48 Chapter 48

Seperti janjinya kemarin, Aura sedang bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Ia sudah menyusun sebuah rencana untuk Audi. Ia tidak akan membiarkan Audi hidup tenang diatas penderitaannya.

"Lihat aja, lo bakal tunduk sama gue," ucap Aura sambil tersenyum licik.

Sementara itu, Kenzie sudah berada di depan rumah Audi. Ia sengaja menjemput Audi karena ia sangat rindu. Semoga saja Audi bahagia dengan kedatangannya. Senyum Kenzie mengembang ketika melihat Audi keluar dari rumah.

"Selamat pagi," ucap Kenzie dengan tersenyum manis.

"Kenzie? Ngapain lo kesini?" tanya Audi kebingungan.

"Sengaja, gue pengen jemput lo. Udah lama kan kita nggak gini. Apa lo nggak kangen sama gue?" ucap Kenzie.

Ya, Audi memang merindukan itu semua. Ia merindukan semua tentang Kenzie dan perhatiannya kepada dirinya.

"Kok ngelamun? Yuk berangkat." Audi mengangguk lalu menaiki motor Kenzie.

Alex menatap mereka dari kejauhan. Bibirnya mencoba tersenyum walaupun hatinya sangat terluka. Namun lebih baik begini, jika itu semua membuat Audi tersenyum lagi. Alex ikhlas melepas Audi demi kebahagiaannya sendiri.

"Semoga lo bahagia selalu dengan pilihan lo," ucap Alex.

Kenzie dan Audi sudah sampai di sekolah. Mereka menjadi pusat perhatian semua murid SMA Vla. Kenzie memegang tangan Audi hingga sampai di depan kelas. Ia ingin menandakan jika Audi telah menjadi miliknya lagi.

"Nggak usah pegang gue. Malu dilihatin sama anak-anak lain," bisik Audi kepada Kenzie.

Kenzie tersenyum. "Nggak apa-apa. Gue mau tunjukin ke mereka kalau lo jadi milik gue lagi. Jadi, nggak ada yang boleh ganggu lo."

Senyum tercipta lebar di wajah Audi. Ucapan Kenzie sangat membuatnya seperti terbang ke angkasa lepas. Pipinya sudah merah merona seperti kepiting rebus. Jantungnya berdetak tidak karuan.

"Semangat belajarnya ya. Nanti kalau bel istirahat, tunggu gue disini ya. Kita ke kantin bareng," ucap Kenzie lalu mengusap rambut Audi pelan.

"Iya, lo juga semangat belajarnya."

Kenzie mengangguk lalu berjalan pergi.

Alex melihat Kenzie dan Audi yang sedang mengobrol di depan kelas. Alex tersenyum ketika melihat wajah Audi tersenyum. Ia berjalan mendekat ke arah kelas dan masuk ke dalam kelas.

"Lex, sorry untuk yang kemarin," ucap Audi.

Alex menatap Audi. "Nggak apa, maaf juga kalau kata-kata gue terlalu nyakitin hati lo."

Audi mengangguk lalu kembali fokus menatap papan tulis yang mulai penuh dengan tulisan. Alex lega karena Audi sudah tidak marah kepadanya.

Bel pulang sekolah berbunyi. Audi sedang duduk di depan kelas untuk menunggu Kenzie. Alex sudah pulang duluan karena ada acara basket. Audi terus menunggu Kenzie yang tidak kunjung datang. Suasana sekolah sudah mulai sepi.

"Eh, ada perebut pacar orang disini," sindir Aura.

"Iya nih. Ngapain juga masih disini. Betah amat di sekolah," sahut Riza.

Audi hanya diam, ia tidak ingin memperpanjang percakapan dengan Aura.

"Lo kenapa diam aja? Nggak punya mulut?"

Audi menatap Aura tajam. "Mau lo tuh apa sih? Gue malas debat sama lo, apalagi debat urusan yang nggak penting kayak gini. Lo iri sama gue? Iya? Heran ya, ngapain juga ngurusin hidup orang. Kurang kerjaan banget."

Aura mengepalkan tangannya. Ia tidak terima dengan ucapan Audi tadi.

"Lo ikut gue sekarang!" bentak Aura lalu menarik tangan Audi menuju ruang belakang sekolah.

