2 Perekrutan

Putih dan sedikit bau manis yang belum pernah ia cium. Apakah ini yang namanya surga? Atau inikah neraka? Entahlah tapi yang pasti itu adalah pemikiran dari seorang gadis berambut Hitam. Sudah sekitar satu menit berlalu ketika ia membuka mata dan menghadapi hal baru. Ya, sangat baru karena yang ia ingat sebelumnya, dia berada di sebuah gang kecil. Mungkinkah ada malaikat yang datang dan menolongnya?

"Dan aku bukanlah malaikat."

Gadis itu tersentak kaget hingga membuatnya menengok ke arah suara tersebut. Disana, tepat di dekat pintu, seorang gadis berambut hijau pendek tengah duduk seraya membaca sebuah buku. Apa dia yang bicara tadi?

"Ya, aku yang berbicara. Ada masalah?"

Masalah! Benar-benar masalah! Masalahnya, bagaimana gadis disana bisa membaca pikirannya? Apakah dia alien? Atau sesuatu yang abstrak.

"Cukup dengan perdebatan dengan pikiranmu sendiri." Gadis itu bangkit dari posisi duduknya dan menaruh buku yang sejak tadi ia baca sebelum melangkah mendekat ke arah tempat tidur singel bed disana. "Semua yang kau pikirkan tercetak jelas pada wajahmu."

Semudah itukah ia ditebak? "A-ah, maaf. Aku tak bermaksud untuk tidak sopan, hanya sa-ouch!" Rasa sakit pada sekujur tubuhnya tiba tiba menyerang saat ia mencoba untuk mengubah posisinya menjadi duduk.

"Jangan memaksakan dirimu, kau masih harus beristirahat untuk sekarang," dengan cekatan, gadis itu kembali membaringkannya dengan perlahan. "Aku akan ceritakan semuanya setelah kau lebih baik. Untuk sekarang, jangan terlalu banyak bergerak dulu, mengerti?" Sambungnya yang mendapat jawaban dengan anggukkan.

"Kalau boleh tahu, siapa namamu?"

"Karin, Yuruzawa Karin."

"A-ah, namaku Minami Hikari. Umm... Yuruzawa-san, apakah aku berada di surga? Ataukah kau ini adalah malaikat yang akan membawaku menuju surga?"

Karin menaikkan sebelah alisnya tatkala pertanyaan tak masuk akal itu menyerang. Malaikat katanya? Kepalanya terkena benturan? Sepertinya harus di periksa. Bisa jadi benturan cukup kuat di kepalanya hingga membuat Ia seperti sekarang.

"Kau itu masih hidup. Lagipula, apa yang terjadi padamu tadi malam hingga kau berakhir di gang sempit itu?"

Hikari memejamkan matanya sebentar untuk mencoba mengingat hal yang terjadi semalam kepadanya. Tapi berapa kali pun ia mencoba untuk mengingat, ada sebagian memorinya yang menghilang. Dan hal yang menghilang adalah bagian terpenting atas peristiwa naas yang menimpanya.

"Maaf, aku tak bisa mengingat semuanya. Yang ku ingat ada seorang pria yang meloncat dari atap lalu mendarat tepat di hadapanku. Matanya yang merah, dan wajahnya yang terlihat telah mendapatkan mangsa, membuatku takut."

"Hmm ... Lalu apa yang pria itu lakukan padamu?"

"Entahlah, aku tak ingat apa pun setelah itu. Semuanya terasa begitu cepat hingga aku merasa lemas dan pingsan." Hikari menatap Karindengan serius. "Apakah terjadi sesuatu padaku?"

Entah tak mendengar atau tak perduli dengan pertanyaan Hikari. Gadis itu bukannya menanggapi, ia malah mengambil sebuah gelas yang berisi cairan merah kental di dalamnya lalu menyerahkannya pada Hikari. Tatapan Karin seakan memaksa Hikari agar mau meminumnya.

"Ambil dan minum."

"Apa itu?"

"Aku tak bisa menjelaskan semuanya jika tubuhmu belum stabil," Dengan perlahan Karin membantu Hikari untuk duduk. "Mulai sekarang, ini adalah obatmu. Kau takkan bisa hidup tanpa obat ini. Minumlah!" Karin menyerahkan gelas itu pada Hikari.

Ragu? Memang. Bagaimana tidak ragu, Hikari saja tak mengenal Karin. Sekarang gadis itu malah menyuruhnya minum obat hingga satu gelas. Apa tidak akan over dosis?

"Tenang saja, obat itu masih kurang dari dosis yang di anjurkan."

