8 Penyakit Skizofrenia

Pagi hari seorang pria 27 tahun yang baru saja tiba kanal sungai ingin memancing, melihat mayat yang mengapung di aliran sungai, untuk memastikan dia mendekati mayat itu lalu berteriak meminta pertolongan warga sekitar.

"Tolong… ada mayat, tolong, tolong," teriak pria yang seperti orang kesetanan.

Warga lainnya yang melihat merasa penasaran dengan pria yang berteriak meminta pertolongan.

"Ada apa teriak begitu?" tanya ibu separuh baya kepada pria muda yang berlari meminta pertolongan.

"Itu Bu, ada mayat," jawab pria muda itu keoada warga separuh baya.

"Dimana kamu melihat mayatnya?" tanya wanita itu penasaran.

"Di kanal Bu, saya akan memanggil warga yang lain," pamit pria itu berlari mencari pertolongan.

Semua warga dan dari pihak kepolisian berhasil mengevakuasi korban, tim pak saleh yang baru saja tiba meminta ijin pada pihak forensik untuk melihat jenazah yang sudah di bungkus.

"Boleh kami melihatnya sebentar, kami hanya ingin memastikan mayat ini tidak ada hubungannya dengan kasus yang sedang kita dalami," pinta Pak Saleh kepada tim badan forensik.

"Tapi jangan lama-lama," jawab salah satu dokter forensik.

Pak saleh membuka bungkus sleting mayat tersebut, lalu terkejut saat tahu jari kaki mayat itu menghilang. Dengan cepat, dia menutup lagi bungkus mayatnya dan meminta badan forensik untuk melakukan tugasnya.

"Terima kasih, kalian boleh membawanya," ucap Pak saleh berdiri lalu berjalan menuju mobilnya dengan di ikuti Rio, Rangga, dan Angga.

Di mobil tim Pak Saleh berdiskusi, mengenai apa yang telah mereka lihat dari mayat yang kehilangan jari kakinya. Mereka meyakini bahwa pembunuhnya orang yang sama dengan yang membunuh Ayah Adamma.

"Aku yakin sekali pembunuhnya sedang mengerjai kita saat ini dengan memberikan teka-teki yang begitu sulit untuk di pecahkan," ucap Rio meyakinkan timnya.

"Sekarang kita lebih baik kembali ke kantor, sambil menunggu bukti yang di temukan oleh bada forensik," perintah Pak Saleh.

"Arya sama Adamma kemana ya?" tanya Angga mengingat kedua rekannya yang tidak terlihat.

"Mereka sudah ku perintahkan mengecek seluruh CCTV untuk mencari bukti tentang pembunuhan yang terjadi di kanal.

"Apa ada CCTV di daerah sana Pak? Itu kan lokasi jarang sekali di lewati manusia," tanya Rangga kepada ketua timnya.

"Maka itu aku meminta Arya untuk mengeceknya, dia akan mencari bukti sekecil apapun," jawab Pak Saleh yang mempercayai Arya.

Siang hari di terik matahari yang begitu panas, Arya dan Adamma mencari CCTV di area kanal, tapi belum dia temukan. Menengok pada tiang lampu, tapi tidak terpasang CCTV, membuat mereka begitu putus asa lalu beristirahat sebentar di bangku jalan dekat dengan kanal.

"Minumlah dulu," pinta Adamma memberikan air mineral yang baru dia beli tadi di jalan.

"Terima kasih," jawab Arya menerima air mineral dari Adamma lalu meneguknya.

Adamma juga meminum air mineralnya, dengan letih dan berkeringat dia melihat jalanan yang sepi tak ada satupun rumah penduduk. Arya yang melihat Adamma yang berkeringat memberikan sapu tangan miliknya.

"Pakailah ini untuk mengusap keringatmu," ucap Arya dengan menyodorkan sapu tangan miliknya. "Tenang ini bersih belum kupakai," lanjut Arya meyakinkan Adamma yang hanya melihat sapu tangannya.

Adamma menerima sapu tangan Arya. "Bukan seperti itu, hanya aneh saja kamu bersikap baik padaku," jawab Adamma dengan mengusap keringat yang ada di dahinya.

