7 Insiden Kecil Malam Pertama

Leonardo's pov

Malam yang cukup panjang, mengingat perdebatan kecil antara aku dengan Alina- istriku, semalam membuatku sangat gemas kepadanya, aku ingin segera memilikinya seutuhnya.

Sabar Leonardo, semua butuh proses.

Aku tersenyum bahagia saat terbangun di pagi hari melihat tangan mungil alina yang melingkar di atas perutku seperti sedang memeluk guling. aku mengecup dahinya sekilas.

"Good morning bae!" bisikku pelan.

Tak ada jawaban darinya, Alina masih tidur dengan lelap. mungkin ia kelelahan setelah hampir begadang.

Alina sendiri yang berkata tidak ingin tidur se ranjang denganku lalu ia memiliki niatan untuk begadang agar aku tidak melakukan hal yang aneh kepadanya.

See? begitu menggemaskan, dia yang membuat keputusan itu tetapi dia malah tertidur dalam waktu kurang dari 30 menit, usai mendengar suara handphone yang terjatuh ke lantai aku spontan menoleh ke sofa tempat alina berada dan dia sudah tertidur dengan pulas, aku menghampiri alina lalu memanggilnya pelan.

"Bae."

"Istriku."

Tidak ada pergerakan sama sekali darinya, aku langsung menggendong dan membawanya ke ranjang tanpa sepengetahuanya.

Aku mengeratkan pelukanku lalu meletakkankan daguku pada puncak kepala Alina.

Alina mulai bergerak dan nampaknya dia akan segera bangun dari tidurnya.

Tidak tahu lagi apa yang akan alina lakukan padaku, aku sudah pasrah.

"Oh my god oh my god, gak bisa begini sumpah gak bisa." gumam an Alina terdengar olehku.

Aku memejamkan mataku agar alina tidak mengetahui kalau sebenarnya aku telah bangun terlebih dahulu sebelum dia.

Alina mendorongku dengan kasar sehingga membuatku terjatuh dari ranjang dan dahiku terbentur dengan meja disamping ranjang.

"Aw!" ucapku spontan. Gila, sadis banget istriku. ragu nih bisa dapat jatah apa enggak dari dia, kalau dia nya seganas ini.

"Bae? kenapa kok aku ditendang sih?" tanyaku sambil memegangi dahiku yang terasa sakit.

"Lo ngapain main peluk aja sih, semalem kan gue di sofa, kenapa bisa seranjang sama lo"

"Kamu tidur sambil jalan kali." bohongku, Alina terdiam sejenak.

"Enggak mungkin." elaknya.

Alina membelakkan matanya sambil menatapku.

"I-itu" dia menunjuk kearahku.

Aku memandangnya heran, lalu menaikkan alisku sejenak.

"Kenapa?" tanyaku heran.

Alina bergerak sedikit mendekat kearahku lalu menunjuk kearah dahiku.

"Berdarah" kata alina sambil memasang tampang sedikit ketakutan.

Aku mengusapkan jariku kedahi lalu melihat memang terdapat darah disana, aku langsung ber akting seperti orang yang sangat kesakitan.

"Pusing banget bae" ujarku, padahal sebenarnya tidak

Alina menutup mulutnya dengan jemarinya.

"Aduh gue harus gimana? gara gara gue tendang tadi ya?" dia terlihat sangat kebingungan.

aku mengangguk dengan semangat.

lah? kok jadi semangat begini sih.

"Om my lord! sumpah tadi gue gak sengaja, kek spontan gitu. it's unnecessary sekarang yang jelas kita harus cepet kasih pertologan pertama dulu, biar darahnya berhenti." katanya.

Dia terlihat kebingungan dan seperti sedang mencari sesuatu.

"Bae!" panggilku, dia menoleh.

"Bentar aku mau cari tissue dulu." ucapnya.

"Ada disini."  seruku dia langsung menghampiriku.

Aku menarik tangannya dengan cepat lalu membuatnya terduduk di atas pangkuanku.

"Kasih morning kiss, langsung sembuh." kataku sambil menatap manik matanya yang sangat cantik

Dia tertegun sejenak, tampak tak bisa berkata-kata dan membuat ekspresi yang tak dapat ku tebak.

aku mendekatkan wajahku pada wajahnya dan hampir menghapus ruang diantara kita

Namun

plak!

Ah sial,.

Aduh

Aku kena tampol.

"Yailah bae, morning kiss doang kok malah ditampol sih."keluhku

"Gak usah mesum! kamu itu halu banget pengen dapet morning kiss, mana bau jigong lagi! sana jauh jauh. bodo amat sama luka lo di dahi." kemudian Alina berdiri dan meninggalkanku yang masih duduk di lantai.

