1 01

Sebelumnya perkenalkan aku adalah Hafidz Kamil Syaigha atau Kamil. Aku di paksa oleh papa masuk Pesantren di Kediri, Jawa Timur karena masalah sepele yaitu suka membolos pada saat pelajaran kuliah tertentu dan aku yang di keluarkan dari kampus. 

Hari ini adalah hari pertama aku di Pesantren Darussalam, papa berniat akan menjodohkan aku dengan Titah keponakan dari pak kyai Abdullah.

Ketika aku ingin masuk ke dalam kamar untuk istirahat aku kena siraman air pelan, ternyata yang menyiram ku adalah Titah, tidak salah memang papa dan almarhum ayah nya menjodohkan aku dan dia, dia sungguh cantik dan berhati lembut.

Titah adalah teman kecil ku, sudah lama tidak berjumpa dengan nya kini dia berubah menjadi perempuan yang sangat berbeda namun sifat kalem nya masih kelihatan seperti dulu.

Tidak ku sangka bukan cuma aku saja yang mondok di sana ternyata teman kecil ku yang lain adalah Rivan Dwi Nugroho atau Rivan, dia adalah teman kecil sekaligus tetangga ku di Jakarta, lalu aku memutuskan untuk tinggal di sana.

Jakarta 

"Dengar ya Kamil, pokoknya papa sudah putuskan kamu tinggal di pesantren, besok kamu berangkat." kata pak Galih. 

"Tapi pah.." kata Kamil yang mencari alasan agar Kamil tidak pergi ke pesantren. 

"Tidak ada tapi-tapian dan tidak ada tawar-menawar."

"Mah.." Kamil meminta pembelaan dari ibunya. 

"Mama jangan belain Kamil, sudah sekarang sana, kamu masuk ke dalam kamar."

"Pah, apa tidak sebaiknya.." kata bu Prameswari yang memberi pembelaan pada anaknya dengan berbagai alasan pada pak Galih. 

"Cukup ya mah, papa mau telepon pak kyai Abdullah."

[Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.]

[Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh pak kyai Abdullah.]

[Maaf sebelumnya ini siapa dan ingin berbicara dengan siapa?] tanya pak kyai Abdullah. 

[Saya Galih dari jakarta, saya ingin berbicara dengan pak kyai Abdullah.] jawab pak Galih. 

[Oh Galih, apa kabar?]

[Alhamdulillah baik pak kyai Abdullah, kabar pak kyai Abdullah sendiri bagaimana?]

[Alhamdulillah baik juga, oh iya ada apa kamu menelepon saya, apakah ada hal yang penting?]

[Iya pak kyai Abdullah, jadi seperti saya ingin menitipkan anak saya di pesantren darussalam boleh?]

[Tentu saja boleh Galih, dengan senang hati saya menerima anakmu.]

[Besok saya kirim anak saya langsung untuk ke pesantren darussalam.]  

[Baiklah kalau begitu saya tunggu besok kamu dan anakmu di pesantren.]

[Terimakasih ya pak kyai Abdullah.]

[Sama-sama Galih.]

[Ya sudah kalau begitu sampai sini saja, besok atau lusa kita bicarakan lagi ya.]

[Iya..] seru pak kyai Abdullah. 

[Assalamu'alaikum.]

[Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.]

Kediri 

"Loh kok pak dhe belum tidur, assalamu'alaikum pak dhe."

"Wa'alaikumussalam nduk, masuk."  

"Nggih pak dhe." kata Titah patuh.

"Ada apa nduk?" tanya pak kyai Abdullah. 

"Kenapa pak dhe belum tidur, sudah malam?" tanya Titah juga. 

"Pak dhe ada telepon dari jakarta, teman pakde menitipkan anaknya di pesantren darussalam." jawab pak kyai Abdullah. 

"Oh, loh pak dhe mau kemana?."

"Mau ke kamar nduk.."

"Oh gitu, sebentar ya pak dhe." kata Titah. 

"Nggih.." seru pak kyai Abdullah. 

"Jo, Paijo.." Titah memanggil Paijo. 

"Inggih cah ayu." jawab Paijo.  

"Tolong antar pak dhe ke kamar ya." pinta Titah. 

"Oh nggih cah ayu." kata Paijo patuh.

"Ya sudah pak dhe, Titah tinggal ya, lik jo."

"Nggih cah ayu."

"Jangan lupa antar pak dhe." pinta Titah lagi. 

"Inggih cah ayu." kata Paijo patuh.

"Pak dhe, Titah pamit ke kamar ya pak dhe, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, nduk."

"Wa'alaikumussalam cah ayu."

Keesokan harinya.. 

Jakarta 

"Mil cepat.." kata pak Galih yang sudah lama menunggu di dalam mobil.

"Iya pah.." kata Kamil patuh.  

