1 PROLOG

Dor! Dor! Dor!

Tap! Tap! Tap!

Derap langkah terburu- buru dengan diiringi letusan peluru kini terasa mencekam diantara gelapnya malam. Pemuda blonde terus saja berlari seraya memperbaiki tudung jaket yang ia kenakan. Mata semerah darah yang miliknya terus saja memperhatikan sekitar guna mencegah terjadinya kesalahan fatal yang mengakibatkan kematian konyol bagi dirinya.

Sekitar setengah jam yang lalu, ia berhasil menerobos masuk ke dalam kelompok cabang dari sebuah Yakuza. Meski di awal dia tidak mengalami hambatan apa pun pada misinya, tapi hal itu berubah tatkala letusan peluru yang ia muntahkan itu terdengar begitu nyaring. Tepat beberapa detik setelah tembakan yang menewaskan ketua kelompok, segerombolan pria menerobos masuk ke dalam ruangan yang dimana ketua mereka telah tebaring bersimbah darah. Hingga inilah keadaannya sekarang, berlari dan terus berlari ke arah tempat pertemuan yang sudah direncanakan.

Mata merah itu menyipit tatkala lampu dari sebuah mobil kini menembak ke arahnya. Mengerti akan isyarat yang ditunjukan padanya, ia pun menambah kecepatan langkahnya untuk mencapai mobil itu. Pemuda blonde itu membuka pintu mobil itu dengan cepat dan segera masuk ke dalamnya yang diikuti beberapa tembakan mengenai bodi samping mobil dan tak perlu banyak perlawanan lagi, mobil itu pun melaju meninggalkan lokasi dalam kecepatan 80 km/jam.

"Sudah ku katakan berulang kali, gunakan peredam suara!"

Suara bentakkan keras dari Karin sama sekali tak di dengarkan oleh pemuda berambut blonde di kursi belakang. Pemuda itu terus menatap ke arah luar jendela mobil mata birunya berbinar layaknya anak kecil yang baru pertama kali di ajak keluar rumah. Len, itulah nama pemuda blonde itu. Tanpa marga, tanpa catatan jelas, inilah dia, seorang agen pemerintah tingkat 5.

"Kau dengar tidak, Len?" Tanya Gadis itu dengan nada tinggi.

Sekali lagi suara omelan Karin tidak di gubriskan. Pemuda itu terus memandang keluar hingga mata Shappirenya menatap ke arah salah satu gang kosong yang sempat di lewati. "Berhenti!" Ucap Len.

"Kau sudah gila? Kita tidak bisa berhenti disini! Mereka masih mengejar!"

"Berhenti! Berhenti! Berhenti!" Len menendang- nendang kursi kemudi yang di duduki oleh Karin tanpa perduli kekesalan gadis itu. Merasa tak di perdulikan, Len pun mengikut sertakan tangannya untuk memukul- mukul jendela mobil.

Kesal! Karin benar-benar kesal dengan tingkah Len yang di luar kendali ini. "Ck!" Gumi memutar kemudinya untuk menepi seraya menginjak pedal rem pada mobilnya.

"Bisa tenang atau ti-," Ucapan Karin terhenti tatkala pemuda blonde itu langsung membuka pintu mobil dan berlari keluar menuju gang yang terlewat agak jauh itu. "Mengapa aku harus berpartner dengan anak kecil sih!" Teriak frustasi Karin.

Karin terus memperhatikan sekitarnya, takut- takut jika para Yakuza yang mengejar mereka tahu persembunyiannya. Setelah beberapa detik Len keluar, Karin memakirkan mobilnya di salah satu gang gelap lalu memberikan pesan pada pemuda blonde itu tentang keberadaannya.

"Dimana kau Len? Mengapa lama sekali?"

Tok! Tok! Tok!

Mendengar sebuah ketukan pada jendela di sebelahnya, secara reflek Karin menengok ke arah asal suara tersebut. Di samping mobilnya, kini ia melihat Len tengah berdiri seraya menggendong seorang gadis dengan pakaian yang sama sekali tidak bisa di deskripsikan rapih di punggungnya. Dan dua buah lubang menganga di bagian lehernya dengan sedikit darah yang keluar dari dalamnya.

Tunggu! Seorang gadis?

Len membuka pintu mobil di kursi belakang lalu dengan perlahan ia menurunkan gadis itu pada kursi mobil. Merasa puas dengan gadis itu di dalam mobil, Len pun ikut masuk ke dalam mobil lalu mengangkat kepala gadis pingsan itu ke atas pangkuannya.

"Jalan!" printah Len pada Karin yang masih terdiam tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini.

"Jalan!" Ulang Len agak meninggi yang membuat Karin tersadar dari lamunannya.

"Apa-apaan ini, agen Len? Kau tidak bisa berlaku seenaknya seperti ini."

"Jalan!" Bentak Len.

Sungguh! Berdebat dengan Len adalah pilihan yang buruk. Dengan helaan nafas menyerah, Karin melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi meninggalkan tempat itu sebelum ada yang melihat mereka. Karin melirik sesekali pada gadis pingsan di belakang sebelum ia memutuskan untuk membuka jas yang ia kenakan dan melemparnya pada Len.

"Pakaikan itu padanya."

"Kenapa?"

Karin benar-benar geram melihat tingkah polos Len saat ini. Apa dia tidak melihat pakaian rusak gadis di pangkuannya itu? Apa tidak lihat tubuh putih polos gadis itu hampir terekspose sempurna? Ya, memang Len itu polos seperti anak kecil, tapi mengingat umurnya yang sudah mencapai kepala dua. Tak mungkin jika tak ada kemungkinan hormon pria Len naik dan terjadi sesuatu yang tak menyenangkan.

"Pakaikan saja dan jangan membantah!"

avataravatar
Next chapter