Alina's pov

Astaga naga!

Sepertinya ada yang salah dengan diriku.

Kenapa jantungku terasa sedang lari marathon! aku gugup? karena leonardo?

Mustahil

Aku tidak boleh semudah itu terperangkap rayuan kecil darinya.

Ya meskipun sebenarnya roti sobeknya yang terlihat sangat menggoda itu cukup menggoyahkan imanku.

Ah tapi lupakan.

Tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, tapi ketika aku terbangun dari tidurku aku sudah berada di atas ranjang yang sama dengan Leonardo.

"Oh my god oh my god, gak bisa begini sumpah gak bisa." gumamku.

Cepat cepat aku melepas tanganku yang bisa bisa nya melingkar dengan indahnya di atas perut Leonardo.

Secara spontan aku menendang Leonardo cukup keras lalu hingga dia terjatuh dari ranjang.

"Aw!" serunya, dan akhirnya itulah yang terjadi sebelum aku hampir tersulut api kebaperan karena leonardo, wajahnya yang tiba tiba sangat dekat dengan wajahku membuatku sangat gugup dan keringat dingin.

tok..tok..tok

"Bae kamu gak apa apa kan?" tanya Leonardo sambil terus mengetuk pintu kamar mandi.

"Berisik ah." jawabku.

"Kamu udah hampir 2 jam di dalem sana aku takut kamu pingsan." ujarnya.

"Bawel bener." kataku sambil membuka pintu kamar mandi,

aku sedikit terkejut saat melihatnya berdiri didepan pintu dengan keadaan rambut yang acak acakan dengan keadaan shirtless.

Aku menutup mataku lalu berjalan melewatinya.

"Masuk angin mampus pamer badan mulu." hujatku.

Ya tuhan, kenapa sih mulut ini licin banget kalau nyiyir. gini deh susahnya jadi netijen.

"Bagus ya badanku bae." ujarnya dia berjalan mendekat kearahku.

"Uh, istriku udah harum jadi pengen kelonan aja hehe." katanya jaraknya terasa sangat dekat denganku.

"Sana lo bau jigong." makiku.

"Ah masa." Leonardo menghentikan langkahnya.

"Mandi dulu deh, biar wangi kayak istriku." sambungnya bermonolog.

"Bodoamat bazeng" gumamku.

Aku membuka ponselku dan melihat banyak pesan masuk yang belum sempat aku baca.

Abang Jahe: Dek

Abang Jahe: Adek gue terbenci.

Abang Jahe: Mentang mentang pengantin baru, betah banget dikamar. suami lo suruh sarapan dulu gih ditunggu mama sama mama mertua lo tuh."

Alina: bct kzl

Samar samar aku mendengar suara Leonardo yang sepertinya tengah bernyanyi didalam kamar mandi.

Aku menghela nafasku, kenapa dia bisa sesantai itu sih?

Sepertinya dia telah berpengalaman menangani gadis- gadis lain sehingga dia tidak merasa canggung atau pun gugup saat berhadapan denganku.

Apa yang telah aku pikirkan?

Sepertinya memang benar jika ada yang tidak beres dengan otakku.

Aku berjalan menuju ke depan pintu kamar mandi.

"WOY! SELESAI MANDI LANGSUNG TURUN SARAPAN, DITUNGGUIN MAMA." teriakku dari luar pintu kamar mandi.

"APAA BAE? AKU GAK KEDENGERAN." dia malah ikutan berteriak dari dalam kamar mandi.

Masa bodo dia kedengeran atau enggak yang penting aku sudah memberitahunya, aku beranjak keluar dari kamar hotel.

-o0o-

"Mana suami kamu sayang?" tanya mama. Aku menaikkan pundakku sekilas

"Loh? suruh makan dulu, panggil gih" ujar mama.

"Ntar kan dia juga pasti turun sendiri mam, masa Alina kudu jemput sih." Jawabku sedikit kesal.

Tak lama mami Leonardo datang, aku langsung pergi mengambil makanan.

Oh tidak, pasti ini akan sangat canggung, dan aku terlalu malas untuk menjawab jika ia bertanya dimana Leonardo dan kenapa kita tidak pergi sarapan bersama- sama.

Dari kejauhan aku memperhatikan mama ku dengan mami nya Leonardo menjadi sangat akrab dengan kurun waktu yang singkat.

"Bae!"

"Astaghfirullah kaget." aku memukul lengannya lumayan kencang.

"Kok aku ditinggalin sih." kata Leonardo.

Tiba tiba saja Leonardo muncul dan berada dibelakangku tanpa aku menyadari kehadirannya.

"Kan tadi gue udah bilang selesai mandi turun, sarapan." kataku.

Aku kembali sibuk mengambili makanan yang ingin aku makan.

