2 BAB I - Kasta Terendah

Apa itu "takdir"?

Sungguh ada banyak sekali jawaban untuk pertanyaan itu; Berdasarkan dalih, berdasarkan kepercayaan, berdasarkan ideologi. Tapi dari semua itu ada seseorang yang ingin mulai memutus ikatannya dengan hal tersebut. Dia putus asa.

Dongeng pejuang itu benar. Dirinya bukan pahlawan yang tahu cara untuk menjadi pejuang. Tidak penting. Dia sudah sadar. Perjuangannya baru akan dimulai setelah roda takdir mulai berbalik kepadanya.

Masa sekarang.

〖 Dungeon Monas 〗

Berlokasi di pulau Jawa, ada sebuah Dungeon terbesar dikota Jakarta, Indonesia.

Saat ini ada sebuah party yang sudah menyelesaikan penjelajahannya didungeon yang tepat bersebelahan dengan Monumen Monas. Sosok mereka terlihat sangat berkilauan dan memiliki aura yang memukau. Mereka melangkah keluar dari gerbang dungeon—serta tepat dibelakang mereka ada seorang pemuda yang kepalanya terlihat tertunduk lesu mengais sebuah ransel besar penuh dengan barang. Ia mengikuti mereka dengan letihnya.

Pemuda itu memiliki perawakan lebih kecil dibandingkan rata-rata petualang pada umumnya, rambut hitam pekatnya cukup gondrong menyiratkan dirinya yang jarang menjaga penampilan. Matanya terus mengarah kebawah, ia tidak ingin terlibat dengan orang-orang. Terutama kerumunan ramai yang dapat ia dengar dengan jelas diluar gerbang masuk.

"....!"

Party itu mulai disambut dengan meriah oleh kerumunan orang diluar dungeon.

"Wow lihat! itu party Blue Star! seperti biasanya mereka luar biasa...." seru seseorang dikerumunan.

"Kau benar, anggota mereka semuanya petualang bintang 3, hebat bukan?"

"Mereka veteran yang sudah sangat berpengalaman, Dungeon Monas yang berperingkat Rank A sudah mereka jelajahi sampai lantai 20, lho!" cetar seseorang menambahkan.

Mendengar pujian orang-orang seraya membuat party berisikan 5 orang itu terlihat nyengir kuda. Tak berselang lama seorang pemuda dengan letihnya keluar menampakan batang hidungnya dari gerbang, fokus utama kerumunan itu mulai teralihkan setelah seseorang menyadari keberadaan si pemuda dibelakang party itu.

"Hey, siapa dia? anggota party mereka?" tanya orang sebelumnya.

"Hahahaha... tidak mungkin, dia paling hanya seorang petualang porter. lihat saja penampilannya!" jawab seseorang disebelahnya terkekeh.

Benar, itu adalah Andra. Sebagai seorang petualang dia selalu terlihat lesu dan kucel. Perlengkapannya bahkan tidak bisa disebut layak, sekarang ini tubuhnya hanya dibalut jaket dengan armor dada serta celana panjang yang sudah usang. Selama 4 tahun menjadi seorang petualang. Andra tetap terjebak dengan peringkat bintang 1 nya. Kasta terendah digolongan para petualang.

".....!" Menyadari sanjungannya sudah lenyap. Pemimpin party menoleh ke belakang memastikan.

Pemimpin party itu tampak mengercitkan dahinya, dia mendecak beberapa kali melihat gelagat Andra yang lambat dibelakangnya. Nama pemimpin party itu adalah Roy, seorang petualang bintang 3 dengan kelas warrior. Dia memiliki perawakan pria bongsor dengan rambut acak-acakan berwarna merah tua.

"Hey bergegaslah porter! dan cepat tutupi wajahmu dengan tudung itu!" cacinya jengkel.

Roy malu jika orang-orang menggosipi porter itu sebagai bagian dari kelompoknya. Parahnya orang ini tidak menyebut nama Andra lagi dan hanya menyebutnya porter.

"Tunggu, ini sudah cukup cepat!" sahut Andra mencoba mengimbangi kecepatan mereka.

"Ciih... dasar tidak berguna!" decak Roy memalingkan wajahnya.

Party itu mulai terkekeh melihat gelagat Andra yang tidak memiliki wibawa itu. Bukan tidak memiliki—hanya saja keadaan yang membuatnya seperti itu. Ini hampir membuatnya terpuruk.

Orang-orang dari kerumunan yang menyambut party itu mulai mengumpat penuh olokan.

"Kehehehehe, tidak berguna...."

"yang membuat predikat petualang Indonesia terus turun dimata dunia adalah orang-orang seperti dia bukan....?"

