11 Kencan Pertama

"Mas, Alina mau ngomong sesuatu." kataku kemudian duduk di samping Leonardo

yang sedak asik bermain game xbox nya. dia langsung meletakkan stik xbox tersebut diatas meja lalu merubah posisinya menghadap kearahku.

"Kenapa bae?"

"Aku boleh kuliah kan?" Dia menatapku dengan pandangan aneh.

Aku langsung lesu, dari awal memang aku tidak terlalu berharap dengan jawaban darinya.

"Ya boleh dong! Mau ke jerman kan?"tanya nya.

Aku menggeleng dengan cepat, kuliah di jerman dulu hanyalah impianku saja agar aku

bisa bertemu banyak lelaki tampan saja, tapi kalau urusan belajar disana sebenarnya aku sangat tidak berminat

"Kamu pengen kuliah dimana sih? Mas bakal turutin maunya kamu, asal itu harus di diskusikan dulu sama mas." Ucap Leonardo sambil menyelipkan anak rambutku kebelakang telinga.

"Kuliah di ITB aja deh, gak usah ke luar negeri, hehe." Jawabku.

"Okelah, kalo itu keputusan kamu mas setuju. Nanti juga mas antar jemput biar enak." Ujarnya.

"Gak usah ah, mas itu sibuk kerja, kok malah mau jadi supir Alina. Nanti Alina kan bisa dianter sama supir kamu."

Leonardo menghela nafasnya lalu ia mendengus kesal.

"Yaudah, pokoknya pulangnya mas yang jemput kamu. Berangkatnya nanti biar mas suruh pak Hendri yang antar, jangan sama Leonardoni." Leonardo menangkup pipiku dengan tangan kanannya kemudian ia tersenyum.

"Kalo minta antar Leonardoni kenapa mas?" Tanyaku usil.

Aku sangat yakin kalau dia ada sedikit rasa kesal jika mengingat kejadian setelah akad nikah yang aku menarik tangan leonardoni dan mengajaknya untuk menemui keluargaku di lantai bawah, sedangkan aku malah mengomeli dan mengacuhkan Leonardo yang justru dia lah suamiku yang sesunggunya.

Lagian siapa suruh mengerjaiku?

"Pokoknya jangan sampai kamu diantar dia, mas gak rela. Jadi keingetan kamu ninggalin mas gitu aja demi dia."

Lah malah curcol si masnya.

"Apaan sih, lagian juga waktu itu kan gara- gara kamu yang usilin aku jadinya kayak begitu deh, kan jadinya salah paham." Omelku.

"Eh, seru tapi tahu ngerjain kamu bae." Katanya sambil tertawa ngakak.

Lah si anjir malah ngakak, demen banget ngusilin aku.

"Udah ah, aku mau balik ngedrakor lagi, kasihan oppaku aku tinggalin bentar tadi." Ujarku lalu berdiri dari posisiku.

"bae.." Panggil Leonardo sebelum aku beranjak pergi, akupun menoleh.

brug!

Leonardo menarikku kemudian mendekapku, ia menyerahkan 1 stik xbox padaku.

"Sini temenin oppa mu yang disini main game aja, gak usah liat oppa kamu yang itu." Ucapnya.

Dih, kenapa sih tiap aku bahas oppa sedikit saja Leonardo langsung berubah menjadi se posesif ini. Dia akan menjadi sangat cemburu pada oppa - oppa yang sangat tidak mungkin aku bisa menjadi istri salah satu dari mereka, jangan kan istri, memiliki nomor telepon dan dapat berteman dengan mereka saja sudah sangat tidak mungkin.

"Gak mau! game kamu ada hantu hantu nya mas, aku gak suka." Jawabku jujur.

"Ya udah, kamu diem gini aja deh, mas udah posisi wenak nih."

Masih tetap di pada posisiku sebelumnya, aku membiarkan Leonardo yang sudah sangat haus akan kasih sayangku ini *edisikepedean

Setelah aku meletakkan kembali stik xbox yang tadi leonardo berikan padaku aku mengambil ponselku yang berada di saku, lalu membuka instagram dan twitter untuk mengecek kabar terbaru dari oppa oppaku.

Uh, oppa.. saranghae!

Dan tak lama yang terjadi adalah leonardo meraih tanganku lalu menggenggamnya. duh lagi - lagi dia seperti ini.

"Mas, kalo mau main game fokus main aja, gak usah bawa bawa Alina gini ah." Omelku padanya dia malah meringis.

