3 BAB III Denias

Sampai sekarang kami masih penasaran dengan asal usul Denias. Yang kami tahu dia dibesarkan pamannya. Tapi setelah pamannya menikah, mereka melepaskan Denias begitu saja. Saat dilepaskan, umur Denias sudah enam tahun. Sejak saat itu dia tinggal dan mencari makan di pasar. Dari situlah dia bisa bertemu dengan ibu kepala sekolah yang singgah untuk berbelanja saat pulang sekolah. Melihat Denias yang suka mencoret-coret kertas yang didapatnya, ibu kepala sekolah lalu mengajaknya untuk ke sekolah besok harinya agar bisa melihat proses belajar mengajar.

Keesokan harinya ketika Denias tiba di depan gerbang sekolah, dia ragu-ragu untuk masuk. Beruntung ibu kepala sekolah melihatnya dan memanggilnya. Ibu kepala sekolah lalu meminta ijin kepada wali kelas satu untuk mengikutkan Denias belajar. Denias diberi buku tulis dan pensil oleh wali kelas itu dan menyuruhnya untuk duduk ikut belajar. Wali kelas dan ibu kepala sekolah tidak menyangka Denias dalam waktu singkat sudah menghafal huruf Abjad dan menulis namanya sendiri.

"Denias, yang ko tulis ini apa?" tanya kepala sekolah.

"Ini sa pu nama, DENIAS. Coba ibu guru baca sudah, ini dibaca DENIAS to?" jawabnya.

"Iya betul. Ternyata ko nih pintar e," ucap kepala sekolah.

"Sa memang pintar bu guru. Nanti sa sekolah disini e bu guru? Tenang saja, nanti sa kerja baru kumpul uang kasih bu guru e?" kata Denias.

Ibu Kepala Sekolah dan wali kelas terharu mendengar kata-kata Denias. Mata mereka juga sudah berkaca-kaca. Mereka berdua saling pandang tanpa bersuara, entah apa yang harus mereka ucapkan karena sama-sama menahan tangis.

"Kalo begitu tahun ajaran baru nanti ko masuk sekolah sudah e? Nanti ibu guru daftarkan. Tapi tra boleh malas e. Kalo malas nanti bu guru tidak teman," ucap ibu kepala sekolah.

"Tahun ajaran baru itu apa, bu guru? Ah, nanti sa rajin bu guru," ucap Denias dengan senyum lebar yang ditutupi kedua tangannya.

"Tahun ajaran baru itu berarti su bisa daftar untuk sekolah. Masih ada empat bulan lagi jadi Denias ko belajar banyak-banyak e? Skrg ini kalo Denias mo belajar di sekolah, minta ijin sama ibu guru biar ibu guru de kasih ijin untuk masuk kelas belajar," jelas ibu kepala sekolah.

"Ai, tapi bu guru, sa bisa kah jarang-jarang masuk sekolah dulu? sa harus kumpul uang dulu ini biar ibu guru lihat sa juga bagus-bagus sedikit," ucap Denias sambil garuk-garuk kepala.

"Bo..., Denias ko su bagus mo," jawab ibu kepala sekolah dengan tertawa diikuti wali kelas.

Selama empat bulan Denias kecil berusaha membagi waktunya. Pagi untuk belajar di sekolah, siang sampai sore untuk kerja di pasar. Sebenarnya pekerjaannya cukup berat untuk anak seusia Denias karena harus pikul barang-barang dan membersihkan lingkungan pasar bila para pedagang sudah selesai berdagang. Denias selalu bersyukur karena setiap hari ada saja yang berbaik hati memberikan makanan kepadanya. Uang hasil kerja kerasnya akan dia simpan baik-baik dalam tas ransel yang diberi oleh kepala sekolah dan akan memberikannya ke wali kelas keesokan harinya.

