webnovel

Bab 9

Aku tiba dirumah pukul 05.25 Sore.

rumah terlihat sepi, tidak ada suara Tania yang menyambutku, ataupun suara suamiku yang menanyakan bagaimana pekerjaan ku.

Suasana yang begitu damai, aku langsung pergi ke kamarku bergegas mandi untuk membersihkan diri.

Setelah mandi aku berganti baju dan mengeringkan rambut, tiba-tiba aku teringat kembali kado pemberian dari pak Edward.

Segera aku mengeluarkan kotak kado itu dari tas ku lalu membukanya.

aku Menatap kalung itu sebentar dan memakainya di leherku, aku bercermin

“Cantik sekali, cocok sekali denganku,” pujiku tersenyum, “Pintar sekali ia memilih kado yang cocok untukku” sambungku.

Ntah kenapa aku kembali merasa senang, saat aku menggenggam liontin itu aku kembali berdebar, sambil mengingat senyuman manis Edward yang pertama kali aku lihat.

“Ah kacau!” desahku.

Aku tidak boleh begini, aku harus fokus pada rencana balas dendamku. Aku tidak boleh terlena aku harus fokus.

Aku melepaskan kalung itu lalu menyimpannya baik-baik bersama barang berharga lainnya pemberian ibu dan ayahku.

Aku keluar kamar, aku ingin melihat keadaan Zico dan Tania.

Tok! Tok! Tok!

“Sayang,” sapaku memasuki kamar Zico.

Ku lihat Zico terbaring lemas, dengan tangan diikat menggunakan perban berbentuk sarung tinju. Batinku tertawa melihat tampilannya sekarang.

“Ada apa dengan tanganmu? Apa tanganmu terluka?” tanyaku dengan raut wajah khawatir yang dibuat-buat.

“tidak sayang, tanganku baik-baik saja, aku sengaja menyuruh dokter memperban tanganku seperti ini agar aku tidak dapat menggaruk anuku,” ucapnya melirik ke bawah anu-nya. Aku melihat kearah anunya, walau sudah dipanggilkan dokter anunya masih terlihat menjijikan.

“Aku sangat tidak tahan ingin menggaruknya, tapi dokter sangat melarang, jadi aku terpaksa memperban tanganku seperti sarung tinju, aku menderita sayang, aku tak nafsu makan, badanku pun sangat lemas, tolong aku!” rintihnya.

Aku pura-pura merasa iba dan memasang wajah sedih.

“Sebenarnya apa yang terjadi sayang? Mengapa kamu dan Tania mengalami seperti ini?” tanyaku masih dengan raut sedih.

“Ntahlah kata dokter aku terinfeksi bakteri langka yang jarang ditemukan, aku tak tahu dari mana bakteri itu datang, tiba-tiba saja aku dan Tania terkena bakteri itu," ucapnya tertunduk.

Aku menarik nafas pelan, “sudahlah, akupun tak mengerti, lebih baik kamu dan Tania dirawat inap dirumah sakit saja,” saranku.

Zico mengangkat kepalanya dan menatapku.

"Mengapa tiba-tiba? Kan bisa dirawat dirumah saja!" Protesnya.

"Lihatlah, anu'mu sudah di obati tapi tidak ada perbedaannya dengan yang tadi pagi! Lebih baik kau dan Tania dibawa kerumah sakit saja untuk rawat inap. Disana dokter akan menggunakan alat khusus untuk mensterilkan luka kalian, biar kalian cepat sembuh," kataku tegas.

Zico terdiam dengan perkataanku. "Tapi sayang..." Belum dia menyelesaikan perkataannya aku langsung memotongnya.

"ini demi kebaikanmu dan Tania, tolong mengertilah! aku juga akan segera mengabari ayahku, ayahku juga harus tau, biar bagaimanapun Tania adikku,” jelasku.

“baikalah aku akan mengikuti saranmu, aku titip rumah dan perusahaan ya sayang, dan jaga dirimu baik-baik," ucapnya mengalah.