"Gini aja bae, aku jadi gampang menang kalo kayak gini."

Iya, dia menang, menang nih bisa genggam tangan aku. tapi by the way ini baru tangan yang digenggam kok sudah agak deg deg an gini sih gimana kalau yang lainnya.

plak!

Alina sadar!

Kok jadi liar begini pikiran kamu

Gini dah, akibat kerbanyakan drama Korea tapi gak pernah pacaran. Baru pegangan tangan udah deg deg an. harap maklum ya semuanya! Masih minim pengalaman soalnya.

"Nanti malam antar Alina beli buku ya mas, buat persiapan ujian seleksi buat kuliah." Kataku pada Leonardo

Dia mengangguk

"Siap sayang, mas anter kemana pun. sekalian kita nge date yuk."

"Iya boleh." Jawabku pelan.

-o0o-

*tok tok tok*

krieet

"Bae,udah siap bel-" Leonardo terdiam, dia belum sempat melanjutkan perkataannya aku telah menatapnya dengan sinis.

"Mas, ini loh aku ini lagi ganti baju kok malah masuk." kataku sambil menurunkan baju kaos yang sedang aku kenakan.

Untungnya aku selalu memakai tanktop sebagai lapisan luar baju dalamku, jadi mungkin leonardo tidak melihat pemandangan yang erotis yang bisa mengundangnya kembali pada mode gaharnya.

Tapi, kenapa Leonardo masih terpaku disana?

"Mas udah siap, ayo berkangkat." Kataku padanya.

"Bae, berangkatnya besok aja ya? malam ini mau kelon aja." Leonardo berjalan dengan bergaya manja kearahku, lalu dia memelukku dan menggeliat manja.

"No no no, ayo buruan mas." Aku mendorongnya, badannya sungguh lemah dan terasa tidak memiliki tulang.

Dia menatapku sambil cemberut lalu dia mencubit pipiku pelan.

"Istri mas ini kok cantik banget, sekseh lagi jadi pengen kelon terus " ujarnya

"Ya ampun, mas kesambet apaan sih? Udah ayo berangkat." Aku mendorong dan menggiring Leonardo keluar dari kamar.

Bisa jadi bahaya ini kalau tidak segera berangkat, karena kalau sudah Leonardo sudah berada dalam mode ini bisa saja dia menyerangku dan tak membiarkanku pergi dari pelukannya.

Padahal aku hanya membiarkannya memelukku saat tidur atau mengecupku sesekali, tapi dia sudah sebahagia ini.

"Bentar, mas ambilin jaket. Dingin bae." Katanya, dia memintaku untuk pergi dan menunggunya didalam mobil sedangkan dia masuk dan mengambilkanku jaket.

Tak lama dia kembali sambil membawa jaket abu-abu ditangan kanannya.

"Ini pake." Ujarnya, aku langsung memakainya.

*Sesampai di toko buku*

Leonardo berjalan berdampingan denganku, mengenakan jaket yang sama denganku.

bukankah ini terlihat cute?

Biasanya pasangan wanita yang meminta agar pasangannya mengenakan baju couple dengannya, tak jarang juga laki- laki yang menolak karena terkadang terlihat tidak nyaman saja.

akan tetapi Leonardo malah berinisiatif sendiri membeli jaket kembaran denganku, so cute

"Mas nanti duduk disana aja kalo bosen nungguin Alina. Soalanya bakalan agak lama ini." ucapku pada Leonardo sambil menunjuk kursi panjang yang berada radius 10 meter dari jarak kami berdiri.

"Enggak capek kok, mas ikut aja." Jawabnya.

"Ya udah, kalo gitu tangannya dilepas dulu dong! Nanti susah mau cari bukunya kalo tangannya digandeng gini" Dia melihat genggaman tangannya lalu melepaskannya dengan berat hati, dia memegangi bagian belakang jaketku lalu berjalan di belakangku.

"Gini aja ya? hehe, gak bisa lepas soalnya" Dia meringis menunjukkan deretan giginya yang rapi.

Aku memutar bola mataku membiarkannya untuk melakukan apa pun yang dia mau asal tidak akan menggangguku yang sedang mencari buku yang aku inginkan.

Leonardo's pov

Sebagai suami yang baik, aku sudah berjanji untuk terus membuat istri mungilku ini bahagia dan bisa mencintaiku dengan tulus sebagaimana yang aku lakukan padanya.