Suasana ruang belakang sekolah sangat sepi dan juga gelap. Hanya ada sedikit cahaya yang menyinari ruangan itu. Aura mengikat Audi di sebuah kursi yang ada disana. Riza juga ikut mengingat kaki Audi agar ia tidak bisa bergerak kemanapun.

"Kalian apa-apaan sih? Masih jaman main culik-culikan kayak gini?" tanya Audi dengan menatap Aura lalu tertawa kecil.

Aura membekap mulut Audi. "Shut up! Jangan banyak bicara atau nyawa lo bakal habis di tangan gue," ancam Aura.

Audi membisu. Ia sangat takut jika Aura akan menghilangkan nyawanya hari ini. Ia masih ingin hidup bahagia bersama orang-orang terdekatnya.

"Diam juga akhirnya. Dasar mental tempe," maki Riza.

"Gue jamin lo nggak bakal bisa keluar dari sini. Sekalipun lo coba untuk meminta pertolongan, nggak akan ada seorang pun yang bisa nolongin lo! Jadi, lo akan mati secara perlahan disini," ucap Aura dan disusul tawa yang menggelegar.

"Bener. Makanya jangan macam-macam sama kita," sahut Riza.

Audi hanya diam. "Semoga Alex bisa dengar doa gue. Gue butuh lo, Alex," ucapnya dalam hati.

Malam telah tiba. Alex mondar-mandir di halaman rumah Audi, ia mengkhawatirkan keadaan Audi saat ini. Mengapa belum sampai dirumah juga? Begitu juga dengan Sefan, ia sangat khawatir dengan adik kesayangannya itu.

"Gimana? Nyambung ke ponsel Audi nggak?" tanya Sefan dengan cemas.

Alex menggeleng pelan. "Nggak kesambung, bang."

"Apa kita harus lapor polisi aja?"

Lina memegang kedua tangan Sefan. "Jangan dulu, lagipula ini belum 24 jam. Kita tunggu aja, kalau besok Audi belum balik baru kita lapor polisi. Kamu yang tenang dong," ucap Lina.

Sefan mengangguk lalu masuk ke dalam rumah.

Alex menatap langit malam yang indah. Ia membayangkan wajah Audi yang sedang tersenyum ke arahnya. "Lo sekarang dimana? Gue khawatir banget sama keadaan lo sekarang."

Kenzie sedang berada di rumah bersama teman-temannya. Sedari tadi perasaannya tidak enak karena belum bertemu dengan Audi. Sepulang sekolah tadi, Kenzie berjalan ke depan kelas Audi tapi tidak ada siapapun disana.

"Lo kenapa sih? Galau mulu perasaan," ucap Rafy.

"Iya nih. Cerita dong sama kita," sahut Jeff.

Kenzie menghela nafas. "Gue khawatir sama keadaan Audi. Tadi gue janji sama dia untuk pulang bareng tapi di kelasnya udah kosong nggak ada siapa-siapa."

Jeff bangkit dari posisi rebahan lalu duduk di sebelah Kenzie.

"Positif thinking aja, mungkin dia udah balik sama Alex."

Kenzie mengangguk. Ia mencoba menenangkan pikirannya. "Semoga lo nggak kenapa-napa, Di."

Hari mulai larut malam. Audi masih disini, di ruangan yang sangat pengap dan kotor. Audi menatap sekitarnya, ia tidak bisa melakukan apapun disini. Sudah berulang kali Audi mencoba untuk melepaskan ikatan tangannya. Namun tak kunjung membuahkan hasil.

"Gue harus gimana? Gue pengen pulang," ucap Audi dengan menangis.

Sementara itu, Alex masih belum bisa tidur karena memikirkan keadaan Audi. Ia yakin jika kejadian ini erat hubungannya dengan Kenzie. Andai saja Kenzie tidak menghubungi Audi lagi, mungkin ini semua tidak terjadi.

"Kamu kok belum tidur? Udah jam satu pagi loh ini," ucap Lina sembari menatap Alex yang duduk di ruang keluarga.

Alex tersenyum kecut. "Nggak bisa tidur. Aku khawatir banget sama Audi, kak."

"Sama, kakak juga gitu. Udah sekarang kamu tidur dan berdoa supaya Audi cepet ketemu."

Alex mengangguk. "Semoga kita cepet bertemu ya, gue kangen sama suara lo," ucap Alex dalam hatinya lalu melangkah masuk ke dalam kamarnya.

avataravatar
Next chapter