Aku hanya tersenyum mendengarnya

"Titip? Memangnya semua ini milikmu?” batinku.

“Baiklah, kamu istirahat aja sayang, aku ingin menengok Tania dulu,” pamitku beranjak keluar.

.

.

.

Tok! Tok! Tok!

“Tania, ini aku Bella!" ucapku membuka pintu.

Keadaannya tidak berbeda jauh dengan Zico, wajah lemas dan tangannya juga diikat menyatu ditutupi kain seperti sedang diculik. "Ada-ada saja kelakuan mereka ini," batinku mengejek.

“Kakak sudah pulang,” sapanya melihatku.

“Iya aku baru pulang, gimana keadaanmu? kamu sudah makan?" Tanyaku memulai acting.

“aku sudah makan kak, ada pelayan yang menyuapiku," jawabnya melirik tangannya yang terbungkus. "kalau untuk keadaanku, aku tidak baik-baik saja kak, rasanya sangat sakit dan gatal, aku ga tahan kak, apalagi itu bagian alat vitalku. Aku sangat menderita! Aku bahkan membungkus tanganku dan mengikatnya agar aku bisa tahan tidak menggaruknya, tapi tetap saja rasanya menyakitkan hiks hiks," ungkapnya menangis.

Batinku kembali tertawa melihat pelakor kecil ini kena batunya. " Rasakan! Bukankah kau berhianat dengan Zico menggunakan lubang asetmu itu! Sekarang rasakan kepedihannya. Ini belum seberapa dibanding dengan kelakuan kalian brengsek!" Makiku dalam hati. Ingin sekali aku memaki dengan nyata, tapi belum saatnya.

"Kak Bella! Kau mendengarkan ku?" Tanya Tania mengagetkanku.

“aku mendengarkan mu Tania. Aku hanya bisa menyuruh mu bersabar, aku juga bingung kenapa kamu dan Zico bisa kena penyakit seperti ini, dan yang kena adalah area Vital, itu seperti penyakit kelamin saja," ucapku dengan expresi sedih.

Tania terdiam, ia masih menangis.

“Kaka dan Zico sudah mengambil keputusan, bahwa kamu dan Zico akan dirawat inap dirumah sakit," kataku membuatnya sedikit kaget.

“Kenapa harus rawat inap? Kenapa ga dirumah aja?” tanya Tania. "Hmm sudah kuduga ia juga akan menolaknya seperti Zico tadi," batinku.

“aku malu kak, aku ga mau orang-orang tau kalau aku kena penyakit ginian, yang ada mereka akan mengiraku sebagai wanita penghibur yang terjangkit penyakit kelamin, padahal gak gitu faktanya” lanjutnya sedih.

Haha batinku semakin tertawa, bahkan bagiku ia lebih rendah dari wanita penghibur.

“Tenanglah Tania, tidak ada yang akan berfikiran begitu! Kamu adalah putri kedua Ethan Nugroho Fellias! Siapa yang berani mencemooh-mu,” tegasku pura-pura menghiburnya.

“Tapi kak, te-tetap saja..”

“sudahlah, lebih baik kamu istirahat! Jangan berfikir yang tidak-tidak!” potongku.

Tania hanya tertunduk.

“kakak pergi dulu, kamu dan Zico akan mulai rawat inap dirumah sakit besok! Keputusan kakak sudah mutlak! Ini semua demi kebaikanmu!” tegasku keluar.

Sebelum menutup pintu, kulihat Tania menggigit bibir, wajahnya terlihat sangat kesal.

Aku tersenyum senang!

.

.

.

Saat dikamar aku mulai menyusun rencana, aku membuat daftar gaji para pelayan, tukang kebun, juga satpam.

Rencananya besok saat Tania dan Zico pergi kerumah sakit aku akan mulai memecat pelayan dan pambantu dulu soalnya aku sudah menyiapkan pengganti mereka, untuk tukang kebun dan satpam Danu masih mencarikannya untukku.