Tidak peduli bagaimana pun sifat brutal yang ada pada dirinya, aku tetap mencintainya. menurutku Alina sangat loveable meskipun beberapa orang yang menilainya sedikit kasar.

"Mas, duduk aja disana." Kata Alina, aku menggeleng.

Tak hanya sekali dia mengulang kata- kata itu terus menerus namun jawabanku selalu mengelaknya, karena aku ingin selalu berada di dekatnya.

Aku mengambil ponselku yang berada disaku lalu membuka kamera

*jpret

Holyshit!

Lah kok ada bunyi jepretannya.

"Mas? fotoin apa?" Tanya Alina dengan cepat, ia memandangku curiga kemudian ia menghampiriku.

"Enggak tadi fotoin itu buku itu.."Kataku asal

Bodoh yakali, gak bakalan Alina percaya begitu saja.

"Bohong, mas curi curi buat foto aku kan? Hapus gak!" Protesnya dia berusaha mengambil ponselku namun usahanya tak berhasil karena dia tidak dapat menggapai tanganku terlebih lagi jika aku berjinjit.

"Gak apa- apa save foto Alina, tapi kudu yang cantik. nanti pas di save foto Alina yang jelek terus disebar di group line keluarga kan gawat." Katanya pasrah. aku tertawa mendengar jawaban darinya.

Terlebih lagi mana mungkin aku meneyebar foto istri cantikku ini untuk orang lain, tidak akan mungkin terjadi sampai kapan pun!

"Cantik kok, tuh liat." Masih dengan posisi tangan ku angkat aku memutar ponselku agar dia bisa melihat hasil jepretanku tadi.

"Okay, not bad. Boleh disave." Dia melengos pergi mencari buku yang lainnya.

Alina's pov

Usai mencari semua buku yang aku butuhkan. Leonardo mengajakku pergi ke suatu restoran Italy yang bangunannya terlihat cukup mewah dari luar, aku menarik lengan jaketnya sebelum kita masuk kedalam.

"Mas, aku lagi gak mood makan ginian, ayo cari siomay yuk?" Ajakku padanya.

dia tersenyum dan terlihat tengah menahan tawanya.

"Ya udah ayo, tapi mas gak tahu dimana tempat orang jualan siomay yang enak." Jawabnya sambil cengengesan

"Lah sama. gini aja, gimana kalo kita pulang aja terus pesan lewat Gfood sambil nungguin pesenan, dateng kita nonton netflix, gimana?" Saranku

Dia mengangguk angguk dengan cepat tanda setuju.

Yailah, gitu aja semangat banget sih

"Aku seneng bae kamu ikut andil buat merencanakan kencan pertama kita, hehe." Dia memelukku.

"Aduh, mas udah ah ayo buruan." Aku mendorongnya pelan agar melepas pelukannya.

"Eciee, gak sabar nih ? Pengen cepat pulang?" Godanya.

"Malu ah peluk peluk di keramaian, diliatin orang tuh." Protesku yang sebenarnya aku sangat tidak mempermasalahkannya sama sekali.

Dia melepas pelukannya lalu menggandeng tanganku.

"Ayo pulang, biar bisa peluk lagi." Ujarnya sangat antusias.

Tuhkan, sekarang malah dia yang sebenarnya pengen cepat pulang biar bisa terus nempel sama aku

Kencan pertama kami bukanlah kencan yang dipenuhi dengan kemewahan, karena aku yang mengusulkan kepadanya untuk dirumah saja.

Sesampai dirumah Leonardo langsung menyiapkan kebutuhan kita untuk menonton film tidak lupa aku telah memesan siomay yang sangat ingin aku makan sedari tadi.

"Bae udah siap nih, sini." Panggilnya.

"Bentar." Jawabku.

Aku menguncir rambutku sembari berjalan menghampirinya, dia menepuk sofabed dan menyuruhku untuk duduk disampingnya.

Dia merangkulku sambil menautkan jemarinya pada jemariku.

"Udah pesan sayang?" Tanyanya padaku,aku mengangguk.

Kencan rumahan yang ada dalam benakku tidak terjadi sesuai dengan ekspetasiku, karena aku bahkan tidak mengetahui alur cerita dari film tersebut karena sedari tadi Leonardo terus mengangguku dan menyulut pertengkaran kecil diantara kami yang kemudian dilanjutkan dengan tertawa- tertawa dengan sebatas hal receh yang sebenarnya tidak lucu dan juga entah sudah berapa kali aku memukul pelan Leonardo yang sedari tadi curi curi mendaratkan ciuman ciuman kecil yang tentu saja membuatku entah harus bagaimana lagi menanggapi suami genitku ini.