Yap! Sekarang Hikari yakin bahwa gadis di depannya ini cenayang! "Umm ... Baiklah." Meski ragu, Hikari tetap meminum obat itu sekali teguk.

"Jadi bagaimana? Kau suka rasanya?"

"Rasanya tidak terlalu buruk, malah terasa manis."

"Baguslah. Jadi, kau tak per-"

Brak!

Dua pasang mata yang ada di dalam kamar itu pun segera mengalihkan pandangan pada sosok pemuda berambut blonde di ambang pintu. Karin yang menyadari sosok pemuda itu pun berniat melontarkan kata-kata kekesalannya karena sama sekali tak memiliki tata krama-menurutnya- sampai seorang pria berambut coklat dengan kacamata yang membingkai di hidungnya pun terlihat berjalan di belakang pemuda blonde. Sebuah senyum mengembang dari pria itu yang membuat Karin langsung berubah sikap

"Letnan."

"Mereka siapa?" Tanya Hikari tatkala kedua orang asing itu masuk ke dalam ruangannya.

Pria berambut coklat itu menghampiri Hikari diikuti dengan pemuda blonde yang terus mengikutinya seperti anak ayam. Melihat tingkah pemuda blonde disana, Hikari sedikit agak tertarik. Menurutnya pemuda itu lumayan tampan terlebih bola mata seindah lautan itu benar-benar menghipnotisnya. Begitu indah dan sempurna.

"Saya Letnan Kimura Rei, senang bertemu dengan anda."

Perkenalan diri sang Letnan benar-benar membuat Hikari kembali dari alam pikirannya hingga membuatnya sedikit menunduk malu. Mungkin kah dia ketahuan tengah memperhatikan orang? "A-ah, ya, salam kenal Kimura-san."

"Maaf mengganggu percakapan kalian. Tapi ada yang harus saya beritahukan secepatnya."

"Apakah keputusannya sudah keluar?" Tanya Karin pada Kimura yang mendapatkan anggukan.

Mengerti dengan situasi yang amat rahasia ini-karna menurutnya menyangkut soal negara-, Hikari pun berniat untuk turun dari tempat tidurnya dan keluar dari ruangan tersebut sebelum di cegah oleh Karin. "Hey! Kau mau kemana? Tubuhmu belum pulih. Kau masih harus beristirahat!" Tegur Karin.

"Ta-tapi, bukankah kalian ingin mendiskusikan hal penting?" Tanya agak kebingungan dengan situasinya saat ini. "Jadi aku harus keluar dulu kan?" Sambungnya

Rei tersenyum lembut menanggapi perkataan polos tadi. "Tidak apa-apa. anda bisa tetap disini Minami-san. Terlebih pembicaraan ini pun memang di khususkan untuk dirimu."

"Aku?"

"Ya, untukmu." Setelah berkata, Rei memberikan isyarat pada pemuda blonde di belakangnya agar maju ke sampingnya.

"Dia adalah Hagare Len. Mulai sekarang kau adalah partner tugasnya," Kata Rei seraya menepuk pundak pemuda yang disebut Len. Hikari terdiam sesaat untuk mencerna perkataan Rei tadi. Apa katanya? Partner?

"Tu-tunggu, ini pasti ada kesalahan! Maksudku, mana mungkin dengan tiba-tiba aku berpartner dengan seseorang. Aku juga tak bisa bekerja di tempat yang sama sekali belum ku ketahui seperti ini." Jujur saja, Hikari sedikit kewalahan saat mendengar perkataan Kimura yang tiba-tiba mekrutnya.

Mendengar jawaban Hikari, Rei pun berkedip beberapa kali sebelum mengalihkan pandangannya pada Karin. Mengerti dengan pandangan atasannya Karin pun menghela nafas. "Dengan kondisi tubuhnya yang belum stabil. Aku memilih untuk bungkam dulu."

Rei menghela nafas saat mendapat jawaban dari Karin. Lalu pandangan kembali mengarah pada gadis honey blonde yang terduduk di tempat tidur berukuran singel bed tersebut.

"Dengar Minami-san," Rei menarik nafas perlahan sebelum melanjutkan perkataannya. "Kau sudah tidak bisa kembali pada kehidupanmu yang sebelumnya."

Hikari menyeringit tak mengerti akan perkataan Rei. "Apa maksud anda?"

Hikari menepuk kembali pundak Len, "Dia yang membawamu kemarin malam dan dia jugalah yang telah menyelamatkanmu dari keadaan sekarat." Len yang di sebelah Rei hanya terdiam menatap datar kearah Hikari. "Maka dari itu dia tak boleh terlepas dari dirimu."