Kediri 

"Eh katanya ada santri baru loh dari jakarta." kata Aisyah. 

"Terus kenapa yu.., kalau ada santri baru di sini kan memang tempat untuk menimba ilmu agama ta?" tanya Titah.

"Bener apa sing diperhitungke Titah, yu.." kata Dina.

"Wis durung iki banyue, arep aku buwang yen wis?" tanya Titah lagi.

"Ya buwang wae adhi kulo, wis buyar kok." jawab Aisyah.

"Oh ya wis.." seru Titah. 

"Ini asrama santri putri?" tanya Kamil.

"Iya ini asrama santri putri dan di sana asrama santri putra nya, santri putra tidak boleh memasuki asrama santri putri, karena bukan mahramnya." jawab Paijo memberitahu Kamil.

"Oh gitu ya, berarti kalau sudah menjadi mahramnya boleh dong ya?"

"Inggih mas.."

"Aduh yah.., woi siapa sih yang nyiram gak lihat-lihat, lihat nih sekarang baju gua basah." Kamil marah saat di guyur air bekas pel oleh Titah. 

"Kula, aduh apura mas.." Titah meminta maaf pada Kamil karena tidak sengaja menyiramnya dengan air pel.

" Siapa dia sungguh cantik sekali dan saya rasa pernah mengenalnya dan dia tidak asing? " tanya Kamil dalam hati.

"Apura nggih mas.." Titah masih meminta maaf pada Kamil karena tidak sengaja menyiramnya dengan air pel.

"Oh elu orang nya punya mata gak sih lu baju gua sampe basah gara-gara elu?" tanya Kamil lagi.

"Saya sudah bilang minta maaf mas." jawab Titah.

"Aah.." keluh Kamil masih dengan marah pada Titah.

"Sudah Galih, tenang saja anakmu di sini akan diawasi dan akan baik-baik saja." kata pak kyai Abdullah. 

"Terimakasih ya pak kyai Abdullah."

"Sama-sama Galih."

"Itu ada apa ya?" tanya pak Galih.

"Tidak tahu, kita lihat saja." jawab pak kyai Abdullah.

Sementara itu suara aku dan Titah kedengaran sampai ke depan asrama santri putra, yang memang saat itu aku sedang marah pada Titah karena ia menyiram ku menggunakan air pelan.

"Van.." Frensky memanggil Rivan.

"Apa?" tanya Rivan.

"Enten menapa ta punapa ribet-ribet?" tanya Frensky juga.

"Mboten ngertos kula ugi mas, mangga ningal." ajak Rivan setelah menjawab pertanyaan dari Frensky.

"Sumangga.." sambung Frensky.

Frensky dan Rivan menuju ke depan asrama santri putri untuk melihat siapa yang membuat keributan di Pesantren Darussalam.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

"Dik Titah tidak apa-apa?" tanya Frensky memastikan keadaan Titah.

"Tidak apa-apa mas." jawab Titah.

"Oh kamu jadi santri baru nya, kamu apakan dik Titah?" tanya Frensky lagi.

"Oh jadi ini yang namanya Titah, elu gak lihat apa nih baju gua basah gara-gara dia?" tanya Kamil juga. 

"Eh kamu jangan tunjuk-tunjuk ya kalau berbicara." kata Frensky dengan kesal karena Kamil menunjuk-nunjuk ke arah Titah. 

"Tahu yang sopan dong, ha.. Kamu, Kamil kan?" tanya Rivan.

"Iya, Rivan.." jawab Kamil.

"Van panjenengan tepang?" tanya Frensky.

"Tepang dong mas, panjenenganipun, Kamil rencang timur kawula ugi ugi Titah, penggalih-penggalih loh mas panjenenganipun yakni saingan mu." jawab Rivan dan membisikkan sesuatu pada Frensky.

"Punapa!!!, eh unta arab." Frensky kaget saat mendengar jawaban dari Rivan dan Frensky memanggil Kamil dengan sebutan unta arab. 

"Elu ngomong apa?, unta arab?, nama gua Kamil bukan unta arab seenaknya elu ganti nama gua?" tanya Kamil dengan marah saat Frengky memanggilnya dengan sebutan unta arab. 

"Itu, hidung kamu mancung begitu sudah kaya orang arab." jawab Frensky

"Inggih nggih mas, ing arab ta ingkang kathah unta." kata Rivan. 

"Nah punika panjenengan mangertos." sambung Frensky. 

"Sampun mas sampun.., kula punapa pancen ingkang klintu sampun nggih ampun ing ributkan meneh uga sampeyan pisan meneh kula tedha apunten pisan meneh amargi menyiram sampeyan." kata Titah yang masih saja terus meminta maaf pada Kamil.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam pak kyai dan pak Galih."

"Niki enten menapa ta?" tanya pak kyai Abdullah.

avataravatar
Next chapter