Setelah beristirahat mereka melanjutkan perjalanan lagi untuk menyusuri area kanal, untuk mencari bukti lainnya yang mungkin di tinggalkan oleh pelaku.

Di ruangannya Risa kedatangan pasien wanita 25 tahun, yang memiliki gangguan mental skizofrenia. Risa merasa kasihan dengan Cahaya, yang seringkali kambuh saat dia merasa stress.

"Dok saya ingin sembuh," lirih Cahaya kepada Risa dokternya. "Saya cape dok selalu di kucilkan oleh keluarga dan tetangga sekita rumah saya, mereka bilang saya gila atau apalah itu. Saya harus bagaimana dok?" tanya Cahaya yang memohon kesembuhan pada Risa.

"Penyakit yang kamu derita saat ini memang tidak dapat di sembuhkan, kami hanya bisa mengatasi nya dengan memberikan kamu obat-obatan yang dapat membantu kamu untuk lebih tenang dan enjoy dalam menjalani kehidupan kamu," jawab Risa memberitahu yang sebenarnya.

Tidak puas dengan jawaban Risa, Cahaya mengamuk dengan menyingkirkan barang milik Risa yang ada di meja kerjanya. Membuat Risa berdiri untuk menjauh dari Cahaya.

"Kamu itu dokter! Seharusnya kamu bisa menyembuhkan penyakitku," teriak Cahaya dengan mengoceh menyalahkan Risa.

Risa langsung menekan bel untuk memanggil perawat, dengan segera dua perawat datang lalu memberikan suntikan penenang kepada Cahaya yang sedang mengamuk. Setelah di suntik, Cahaya lemas dan terjatuh di lantai.

"Dokter baik-baik saja kan?" tanya Andin asisten Risa.

"Saya baik-baik saja, tolong kalian bawa dia ke ruang opname. Jika dia sudah sadar tolong panggil saya lagi," pinta Risa kepada kedua asisten perawatnya.

Vincent datang ke ruang kerja Risa, sangat panik mencemaskan keadaan Risa.

"Aku tadi mendengar ada pasien yang mengamuk di ruangan ini?" tanya Vincent tak melihat satulun orang di ruangan Risa.

"Dia sudah di bawa oleh Sinta dan putri, untuk dirawat di ruang opname," jawab Risa dengan membereskan barang miliknya yang jatuh berserakan.

"Lain kali kamu harus lebih hati-hati dalam menangani pasien yang memiliki gangguan mental yang berbahaya," ucap Vincent ikut membantu Risa yang sedang sibuk membereskan barang miliknya.

"Aku sudah terbiasa dengan mereka, jadi aku tidak takut lagi," jawab Risa tersenyum.

Setelah semuanya selesai, Risa menawarkan minum kopi bersama kepada Vincent.

"Mau minum kopi diluar," ajak Risa kepada Vincent.

"Tumben, pasti ada yang ingin kamu bicarakan," jawab Vincent menebak-nebak.

"Bukan seperti itu sih," Risa duduk lagi di kursinya. "Aku hanya bingung dan ingin meminta saran darimu," lanjut Risa yang merasa bimbang.

"Ada apa cerita saja," ucap Vincent duduk di depan Risa.

"Jika nanti aku terpilih untuk ikut seminar selama dua bulan di Amerika, apa aku harus pergi?" tanya Risa bingung.

"Memangnya apa yang kamu beratkan?" tanya balik Vincent.

"Aku khawatir dengan Adamma, jika aku harus pergi kesana," jawab Risa yang begitu menyayangi Adamma.

"Adamma itu kan sudah dewasa, apalagi sekarang dia sudah menjadi seorang polisi," ucap Vincent menyakinkan Risa untuk tidak khawatir tentang Adamma.

Seketika Andin memanggil Risa, dan memberitahu bahwa Cahaya sudah sadar. Dengan segera Risa dan Vincent pergi ku ruang opname untuk melihat keadaan Cahaya pasien dengan gangguan skizofrenia.

 

 

Note :: penyakit gangguan mental Skizofrenia yang membuat penderitanya mengalami gangguan yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berfikir, merasakan dan berperilaku dengan baik. (Jadi dalam istilahnya suka sekali menggunakan kekerasan jika sudah merasa depresi dan tidak nyaman)

 

avataravatar
Next chapter