Pada saat kita mulai fokus menonton film yang sedang kita putar muncul lah scene yang sangat jelas membuat sedikit canggung diantara kami, aku melirik sedikit ke layar dan menampakkan sepasang kekasih yang tengah berciuman sangat sensual, Leonardo terus berdehem sedari tadi yang aku berusaha untuk masa bodo dan mengalihkan pandanganku.

"Bae" Panggilnya.

Astaghfirullah aku kaget, huaa.' Batinku, aku sangat terkejut mendengar suaranya.

dia memutar daguku dan menghadap kearahnya, wajah kami sangat dekat dan tentunya ini membuatku ingin meledak sekarang juga.

Aku bersusah payah untuk menelan salivaku, aku terlalu gugup mendengar suaranya dan sekaligus penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya.

"I love you." Katanya lirih.

Lalu Leonardo tersenyum sangat bahagia tanpa melewatkan padangannya sedikit pun dariku, dia semakin mendekatkan wajahnya padaku lalu mencium bibirku dengan sangat lembut dan sangat dalam membuatku merasa kalau kakiku lemah dan tak sanggup berpijak dengan benar karena yang ia lakukan padaku.

Dan holyshit! apa aku akan membiarkannya menciumku seperti ini, karena aku merasa kalau ciuman yang cukup sensual ini pasti akan mengarah pada 'itu' dan apakah aku sudah siap untuk memberikan hal yang sangat aku jaga untuk Leonardo hari ini?

Tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan sekarang, tapi tubuh laknatku ini sama sekali tidak bisa memberi penolakan pada setiap sentuhan leonardo padaku, hal ini cukup membuatku frustasi.

Leonardo bergerak semakin turun dari bibirku ia menuju ke leherku aku menutup bibirku dengan satu tanganku agar tidak ada desahan laknat yang keluar dari mulutku.

Leonardo melepas tanganku yang menutupi bibirku.

*ting tong*

jduar!

Ah bodoh!

Kenapa dalam sistuasi seperti ini malah bel rumah berbunyi. Dengan gerak cepat aku merubah posisiku lalu membenahkan rambutku sudah berantakan ulah Leonardo yang baru saja mengacak rambutku.

"Gfoodnya dateng." Kataku sedikit canggung, lalu meninggalkannya begitu saja.

Leonardo menatapku dengan tatapan yang tak aku mengerti, lalu terdengar suaranya yang sedikit mengeluh karena ia belum sempat menyelesaikan kegiatannya malah diganggu oleh abang gfood yang tiba- tiba datang di saat situasi yang tidak tepat begini.

Aku kembali ketempatku semula dengan membawa sepiring siomay, Leonardo terlihat cemberut.

"ini makan." Kataku padanya.

dia hanya melirik sekilas.

"Suapin." jawabnya singkat.

"Dih, makan sendiri gak usah manja gitu " Cibirku. Dia menggelayutkan kedua tangannya pada pundakku.

"Yang tadi belom selesai bae, ayo kita selesain." Ceplosnya.

Apa?

Maksud dia ciuman itu?

Aku berdehem.

"No, no. Sudah sampai situ aja, gak usah dilanjutin. besok mas harus kerja malah mau tempur."

"Mas bolos aja besok." Ujarnya

Aku menatapnya tajam.

"Ya udah engga jadi, malam ini cuma peluk aja kayak biasanya." Dia kembali memanyunkan bibirnya.

"Iyalah, seenak jidatnya aja minta lebih, dasar mesum!" Ledekku.

Dia mendekatkan bibirnya ketelingaku lalu berbisik "mesum ke istri sendiri gak apa apa bae, kan udah sah." kemudian dia menyeringai.

Oh no!

Aku sedikit begidik ngeri saat nafasnya menerpa telingaku.

Dengan sigap Leonardo menggendongku ala bridal style lalu membawaku ke kamar.

"Mas, siomay ku, huaa. siomay. " Pekikku saat dia menggendongku.

Bisa bisanya aku masih kepikiran dengan siomayku dalam kondisi suami yang lagi mode gahar begini.

"Siomayku huaa.." Pekikku dengan menyebikkan bibirku

avataravatar
Next chapter