Lekas ku menghubungi calon pelayan dirumahku, ku infokan besok untuk mulai kerja sore hari.

Oh iya, aku lupa mengabari ayah! Aku harus menelfonnya sekarang. Aku mencari nama ayah di kontak ponselku dan menghubunginya.

Tut.. Tut.. Tut.. panggilan berdering.

[“Halo , putriku sayang! Baru ayah ingin menelfonmu,”] ucap suara ayah diseberang sana.

[“Benarkah? Aku menunggu telfonmu dari kemarin ayah, kau bahkan tidak menelfonmu!”] balasku pura-pura merajuk.

[“Maafkan ayah, sayang. Ayahkan sudah tua, wajarlah pelupa. Tapi ayah tidak lupa hari ini. Selamat ulang tahun putri ku sayang! Putri cantikku!”] seru ayah.

[“oh ya, ayah sudah menyiapkan kado untukmu, hanya saja hari ini belum siap. Jadi akan diantar besok ke rumah mu nak”] lanjut ayah.

[“benarkah? Memang ayah beri kado apa? Sampai terlambat datang kadonya?”] tanyaku penasaran.

[“rahasia dong, itukan hadiah pasti ukurannya pas untukmu, asal kau tidak naik berat badan saja nak. Haha”] terdengar suara ayah tertawa.

[“haha dasar ayah!”] ujarku. Aku berfikir Pasti gaun baru, hampir tiap tahun ayah selalu memberiku gaun. Tapi aku tidak pernah bosan dan selalu senang dengan semua gaun istimewa pemberian ayah.

[“oh iya ayah, Bella lupa. Bella nelfon ayah mau menyampaikan sesuatu..”] lanjutku.

[“ada apa nak?”] tanya-nya.

[“Tania sakit yah, dia kena penyakit kulit gitu. Sedikit parah ya. Jadi Bella putuskan untuk membawanya rawat inap dirumah sakit besok bersama Zico,"] jelasku.

[“apa? Tania sakit?? Kok bisa? Dari kecil Tania selalu rajin merawat dirinya, kenapa ia bisa kena penyakit kulit separah itu?”] tanya ayah heran.

[“Ntahlah ayah, bukan Cuma Tania aja, Zico juga kena. Mereka berdua terinfeksi ayah. Jadi Bella putuskan untuk membawa mereka kerumah sakit besok,”] terangku.

[“Zico juga kena? Sebenarnya apa yang terjadi nak? Besok ayah akan kerumah menemanimu nak,"] ucap ayah.

[“tidak ayah, Bella bisa sendiri! Kita bertemu dirumah sakit Harapan Bangsa saja, Bella baik-baik saja,"] jelasku lagi.

[“tapi nak..”]

[“tolong ayah, dengarkan aku oke... Aku baik-baik saja, aku tutup telfonnya, besok kita bertemu dirumah sakit yah, selamat malam,,”] pamitku mengakhiri telfon.

.

.

.

.

“Huft..” aku menghela nafas,

Ingin sekali aku berbagi cerita dengan ayah tapi aku tidak bisa melakukannya, aku takut ayah terluka. Aku tidak bisa melihatnya terluka karena ulah Tania, bagaimanapun Tania anak ayah dan juga adikku.

Ayah sangat menyayangi aku dan Tania, kalau dia tahu bahwa anaknya sendiri menyakiti saudaranya sendiri, ayah pasti akan terpukul dan merasa telah gagal mendidik anak-anaknya sendiri.

Aku tak ingin ayah terluka, apalagi ayah memiliki riwayat penyakit berat. Aku tak ingin penyakit lamanya kumat! Aku tak ingin melihat ayah jatuh sakit lagi. Sudah cukup sekali aku dulu membuatnya sedih! Sekarang tidak lagi, aku tidak ingin itu terjadi.

“maafkan aku ayah... maaf ayah.. aku sangat menyayangimu ayah.. maaf.. hiks," isakku.

...

Next chapter