"Hah?" Rin kaget saat mendengar perkataan yang menurutnya bodoh itu.

"Tu-tunggu dulu. Aku tahu, aku memang di selamatkan olehnya. Tapi, bukan berarti aku harus menjadi partnernya. Lagipula aku tak tahu tempat apa ini, dan pekerjaan apa yang kalian lakukan."

Karin mengambil sebuah lencana dari saku jasnya lalu memperlihatkannya pada Hikari. "Kami adalah agen rahasia yang di naungi oleh pemerintah. Agensi kami dinamakan UWM," Karin menyerahkan lencana itu pada Hikari. "Agensi kami sedikit khusus dan berbeda. Karena lima puluh persen agen-agen dalam agensi kami bukanlah manusia."

Entah harus memberikan reaksi seperti apa, tapi Hikari benar-benar tak mengerti jalan kenapa ia harus direkrut ke agen pemerintah seperti ini. Dia itu sama sekali tak memiliki kemampuan dan lagi mereka membahas hal aneh. Apa katanya tadi? Lima puluh persen bukan manusia?

"Tunggu dulu! Kurasa kalian salah memilih orang."

"Ada peraturan dalam agensi kami yaitu, seseorang yang telah mengetahui tentang agensi, maka ia harus menjadi anggota agensi atau mati."

Hikari membulatkan matanya tatkala kata-kata mati terdengar jelas di telinganya. "Ta-tapi, aku masih memiliki pekerjaan tetap. Dan keluargaku pun belum ku beritahu."

Rei tersenyum pada Hikari. "Tak perlu cemas, itu semua sudah kami urus. Lagipula mulai sekarang kau bukan lagi seorang manusia."

"Bukan manusia? Apa yang kalian maksudmu?"

"Kemarin malam, kau di serang oleh seorang vampire dan agen Len menemukanmu terbaring lemah di salah satu gang yang dilewatinya bersama Karin. Karna racun yang diberikan oleh telah menyebar, akhirnya kami mengantisipas agar kau tidak menjadi vampire yang berbahaya. Dan akhirnya agen Lenlah yang mengeluarkanmu dari kondisi kritis meskipun tak terlalu sempurna," Jelas Rei.

"Tadinya kami mencoba menyuntikanmu obat-obatan namun tubuhmu menolaknya dan membuatmu semakin sekarat. Akhirnya, dengan sukarela agen Len yang sejatinya adalah seorang vampire, memberikanmu sebuah pengobatan. Kau tau Minami-san, mulai sekarang kau bukan lagi hanya manusia, kau juga vampire. Meski kau memiliki sudah hampir sembuh, tapi itu semua tidak stabil. Kau membutuhkan racun dari vampire yang telah menolongmu untuk menahan sifat buas dari kepribadian vampiremu. Dan agen Len pun memang membutuhkan partner penyuplai darah untuknya. Maka dari itu Letnan Rei telah berdiskusi dengan marsekal untuk menjadikan kalian berdua partner," Sambung Karin atas penjelasan Kimura tadi yang membuat Hikari terdiam tak percaya.

"Kalian bercanda bukan?"

"Maaf, tapi inilah kenyataannya," Jawab Kimura..

"Ta-tapi."

"Kami memahami ini bukanlah hal yang gampang untuk di lakukan. Maka dari itu kami akan memberi kesempatan pada kalian." Rei membungkuk sebentar sebelum berjalan keluar dari ruangan tersebut.

"Tu-tunggu!"

Sebenarnya Karin pun harus keluar dari sana, tapi ada hal yang harus di beritahu pada Hikari agar gadis itu tidak tambah terbebani nanti. "Aku hanya ingin memberitahukanmu satu hal penting yang perlu kau tahu dari Len." Karin mencondongkan tubuhnya ke arah telinga Hikari dan mulai membisikkan sesuatu.

"Len seorang Tuna Grahita*."

Deg!

Karin kembali pada posisi berdirinya sebelum mengikuti jejak sang ketua yang melangkah pergi Dari ruangan tersebut, meninggalkan Hikari yang masih sepertinya masih agak shock karena perkataan Karin dan Rei sejak tadi. Hingga tak lama berselang, gadis itu merasakan tarikan pada ujung lengan bajunya. Hikari melirik kearah Len yang masih memasang wajah datar di sampingnya.

"Aku lapar."

Dan mulai dari sekarang, kehidupan Hikari takkan senyaman dahulu lagi.

___________ TBC

* Tuna Grahita= orang yang memiliki keterbelakangan mental

avataravatar