"Tidak tau malu, seharusnya dia berhenti dari dulu."

"Ssssttt... pelankan suaramu, nanti dia dengar!"

Andra mendengar mereka dengan jelas—setiap katanya. Dia hanya menundukan wajahnya yang tertutupi oleh kerudung jaketnya. Terlihat dibalik tudung itu dia menggertakan giginya kencang penuh kesal.

"Aku bisa mendengar kalian, brengsek!" gumam Andra menggerutu.

Andra mengangkat wajahnya. Melihat kearah party yang tengah disanjung-sanjung didepannya. Dia tidak bisa menyangkalnya—mereka hebat. Dia menyaksikannya sendiri bagaimana orang-orang ini bertarung di Dungeon dengan hebatnya sedangkan untuk dirinya, dia hanya bertugas sebagai pembawa barang dan tukang pulung drop item.

Matanya disipitkan penuh iri dan frustasi—setelah menatap mereka dalam diam dia langsung buang muka dengan decakan kecil. Mukanya sangat kecut sekarang.

"Hey, cepatlah bego!" tegur Roy mempercepat jalannya.

"Ba-baiklah, tunggu...." jawab Andra tergesa-gesa.

***

〖 Taman Monumen Monas 〗

Tak terasa mereka telah tiba di Taman Monumen Monas, dan disana hampir mustahil bisa bergerak diantara kerumunan orang dan lalu-lintas padat gerobak barang porter. Roy mengarahkan party ini ketempat yang lebih sepi dipojokan jalan utama. Party Blue Star sedang berkumpul sekarang.

"Woy porter! cepat bawa ranselnya kemari!" titah Roy dengan nada tinggi.

"Segera—"

"Lama amat sih, ishh..." celutuk seorang wanita penyihir diparty itu.

Roy mulai membagikan hasil jarahan kelompok itu secara merata. tapi, sayangnya untuk Andra dia tidak mendapatkan bagian yang layak. Andra hanya mendapat bayaran 3 kristal mana rank D dari orang-orang ini.

"Ini untukmu porter!" seru Roy menjulurkan tangannya yang memegang kristal mana.

"Ap—?! tunggu, ini tidak sesuai perjanjiannya, kau bilang aku akan mendapat 5!" protes Andra cepat.

"Kinerjamu jelek sebagai porter, hentikan komplainmu dan terima ini, atau kau lebih baik tidak dibayar?" Roy menyeringai sinis kearah Andra. Dia sedang direndahkan.

"Ba-baiklah, kemarikan." balas Andra mengercitkan alisnya.

"....."

Andra mulai pergi meninggalkan party brengsek itu. Setelah Andra berjalan pergi, party itu mulai mengumpat dibelakangnya.

"Pffftt—! apa-apaan dengannya? si bodoh itu...." kelakar si penyihir wanita tertawa lepas.

"Dia tidak berguna, bukan? tapi setidaknya kita bisa memanfaatkan bayaran si bodoh itu yang murah" timpal Roy menyeringai.

Entah karena mereka yang terlalu keras atau telinga Andra yang lebih tajam. Mendengar ocehan mereka memicu gejolak emosi mendalam yang membuat perutnya terasa melilit, ini merupakan rasa sakit hati. Apalah dikata, Andra hanya terus melanjutkan jalannya dan mencoba mengabaikan mereka.

Sekali lagi hari yang sial—kenapa Andra tidak berhenti menjadi petualang? ini alasan klise, keluarganya membutuhkannya. Pada bencana 'Monster Parade' 7 tahun silam keluarga Andra mengalami kemalangan—ayah dan ibunya diserang monster. Ayahnya meninggal dunia ditempat sedangkan ibunya sekarang mengalami kelumpuhan total dan masih dirawat dirumah sakit. Andra yang harus menanggung beban mencari nafkah sekarang.

Tidak ada pekerjaan layak lain yang bisa dia ambil karena dia putus dari sekolahnya 7 tahun lalu. Andra juga harus menanggung biaya sekolah adiknya yang sekarang sudah SMA.

Tidak ada yang bisa disalahkan dalam hal ini.

Oleh karena itu, meskipun berat dia tetap melakukan pekerjaannya sebagai seorang petualang dan porter. Sebagai petualang dibawah naungan pemerintah, Andra mendapat sedikit bantuan dari mereka contohnya adalah: biaya perawatan luka yang digratiskan. Jadi, setidaknya ia bisa tenang—atau tidak juga. Dia mulai putus asa sekarang dan ingin segera berhenti.

***

"Hari ini aku akan pulang saja...." kata Andra berjalan terkatung-katung.

Sekarang sama sekali tidak ada semangat dalam dirinya. Yang ada di angannya sekarang hanya kasur empuk yang bisa ia tiduri.

