webnovel

01. SATU MASALAH DI SEKOLAHAN BARUNYA

"Eleanor Bellova!!!"

Teriakan yang menggema di seluruh koridor membuat pemilik nama menarik napas jengah. Pasalnya semua atensi kini tertuju padanya ketika baru saja keluar dari ruangan kepala sekolah. Wajahnya terlihat dingin dengan kedua mata menusuk menatap sosok teman yang sebelumnya tidak pernah berjumpa langsung.

"Udah di bilang panggil, Lea! Lupa atau sengaja?" dengusnya saat salah satu temannya sudah berada di hadapannya.

Dia menampilkan cengiran khas. "Gue seneng aja, Le. Lo akhirnya pindah ke sekolah gue, lagian kita kenal di medsos kan ga pernah ketemu."

Lea mengangguk kecil sambil tersenyum tipis. "Gue mau suasana baru. Lagian selama ini lo udah jadi temen curhat gue juga."

"Gue akan selalu ada buat lo, santai aja." dia memeluk Lea dan kembali berucap, "Selamat datang di sekolah kita, ya. Semoga lo betah bisa nyaman dan bisa … lupain sahabat lo, sesuai niatan datang ke sini."

Lea menghela napas gusar.

Kenangan bersama sahabat sedari kecilnya kembali terputar di otak Lea. Tidak ada guratan sedikit pun untuk bisa lupa, begitu pahit rasanya merelakan sahabat yang selalu ada dalam hidupnya. Meninggalkan jauh hingga tidak bisa saling mengabari walau jaman sudah canggih.

"Orang tua dia cuma mau mengembangkan yang udah jadi impian anaknya. Lo harus ikhlas nerima, ya. Lagian sekarang lo ga sendiri, kan … ada gue."

Lea tersenyum simpul. Tujuan sahabat kecilnya memang hanya ingin memberikan yang terbaik untuk kedua orang tuanya, selain dari pada keluarganya yang juga mendukung. Lea tidak bisa menahan apalagi mencegahnya pergi dari sampingnya. Yang dia lakukan itu sudah benar, Lea menahan agar tidak egois. Semua keputusan sudah ada dalam diri sahabat kecilnya.

Lea tidak ada berhak sedikit pun untuk mencampurinya.

"Yosi, emang temen yang pengertian." puji Lea membuat temannya mengembangkan senyuman lebar.

"Yosi, gitu loh."

Mungkin dengan kepindahan Lea di sekolahan barunya tidak akan terlalu ingat dengan masa lalunya. Nuansa baru di sana cukup membuat hatinya tenang. Seharusnya memang dia bisa mendukung apapun yang menjadi genggaman sang sahabat.

Namun sekarang sudah saatnya dia rela seperti ucapan temannya di sana, Lea akan mendo'akan sahabatnya di sana dengan kesuksesan sesuai dengan apa yang sudah di harapkan.

"Yos, gue belum sempet tanya soal tim basket."

"Heleh, heleh. Cewek bucin basket gue tahu lo mau tanya apaan." decak Yosi membuat Lea terkekeh pelan seraya mengusap leher belakangnya.

"Tapi maaf, Le. Lo harus tahu satu hal yang buat semua orang enggan berurusan sama dia."

Lea menautkan alis. "Emangnya apaan?"

Yosi terbatuk kecil dan sedikit mendekatkan kepalanya pada Lea untuk berbisik, "Kapten basket di sini di juluki … Presiden sekolah."

Lea menahan tawa membuat Yosi mengernyit merasa tidak ada yang lucu dari ucapannya barusan.

"Lo ada – ada aja, sih. Masa ada begituan di sekolah." Lea menggelengkan kepalanya sambil mendecak terheran.

Yosi mendelik. "Ye, di bilangin juga malah ngeyel. Pokonya lo jangan pernah cari masalah ama dia, gue takutnya lo kena hukuman yang ga pernah lo rasain. Soalnya dia itu … bengis, sekali pun ga pernah mikir lawan jenis."

Lea menaikkan dagu sedikit merasa penasaran siapa orang yang di maksudkan oleh Yosi.

"Soalnya ada yang pernah kena masalah sama dia, parahnya dia cewek sampe trauma terus pindah sekolah."

Kejam juga.

"Kalau gitu … gue mau tantang dia maen."

==============

Lapangan basket outdoor ternyata lebih dekat dengan arah kelasnya, Lea menatap lurus bagaimana pemandangan di sana. Sekolah yang sangat bersih dan sejuk, pantas saja orang tuanya memilih untuk pindah ke sana. Lea kira hanya sang Ayah yang pindah bekerja karena urusan itu saja, tidak sangkanya mereka akan menetap di sana.