Sebenarnya ibu kepala sekolah dan juga wali kelas yang selalu diberi uang oleh Denias sebagai tabungan merasa tidak tega dengan apa yang dilakukan Denias. Tetapi karena mereka juga tidak bisa membantu banyak terutama dalam hal finansial sehingga mereka hanya bisa menyemangati Denias. Anak-anak yang nasibnya seperti Denias cukup banyak, hanya saja banyak diantara mereka yang bisa tidur dirumah pada malam hari setelah bekerja seharian. Banyak juga anak-anak seusia mereka mendapat perlakuan tidak baik dari yang lebih tua. Apalagi bagi mereka yang tidak punya siapa-siapa seperti Denias.

Pernah suatu ketika, ia dipanggil oleh seorang ibu yang sedang berbelanja untuk membantunya mengangkat belanjaannya. Ia pun dengan bersuka cita membantu ibu itu tanpa dia ketahui bila sebelumnya ada anak yang juga membantu ibu itu tapi ibu itu memarahinya karena tidak hati-hati dan menggantinya dengan Denias. Setelah Denias selesai membantu ibu itu, anak yang tadi datang bersama kakaknya dengan beberapa teman dan langsung memukul Denias. Denias kecil hanya bisa pasrah dan menangis menahan sakitnya pukulan yang ia terima.

"Hiks hiks hiks...kenapa kam pukul sa? Sa salah apa kah?" tanyanya sambil terisak.

"Itu pelajaran buat ko karna su berani ambil sa pu ade pu langganan. Jadi ko terima saja. Lain kali kalo ko ulang lagi, siap-siap dapat yang lebih parah dari yang sekarang ini. Mengerti?!" ucap kakak dari anak itu. Anak itu tertawa penuh kemenangan.

"Tapi sa tratau kalo mama tadi itu Yones pu langganan. Sa juga tra liat Yones dekat situ waktu mama itu de panggil sa bantu dia," ucap Denias menjelaskan.

"Ah, ko alasan lagi. Ko kira sa tratau kah kalo ko tuh sengaja cari muka di mama tadi pu depan muka! Ko nih talalu caper," ucap anak yang disebut Yones itu.

"Yones bah tong teman baru masa ko begitu deng sa itu. Sa betul tratau mama tadi itu ko pu langganan. Nanti sa tra ulang lagi kayak tadi siang," ucap Denias.

"Ah sudah, jang bicara banyak lagi. Intinya ko jang datang saja kalo tong pu langganan yang panggil ko. Paham to?!" ucap kakaknya Yones sampil menunjuk-nunjuk Denias.

Dari kejadian itu Denias lebih berhati-hati karena kalau ia terluka, tidak ada yang datang menolongnya. Semua cari aman sendiri. Dengan menahan sakit di sekujur tubuhnya, Denias tidur meringkuk di bawah kolong meja panjang. Hal ini tidak terjadi sekali tetapi beberapa kali dengan orang yang berbeda. Lambat laun Denias kecil paham bahwa hidup itu keras, tidak semua orang bisa baik. Karena itu Denias sebisa mungkin mencegah jangan sampai dia berbuat salah dan harus dipukul lagi.

Meskipun tumbuh dilingkungan yang keras, Denias tetap tumbuh menjadi anak yang sopan dan suka menolong. Kadang bila melihat seorang nenek yang kewalahan membawa belanjaannya, ia akan dengan senang hati membantunya tanpa mau menerima bayaran. Kadang juga ia dititipi anak kecil bila ibunya akan berkeliling pasar. Denias dengan senang hati menemani anak itu bermain sampai orang tuanya datang menjemput. Hidup sendiri diluar membuat Denias memiliki hati yang penyayang dan tulus. Dia juga senang mengajarkan apa yang didapatnya di sekolah kepada teman-temannya sesama buruh kecil. Dia juga selalu melatih kemampuan mengajinya bila malam hari. Kadang dia tidur diteras masjid hanya untuk membaca Alqur'an dan menghafalkannya.

Tempat dimana Denias berada selalu menghangatkan hati orang-orang yang bersamanya. Meskipun masih sangat kecil namun dia tidak mau menyusahkan orang lain dan selalu berusaha sendiri menghidupi dirinya. Ditambah lagi dengan kemauan kerasnya untuk menuntut ilmu membuat orang-orang kagum padanya.

avataravatar
Next chapter