Andra tidak punya rumah tetap di Jakarta. Saat ini ia ngekos disalah satu kos-kosan murah yang fasilitasnya kurang bisa disebut nyaman. Dia berjalan beberapa menit dari jalan utama tempat dia memisahkan diri dengan party tadi.

Matanya bertemu dengan komplek kos-kosan sewaannya, dalam sekejap dia langsung berlari menghampirinya dengan cepat, dibukanya pintu kosannya itu—Krek!

"Akhirnya pulang...."

Andra melempar tas ransel dipundaknya ke kasur lalu ia meringkukan tubuhnya yang dipenuhi lelah itu dikasur. Dia memeluk gulingnya erat-erat penuh rasa frustasi.

"Sial, sial, sial... mau sampai kapan seperti ini...." keluhnya menggerutu.

Dia membalikan tubuhnya berbaring dikasur. Sekarang pemandangan yang dia lihat hanya langit-langit kos-kosan yang dipenuhi kabang-kabang. Setelah dilihat lebih jelas ruangan itu tidak memiliki perabotan apapun, hanya ada sebuah dipan besi kusam, satu set meja kursi dan sebuah lemari baju. Ditambah ukuran ruangan kos itu sangat sempit bahkan untuk tempat tinggal satu orang.

Andra mulai menggerutu kembali.

"Aku ingin berhenti dan pergi dari sini...tapi bagaimana dengan keluargaku...."

Dia menutupi matanya yang berkaca-kaca dengan tangan kanannya. Saat dia sedang meratap—

RING~ RING~ RING~

Ponselnya berbunyi dan berdering keras. Dia meraih ponsel yang ada diranselnya dengan cepat. Itu telepon dari ibunya. Dia bergegas membenarkan wajahnya yang sedu sebelumnya.

"Halo, iya bu?" jawab Andra pura-pura ceria.

"Halo, nak! Andra gimana kabar kamu baik-baik aja, nak?" tanya ibunya khawatir.

Andra mematung sesaat ragu untuk menjawab.

"... Aku baik, bu. disini lancar-lancar saja" dalihnya berbohong.

"Nak... kamu bisa pergi ke Bogor gak, nak? ibu dapat kontak kalo almarhum kakekmu punya peninggalan rumah disana, kalo bener ada... rencananya mau ibu jual buat kebutuhan keluarga kita" ujar ibunya.

"Iya bu, bisa kok" jawab Andra cepat.

"Kalo begitu ini alamatnya nak, ditulis ya...."

"Tunggu sebentar bu...."

Andra dengan cepat bangun lalu mengambil bolpoin dan secarik kertas yang tergeletak dimeja disamping kasurnya. Ditulisnya alamat rumah peninggalan kakeknya itu.

"Alamatnya di Jalan XXX Dusun XXX Kec XXX Bogor" (*Maaf tidak detail ya^^)

" ..... "

"Sudah, bu!" seru Andra.

"Udah nak? oh iya Andra, si Rika adekmu katanya pengen maen bulan depan, bisa gak?" tanya ibunya.

"Eh? I-iya bisa, bu. boleh kok datang aja gitu...." jawab Andra sedikit ragu.

"...Aku besok berangkat ke Bogornya bu, ibu jaga kesehatan ya" sambung Andra.

"Iya nak, kamu juga ya... hati-hati jadi petualang jangan sampe ke dungeon yang terlalu bahaya ya...." saran ibunya lembut.

"Iya bu. siap, siap...."

"Ya udah ibu tutup ya.... Selamat sore nak!" Ibunya menutup telepon.

"Iya bu, selamat sore juga!"

BEEP!

"..."

Andra melempar ponselnya ke kasur dan kembali berbaring. Dia beberapa kali tampak menghela nafas panjang.

"Fuuuhh... aku harus bilang ke ibu atau jangan ya, kalau aku mau berhenti jadi petualang...."

"...."

Mungkin karena terlalu kelelahan Andra melamun sebentar lalu tanpa disadari terlelap tidur dikasurnya. Wajahnya yang lesu dan penuh kekhawatiran sebelumnya berubah menjadi sangat tenang sekarang.

◈◈◈◈◈

--- Bersambung ---

————————————————

〇 NOTE 〇

Dungeon = Penjara bawah tanah/tempat dimana monster bersemayam.

Party = Kelompok yang berisi satu set orang-orang dengan kemampuan yang berbeda-beda, tujuan utama dibentuk untuk mengalahkan monster bersama.

Raid = Misi penaklukan yang dilakukan lebih dari 1 party.

Porter = Tukang angkut barang/pesuruh.

Happy Reading📖

avataravatar
Next chapter