Artinya Lea tidak akan lagi kembali ke tempat yang sudah menjadi saksi persahabatan mereka berdua.

Lea pasti akan sangat merindukan sosoknya. Apa mungkin setelah lama tidak bertemu mereka akan kembali di persatukan? Atau sahabatnya akan melupakan? Lea memang selalu berharap mereka berdua bisa bertemu lagi dan mengisi hari dan waktu satu sama lain.

Namun, ini awal baru yang harus Lea buka lebar.

Lea berhasil kabur dari temannya yang sudah mencegahnya secara brutal. Yosi sampai menarik paksa tangan Lea hingga ke kelasnya tanpa ada longgar, seakan tidak membiarkan temannya lolos dan bisa menemui siapa sosok kapten basket tersebut. Yosi tidak ingin teman yang baru saja masuk sekolahnya justru mendapat masalah besar.

Berurusan dengan Presiden sekolahnya? Sebuah peringatan yang sangat beresiko untuk perjalanan Lea kedepannya. Apalagi cewek itu memiliki tujuan agar tidak terus menerus terpuruk dalam mengingat sahabatnya yang sudah pergi untuk meraih masa depannya. Yosi di sana ada karena berniat membantu.

Tetapi Lea sepertinya memang akan mencari masalahnya sendiri di sana dengan niatan tidak masuk akalnya. Yosi bahkan di singkirkan oleh Lea karena terlalu ingin tahu dengan sosok yang di segani oleh warga sekolah. Bagaimana bisa ada orang yang tetap di pertahankan di sana setelah apa yang sudah di lakukannya pada salah satu murid, parahnya berjenis perempuan.

Seperti tidak ada lawan saja.

"Si kapten basket itu di mana, sih." Lea mendengus pelan, iris cokelat terang itu bergerak mencari orang yang sudah Yosi ceritakan bagaimana bentuk dari postur tubuh hingga wajah yang justru anehnya di kagumi seluruh para murid.

Lea bertolak sebelah pinggang sambil bergumam, "Ga ada tanda si Presiden sekolah."

Kakinya melangkah memasuki area sambil melihat para siswa yang bermain. Keseluruhan tidak ada sosok yang memiliki postur tubuh seperti apa yang di ucapkan oleh Yosi. Mungkin kah orang itu tidak ada di area lapangan? Kira – kira di mana dia? Lea ingin sekali melihat seperti apa si kapten basket itu wujud aslinya.

"Wih, ada cewek."

Lea menolehkan kepalanya melihat cowok berseragam basket seperti siswa yang bermain di lapangan. "Lo siapa?"

Cowok itu tertawa guyon sambil melirik teman yang ada di sampingnya. "Sen, ada juga cewek yang ga tahu ama kita."

"Lo anak baru, ya?" tanya teman cowok itu di sampingnya.

Lea mengangguk. "Iya."

"Terus ngapain di sini?"

"Gue lagi cari kapten basket lo, di mana dia?"

Dua orang di depan Lea saling melirik bingung. Pasalnya tidak pernah ada satu orang pun yang berani sampai mencari keberadaan Presiden sekolahnya, apalagi perempuan. Bahkan mereka di sana hanya bisa memandang dan enggan untuk berurusan dengan sosok itu sebelum yang sudah – sudah terjadi sebelumnya.

"Napa lo cari gue." sahutan suara dari belakang dua cowok di depan Lea kini menangkis jarak. Lea yang masih berdiri mengangguk, tubuh tegap dan wajah yang super dingin.

Itu memang Presiden sekolah yang sedang Lea cari.

"Bener lo kapten basket di sini?" Lea bertanya sok tidak tahu.

"Kenapa? Mau lawan gue?" seolah bisa menebak justru Lea di tantang langsung tanpa berbasa – basi.

Cewek itu mengangguk cepat. "Kalau gue menang lawan lo … satu syarat yang wajib lo lakuin." cowok di depannya hanya diam mendengarkan Lea dengan serius. "Jangan pernah lo berani buat sakitin cewek atau penduduk sini."

Novel judul baru semoga para pembaca suka dengan isinya, ya ... Terima kasih lagi jika kalian semua support novel ini dengan menambahkan buku ini ke reading list kalian dan Review serta komen bagaimana intrik di dalamnya ...

Penulis akan lebih senang tentunya makin semangat untuk berkarya.

Carrellandeouscreators' thoughts
Next chapter