webnovel

Terima kasih kaliamat sederhana itu

Kepulangan mereka membawa cerita tersendiri. malam yang akan menyelimuti mereka berdua, akankah pagi membangunkan mereka dengan cepat atau langit menarik selimut sang matahari memaksa untuk mereka bertemu lagi?. Lebih tepatnya, kata - kata dalam cerita mereka akan membekas sebagai obat terlelap tidur mereka sekarang.

- - -

Bayangan hitam menyerepuai perempuan sedang masuk ke kamar. Ambar yang selesai mandi dari perjalanan tadi sore dengan seseorang yang menjengkelkan membuat dia kelelahan, rasa ingin tertidur dengan cepat. Namun, dalam bayang - bayang pikirannya terbentang luas wajah Aditya dan memori kepalanya terekam banyak perkataan sederhana Aditya. Ambar mengambil bukunya melihat beberapa lembar tidak tertulis satupun puisinya selain. "Senja aku mencarimu." menarik nafas dan menutup bukunya, perlahan menatap langit - langit kamarnya.

"Ah, sial. kenapa wajah jelek dan berantakan itu ada di setiap pandanganku, jangan bilang ini yang dinamakan?. Ah aku masih bersama dengan Jimmy tak mungkin untuk melakukan hal bodoh seperti itu." Batinnya,

Penasaran pun menggantungi pikirannya. Semakin lama berdiam semakin banyak yang Ambar bayangkan. Dari awal pertemuan hingga perkataan di akhir pulangnya mereka, namun, dari setiap perkataan Aditya bahkan puisinya membuat dia selalu tersenyum dengan keadaan berdiam menatap langit - langit kamarnya.

Hati yang keras akan luluh juga oleh hal lembut. Ya, walaupun itu sederhana namun tidak salah apa bila itu membekas. Ambar mulai gelisah ia kembali mengambil buku dan pena menuliskan.

"Terima kasih rangkaiaan kata itu, aku harap tidak akan pernah berakhir dan aku ingin tetap mendengarnya walaupun aku orang kedua yang mendengarnya.

Ambar." Sumatera Selatan, Indonesia.

Perlahan Ambar menutup bukunya, menarik selimut tak lama tertutup juga mata biru itu. Lelah yang tidak bisa tertidur terobati dengan kata - kata dalam cerita mereka. Seperti cerita mereka yang sedang ditulis Aditya dibukunya dalam lampu kuning terang dikamarnya. Hampir enam lembar Aditya sudah menuliskan cerita dia dan Ambar dari perihal bertemunya mereka dan berakhirnya dengan malam yang hangat.

"Walaupun terang bintang membuat mereka berpisah. Namun, dalam pagi esok matahari akan menyatukan mereka lagi dan langit membukakan mata sang dewi itu.

Aditya." Sumatera Selatan, Indonesia.

Diakhiri kertas ke enamnya, dan menutup bukunya dengan gerak menutup matanya yang tertidur.

- - -

Selamat pagi terang dan senyum untuk dunia. Buka jendela - jendela kamar yang tertutup rapat dengan embun yang melekat dalam kaca, sambut pagi dengan indah dan jangan lupa sapa dengan senyum. Asap putih mengebul dimana - mana. Pagi ini memang indah namun tidak seindah persahabatan Aditya dengan sahabat tuanya, motor antik kelahiran tahun tujuh puluh satu. Hari ini dia benar - benar tidak mau hidup, inilah duka motornya yang kerap membuat Aditya ingin rasanya di musiumkan. Tapi, lama menatap dengan lelah memperbaiki sahabatnya terbayang kenangan mereka berdua. Dengan menghirup kopi yang dibuatnya menatap kearah kanan ada sebuah sepeda tua yang ia beli dari temannya.

Sepeda ontel. Menurut temannya tidak berguna lagi,namun, masih saja Aditya mengoleksi benda - benda tua, akan tetapi sepeda itu masih berfungsi bahkan lampu dan bellnya masih aktif, Aditya pun menghentakan gelas kopi yang dia letakan di atas meja depan rumahnya. Dengan cepat menuju kamarnya, mengambil tas slempang yang berisi buku dan penanya. Menutup pintu dengan keras dan tidak lupa untuk menguncinya, ia bergegas beranjak dari halaman rumahnya.

Dengan bunyi Kring - kring dari bell sepeda tua, bahagia Aditya menyambut pagi dengan senyum. Hari ini rencananya Aditya ingin main kerumah Ambar dan juga ingin bertemu Keluarganya. karena selama ini Aditya hanya tinggal sendiri. Orang tua Aditya pisah dan meninggal 2 tahun yang lalu, dan disusul oleh ibunya 1 tahun kedepan, miris memang. Sudah pisah, meninggal pula. Tapi tidak ada kata menyerah dan tertutup bagi Aditya. Karena dia siswa yang aktif dalam kampusnya bahkan dia anggota resmi di komunitas - komunitas anak jaman sekarang, dari komunitas Film Dokumenter, Motor Klasik, bahkan komunitas Pendakian.

