun terburu-buru dan mengecek kembali barang bawaan anda. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih! ]

BIP!

Andra terbangun mendengar pemberitahuan itu.

" Mmh...? Hooahhh...." Dia sedikit merenggangkan tubuhnya yang terduduk kaku.

Dia menengok kearah jendela disampingnya.

"Oh, sudah sampai."

Andra turun dari kereta dengan keadaan masih mengantuk. Beberapa kali dia terlihat menguap lebar dengan matanya yang sayu-sayu. Setelah sepenuhnya sadar dia berjalan sebentar meninggalkan stasiun yang dipenuhi lalu-lalang orang itu.

Setelah sampai ditempat yang lebih sepi dia merogoh kantong jaketnya untuk mengecek kembali alamat yang diberikan ibunya.

Andra menatap secarik kertas digenggamannya dengan bingung.

"Hmm... kemana ini?" Andra menoleh ke sekelilingnya.

Karena bingung dia merogoh ponselnya dikantong jaket yang berlawanan.

"Aku buka Google Map coba...."

Tap. Tap. Tap.

"...." Andra hanya menatap ponselnya dalam diam.

Andra tampak menyipitkan matanya. "Waduh... jauh amat. ini sih tempat terpencil...." Dilanjutkan helaan nafas. "Fuuh... dahlah coba nyari kendaraan aja."

"Mungkin panggil Taxi?" Andra mengodok dompet dikantong belakangnya, dilihatlah isinya.

"...." —TEP!

Andra menutup dompetnya rapat-rapat dan berkata, "Oke, ngeteng angkot aja sampe sana...."

Mukanya senyap datar, dia tidak ingin membahas apa yang ada didalam dompetnya tersebut.

Alamat rumah yang dituju Andra cukup jauh, Dia beberapa kali naik turun angkot yang berbeda untuk sampai dibeberapa tujuan. Raja siang sekarang sudah tepat diatas kepalanya. Karena daerahnya cukup terpencil, Andra harus berjalan kaki menenteng ranselnya mengarungi teriknya mentari. Dengan keringat yang terus bercucuran dari keningnya dia menengok kanan kiri mencari ojek atau apapun itu yang bisa dia tumpangi—pada akhirnya nihil, jalanan pun cukup sepi.

"Sial, nih tempat sepi amat... rumahnya juga udah pada ditinggal...." gerutu Andra menengok beberapa rumah kosong disekitarnya.

Peristiwa Monster Parade 7 tahun lalu merupakan sebuah bencana bagi warga yang hidup dimasanya. Bogor juga salah satu tempat yang terkena mimpi buruk itu. Banyak bangunan dan rumah-rumah yang ditinggal pemiliknya mengungsi atau bahkan ditinggal meninggal. Ada beberapa wilayah yang dikenal menjadi kota hantu karenanya.

Sebelum melanjutkan jalannya Andra berhenti sebentar dan meneguk sebotol air putih yang daritadi digenggamnya.

Glek... Glek... Glek...

"Hadehh... segernya...." ujar Andra menyeka bibirnya yang basah.

Andra melanjutkan kembali perjalanannya. Dia hanya terus berjalan mengikuti kemana langkah kakinya mengarah. Dikala wajahnya mulai kusam dan merah diterpa panasnya siang—

"Huuhhh.... dah sampe belum sih...."

RING! Sebuah suara notifikasi berbunyi menyahutnya.

"Huh? apaan?" Andra mengecek ponselnya.

"Hmm...."

"Eh? disini?" Andra mengangkat kepalanya yang tertunduk letih.

Didepannya saat ini berdiri sebuah rumah tua antik dengan pagar beton setinggi dada orang dewasa mengelilingi sekitarnya. Luas halamannya cukup besar, tapi sayang tampak tidak terawat. Andra dapat melihat dengan jelas banyak pecahan pot dan ranting-ranting kayu yang berserakan tepat disekitaran gerbang masuk.

Andra melangkahkan kakinya masuk dengan perlahan ke halaman depan rumah.

Dia menoleh kesekelilingnya penasaran. "Ini rumah kakek? tempat ibu lahir...."

Sekarang tepat dia berdiri didepan pintu masuk rumah.

"Oke, coba aku masuk. eh... dikunci gak ya?" —Krek! Pintunya terbuka dengan mudah.

"Gak terkunci!"

Suara derit pintu tua yang digeser dapat terdengar dengan jelas mengiringi dorongan tangan Andra. Pemandangan didepannya cukup mengagumkan dibarengi memprihatinkan. Kabang-kabang dan debu masih bisa dimaklumi. Yang membuatnya parah adalah: tempat ini dipenuhi lubang dan retakan ditembok dan lantainya.

"Owalah...Ibu, kurasa tidak akan ada orang yang mau membeli rumah tidak layak ini...." keluh Andra datar.

Andra mencoba mengecek lantai atas untuk mencari tempatnya beristirahat hari ini. Derak tangga kayu mengiringi setiap langkah Andra.