"Aku gak ditungguin, kan jadi turun sendirian." dia cemberut.

"Apaan sih? bawel banget." cibirku.

Aku meninggalkannya lalu duduk didekat mama dan yang lainnya

"Aduh cute banget yaa, masih pengantin baru jadi masih malu malu." ujar mami.

Aku hanya membalas dengan senyum yang sangat terpaksa, leonardo dengan semangatnya merangkulkan tangannya dipundakku.

"Duh, Alina kamu jangan terlalu agresif sama suaminya dong, sampai lecet itu dahinya."timpal mama

Kemudian kedua orangtuaku malah tertawa dan berbicara topik yang tentunya kalian pasti tahu mengarah kemana.

"Apa sih ma? Alina gak begitu."elak ku, terlihat dari raut wajah Leonardo yang tengah menahan tertawanya.

aku melepaskan rangkulan Leonardo dengan cukup kasar, dia menatapku lalu tertawa pelan.

"Enggak kok mam, jadi dahi Leon itu-"

"Aku ambilin buah bentar ya sayang." kataku memotong perkataan Leonardo.

Bisa menjadi masalah jika Leonardo mengatakan yang sebenarnya jika aku menendangnya hingga jatuh dari ranjang dan dahinya terbentur meja.

Yang jelas pasti mama akan memarahi dan mengomeliku habis- habisan tanpa ampun

sebelum itu menjadi masalah yang besar, lebih baik aku menyela pembicaraan leonardo. dan sepertinya ini berhasil

"Eh iya boleh." jawab Leonardo, dia tersenyum smirk

kurang ajar'batinku

"Nah gitu dong, yang perhatian sama suaminya." ucap mama.

idih

Apaan?

Perhatian sama suaminya

Mimpi!

Dan pada akhirnya aku sedikit menyesal karena telah membungkam mulut Leonardo dengan embel - embel 'sayang'. dan untung saja Leonardo menjadi luluh dan tidak jadi mengatakan apa yang terjadi sebenarnya.

"Loh, pada kemana?" tanyaku pada Leonardo, saat hanya mendapati dirinya seorang diri. dan yang lainnya telah pergi.

"Mereka pergi duluan, katanya biar kita breakfast berdua, hehe" jawab Leonardo sambil cengar cengir.

ew!

"Lo gak bilang ke mama kan tentang dahi itu?" kataku sembari meletakkan piring yang berisi buah melon tersebut di hadapannya.

Leonardo menggeleng.

"Engga kok bae, tenang. btw kamu suka melon?" Leonardo melihati kearah piring buah yang hanya terdapat melon disana.

"Iya, suka banget." jawabku, dia mengangguk angguk. lalu memakannya dengan lahap.

Ini orang kenapa kayak gak pernah makan melon gitu sih? seseneng itu dia makan melon doang.

"Makasih ya udah panggil aku sayang tadi."katanya sambil sedikit tersipu.

Hah?

Baper nih mas nya.

Aku tak menanggapi perkataannya.

"Makasih juga udah ambilin buah buat aku, uh gemas." Leonardo mencubit pipiku.

"Aduh sakit tau lepas." ocehku. Aku memukul lengan Leonardo

"Love you bae." ia tersenyum sambil mengatakannya, aku langsung memalingkan pandanganku.

"Huh."

-o0o-

Aku telah kembali ke kamar hotel bersama Leonardo, dan ia mengatakan kalau kita akan check out hari ini dan langsung pulang ke rumah miliknya.

Usai merapikan barang barangku dan memasukkannya kembali kedalam koper, aku kembali duduk di sofa sambil memainkan ponselku.

Leonardo masih sibuk membereskan barang barangnya yang masih banyak belum ia masukkan kedalam koper. dan dengan sangat baik hatinya, aku tidak ada niatan sama sekali untuk membantunya.

Jahat?

Aku rasa tidak, ini namanya impas.

Anggap saja ini pembalasanku karena dia telah menjahiliku seperti itu hingga terjadilah pernikahan yang tidak pernah aku kira sebelumnya.

Menikah dengan seseorang sepertinya benar benar diluar ekspetasiku, karena sepengetahuanku aku akan menikahi Leonardoni yang ternyata dia hanyalah asisten Leonardo yang juga bersekongkol dengan Leonardo sebelumnya.

Argh!

Aku bisa gila.

"Bae!"panggil Leonardo.

"Hmm?" jawabku malas.

"Sini dong, bantuin aku sayang."ujarnya, entah mengapa nada bicaranya berubah, suaranya terdengar sangat lesu dan tidak bersemangat.

Aku menengok kearahnya, sambil menggelengkan kepalaku.

"Gak mau weeek" jawabku sambil menjulurkan lidahku kearahnya.