- - -

Dari rumah Aditya hanya melewati satu komplek saja agar bisa sampai kerumah Ambar. Kring - kring!. Bunyi bell dari sepeda tua, tepat di depan pagar rumah Ambar roda sepeda itu berhenti. Aditya melihat kearah rumahnya, namun serasa tidak ada seorang pun disitu.

"Apa aku masuk, dan mengetuknya? atau aku disini memanggilnya, sebaiknya aku mengetuk pintunya saja." Ucap pelannya. Perlahan Aditya membuka pagar, bergegas menuju pintu rumahnya.

"Permisi," Teriak Aditya keras, tangan mengetuk pintu rumah itu.

"Pagi!." Aditya hanya gelap yang terlihat di kaca.

Ia berpikir apakah Ambar tinggal sendiri dirumah ini, atau memang dia dan keluarganya masih tidur, atau memang tidak ada orang. tapi tidak mungkin kalau Ambar tidak di sini, jelas - jelas Aditya mengantarnya kesini. Apa boleh buat toh, sifatnya mulai lagi, dengan penasaran ia melihat setiap kaca kamar, hampir tiga kaca kamar yang ia lihat tidak ada satupun hordeng terbuka.

"Apa sebaiknya aku pergi aja dari sini,"

"Ah bodo, pasti dia dirumah." Penasaraan pun menghantuinya, dengan cepat Aditya memutar balik dan mengayun cepat sepedanya untuk menabrakan dirinya dipagar rumah Ambar.

Terluka tidaknya tubuh tidak membuat tekad seorang laki - laki patah untuk menemui seseorang yang dia sayangi bukan. seperti halnya hujan yang jatuh namun masih saja turun untuk menghidupkan daun - daun yang layu, seperti luka yang tergores di tangan akan sembuh apa bila di balut dengan kelembutan tangan yang mengobati.

Garrrrr.... bunyi keras di depan rumah Ambar, Ambar yang selesai mandi membuka hordeng kaca kamarnya terlihat seseorang yang jatuh di pagarnya. Ambar pun tergesa - gesa memakai baju secepat mungkin keluar dari rumahnya.

"Adu ini kenapa pak " Ucap Ambar melihat keadaan tesebut.

"Pagi luka," Kata Aditya, sedang mendirikan sepedanya. Perempuan itu hanya bisa ternganga melihat hal yang dilakukan pria bodoh si Aditya.

"Aditya, kok bisa."

"Aku tadi mengetuk pintumu, bahkan berteriak. namun tidak ada satupun orang yang membukanya." Jawabnya dengan wajah senyum - senyum.

"Pagi - pagi seperti ini udah buat onar, orang tuaku sedang keluar kota, jadi aku sendiriaan dirumah, lagiaan tadi aku lagi mandi." Balas Ambar, nafas yang perlahan ia keluarkan, Aditya memberikan wajah biasa - biasa saja seolah Ambar yang marah pun di anggapnya biasa, aneh memang. Namun, dari melihat wajahnya. Luka yang di dapat sudah tidak terasa lagi.

"Terus pagarnya hancur?." Ketus Ambar kesal, bahkan ingin sekali dia mengusir Aditya. Tapi malam serasa tidak sepenuhnya terobati ketika dia melihat Aditya yang terluka. ingin mulutnya mengucap masuk ke dalam.

"Pagarnya bisa diperbaiki, tapi pikiranku tidak bisa kuperbaiki dari tadi malam, yahh, mungkin dirimu." Jawab Aditya, tangan kanan yang mengalir darah itu mengusap rambut Ambar, tidak telalu banyak. Namun, harus cepat di obati karena pagar yang dia tabrak sudah berkarat.

"Kamu ini,"

"Yaudah, cepat masuk. nanti aku obati lukanya."

Aditya hanya bisa tertawa melihat pagar yang ditabraknya, suara - suara burung bernyanyi di komplek perumahan Ambar seakan Aditya tidak ingin beranjak pergi.

- - -

"Sini lukanya aku obati bentar." Ambar memegang tangan Aditya yang terluka, dengan penuh pelan Ambar mengoleskan obat lama yang terbuat dari bawang putih. Meskipun aroma khasnya mungkin bukan pilihan pertama tapi obat lama sudah sewajarnya berkhasiat toh.

"Tahan ya."

"Aku tetap baik Ambar, tidak masalah bagiku menumburkan badanku kepagar besi itu selagi pikiranku bisa terobati ketika bertemu denganmu," Jawab Aditya tersenyum melihat wajah ambar yang hati - hati mengoleskan obat itu.

Ambar yang menunduk, lalu menatapnya. Terhenti sejenak tangannya yang mengoleskan obat. Dengan cepat Ambar menghalingkan wajahnya ke luka Aditya. Pandangan yang tidak seharusnya boleh Ambar lakukan.

"Harum." Kata Aditya, pelan membisikan ke arah telinga Ambar.

"Harum apanya, ini dari bawang putih, aku aja nahanin baunya," Jawab Ambar,

"Rambutmu Harum."

- - -

Catatan : Semua Chapter, sedang dalam perbaikan. Namun, Kalian masih bisa menikmati cerita Adanu Hipu ini. Dengan segelas kopi berisi temu, yang berujung rindu.

- Ry

Next chapter