Lantai kedua memiliki 3 kamar, Andra mencoba mengecek setiap kamarnya dan ditemukan hasil bahwa dua diantaranya tidak layak pakai. Hanya satu yang bisa digunakan tepat diujung dekat balkon belakang.

"Kotor... harus bersih-bersih dulu ini mah...." keluh Andra menyipitkan matanya.

Dia bergegas turun dan mencari sapu atau alat bersih-bersih apapun itu untuk membersihkan kekacauan didalam kamar tua ini.

—Memakan waktu hampir 30 menit untuk benar-benar membersihkan satu kamar ini.

Andra sudah mencapai batasnya, dia mengepruk-ngepruk kasur besar didepannya lalu mencoba untuk berbaring perlahan. Untuk sebuah kasur lama itu cukup empuk dan nyaman.

Andra memejamkan matanya dalam damai.

"Huhh... Akhirnya—"

SRIIING! Tiba-tiba muncul cahaya merah terang dari jendela yang sumbernya berasal dari halaman belakang rumah.

"....!!"

"Ap—?! apaan tadi?!" pekik Andra terkejap bangun.

Dia berlari dengan tergesa-gesa mendatangi sumber cahaya misterius tersebut.

Manakala dia membuka pintu belakang rumah kakeknya itu dia langsung terbelalak, mulutnya terbuka lebar. Tatapannya terpaku ke objek misterius didepannya.

"Huh? apa-apaan ini?!"

Didepannya tepat sebuah dungeon menyimpang yang tidak terdaftar di-list Guild petualang nasional. Dungeon itu berbentuk seperti gua yang memiliki tinggi sekitar 4 meter dengan gerbang berbentuk wajah patung kuno dengan mulut yang terbuka lebar, yang menutupi pintu masuknya ialah sebuah pagar baja yang tertutup dari atas mulut patung kuno itu.

Dalam keraguan Andra mendekati Dungeon tersebut perlahan dengan pasti.

Dikala dia mencoba mengecek Dungeon tanpa nama itu perlahan. Dia menyentuhnya dan—

[ Selamat datang pemilik nomor #02 Andra! ]

"EH??"

Suara yang sangat jelas dari seorang wanita muda.

Ini jelas bukan halusinasi. Tentu saja, itu juga bukan mimpi. Suaranya terdengar dengan jelas dikepala Andra seperti sebuah telepati.

"Barusan ada suara dikepalaku... eh??" Andra celingak-celinguk kebingungan.

Klang! Suara pagar baja yang terbanting dengan cepat naik keatas mulut patung gerbang. Ini tampaknya membukakan jalan masuk untuknya.

"....?!"

Andra tergesa-gesa mengodok kantong celananya untuk mengambil ponsel.

"Aku harus menghubungi pengawas guild dulu...!"

[ Saya mohon jangan takut tuan pemilik. ]Suara itu menyahutnya.

"Huh? muncul lagi, apaan dah ini?!" pekik Andra menepuk-nepuk telinganya.

[ ... ]

[ Saya mohon tenanglah dan dengarkan intruksi saya baik-baik. ]Suara itu terdengar seperti memiliki emosi.

[ Sekarang, tolong masuklah kedalam dungeon. Saya akan melanjutkan penjelasannya didalam ]pinta suara itu lembut.

Wajah Andra berubah menjadi pucat pasi. Keringat dingin mulai bercucuran dari bawah dagunya.

"Mana bisa begitu, ini dungeon menyimpang. bahayanya masih belum diketahui, aku bahkan tidak ingin membuang nyawaku untuk masuk kedalam sana!" tangkas Andra menolak.

[ Tolong percaya saya dan masuklah kedalam! ]Suara itu mulai sedikit memaksa.

"Tidak, aku akan pergi. sejauh mungkin!" Andra bergegas berbalik meninggalkan pintu masuk dungeon itu.

[ Fuuh... Saya rasa tidak ada pilihan lain, tolong mohon maafkan kekasaran saya. ]

SRIIING! Cahaya merah tadi muncul kembali dari kedua mata patung wajah gerbang itu.

Andra menoleh ke belakang terkejut. "Ap—?!"

Terkena radiasi cahaya itu dalam sekejap membuatnya kehilangan kesadaran dan jatuh terkapar direrumputan halaman—BRUK!

Lalu—

BERDERAP...

Dari dalam dungeon muncul sebuah golem tanah berbentuk humanoid seukuran orang dewasa berjalan perlahan, dia menengok kearah Andra tanpa ekspresi—tunggu, dia bahkan tidak punya wajah.

[ Tolong masukan dia kedalam. ]Pinta suara itu.

Golem itu bergerak sesuai perintah, dia bergegas meraih tubuh Andra lalu membopongnya perlahan masuk kedalam dungeon.

BERDERAP...

Klang! Pagar baja yang sebelumnya, turun kembali ke bawah menutup pintu masuknya rapat-rapat.

◈◈◈◈◈

--- Bersambung ---

avataravatar