"Ah jahat kamu nih, tapi untung sayang." dia meringis lalu melanjutkan aktifitasnya.

Aku kembali fokus memainkan ponselku.

brug!

Spontan mataku langsung tertuju pada sumber suara dan melihat Leonardo yang tersungkur di lantai.

dia tidak bergerak sama sekali.

"Woy!" panggilku

"Leonardo!"

Dia masih tetap terdiam diposisinya.

Eh, seriusan gak sih?

Masa dia pingsan? jangan bilang ini gara- gara dahinya yang terbentur tadi pagi?

"Leonardo, jangan nakut-nakutin deh." ujarku sedikit gemetar.

tanpa pikir panjang aku mendekatinya dan berusaha dengan keras untuk membalikkan tubuhnya yang berat itu.

Wajahnya pucat namun sekujur tubuhnya terdapat bercak bercak warna merah samar.

"Lo gak lagi ngerjain gue kan?" aku menepuk pipinya pelan.

tiba tiba saja badannya berkeringat.

Aku tidak tahu pastinya kenapa Leonardo bisa menjadi seperti ini, tapi yang terpenting adalah aku harus segera menelpon ambulans dan menghubungi keluarganya secepatnya.

------

Jujur saja aku tidak berani menampakkan diriku saat ini. rasanya aku ingin untuk bersembunyi di suatu tempat.

Di dalam ruangan tersebut terdapat keluargaku dan keluarga Leonardo yang tampak sangat mengkhawatirkan keadaan Leonardo.

Untung saja Leonardo sudah terbangun dari pingsannya, aku sedikit lega.

aku merasa tidak berguna, dan tidak dapat melakukan apa- apa, yang ada malah aku membuat masalah pada hidup Leonardo.

"Sayang masuk gih, suamimu loh dari tadi nyariin kamu." kata mami Leonardo

.

"Eh iya mi. alina disini aja." jawabku.

"Gak apa apa ayo masuk dulu." mami merangkul lenganku lalu mengajakku masuk bersamanya.

Leonardo nampak tersenyum saat melihatku, aku hanya menunduk, dia masih terbaring lemah

"Gak usah khawatir gitu ah bae, aku gak apa apa loh." ujar Leonardo berusaha meyakinkanku.

"Dih, ngarep banget." gumamku.

"Leonardo, beneran gak kenapa- napa sayang, dia memang agak bandel, udah dibilang gak boleh makan melon masih aja dimakan." kata mami padaku.

"Loh?" aku membulatkan mataku.

Jadi dia bisa begini, memang gara- gara aku?

"MAM."panggil Leonardo, dia menggeleng dengan wajah serius.

"Ini bukan gara-gara leon makan melon. Leon cuma kecapek an aja." elaknya.

"Alina gak tahu mam, kalau leonardo alergi melon, Alina minta maaf." kataku penuh penyesalan, aku benar- benar merasa bersalah.

"ini bukan salah Alina kok, Leon aja yang bandel." mami malah menyalahkan Leonardo.

what?

"Alina, kamu harus lebih berhati hati lagi dong nak, harus sering komunikasi sama suami, biar gak ada kejadian kayak begini lagi." ujar mama ku menasihatiku.

Aku mengangguk, lalu kembali menunduk.

"Udah ah, Leon udah gak apa apa." Leonardo berusaha meyakinkan kami kembali, dengan wajah yang pucat seperti itu bagaimana bisa dipercaya.

"Bae, sini dong. jangan jauh- jauh." panggil Leonardo, ia menunjuk kearah kursi sebelah ranjang pasien dan memintaku untuk duduk disebelahnya.

Di karenakan ada kehadiran mama dan mami mertuaku aku menjadi tidak dapat menolak permintaan darinya.

Leonardo meraih tanganku lalu menggenggamnya.

Aku sengaja tak mengelak kali ini, karena aku merasa bersalah padanya

Dia membuat gestur agar aku sedikit mendekat kearahnya.

"Bukan salah kamu kok, jangan dengerin kata mami, dia melebih- lebihkan." bisik Leonardo.

"Enggak bisa gitu, seharusnya lo bilang dari awal kalo alergi, kan tetep aja gue yang salah." jawabku ikut berbisik.

"Aku seneng loh, kamu perhatian ke aku, khawatirin aku juga." Leonardo mengusap jemariku yang berada dalam genggamannya seraya tersenyum.

Aduh, manis banget senyumnya.

plak

Alina sadar!

Jangan terbawa suasana.

"Plis gak usah halu" cibirku, dia malah tertawa.

Ini orang gampang banget senyum sama ketawa, gak tahu apa yang disini hatinya lagi gak karuan.

avataravatar
Next chapter