12 Good morning, Istriku!

Aku melepaskan tanganku yang melingkar di sekitar perutnya, lalu bergerak memundurkan kepalaku yang bersandar pada dada telanjang milik suamiku ini.

ASTAGA!

Apa yang baru saja aku katakan?

Leonardo tengah bertelanjang dada.

Apakah semalam benar - benar terjadi?

Aku melirik dan mengecek pakaianku yang masih lengkap seperti semalam dan tidak ada yang kurang satupun, aku bernafas lega.

Tangan Leonardo masih melingkar disekitar pinggangku, ia masih belum bangun dan masih tidur dengan pulas.

Jam menunjukkan masih pukul 4 lewat 10 menitan.

Entah mengapa aku ingin sekali menyentuh wajah Leonardo dan memainkan jariku disana, karena wajah tertidurnya terlihat begitu polos dan lucu sama sekali membuatku tidak mengingat kalau dia ini mesum.

"Mas bangun yuk, sholat subuh dulu." Bisikku pelan, terdengar suara erangannya, dan dia malah menarikku kepelukannya.

"Ish mas bangun, subuhan dulu kok malah peluk peluk." Kataku.

"5 menit lagi bae. kaya gini dulu bentar." Jawabnya dengan mata yang masih terpejam.

Aku memutuskan untuk diam dan bersandar di dada bidangnya.

Tak lama aku mendengar suara dengkuran yang pelan.

Aku mencubit Leonardo. "bangun gak! Ayo cepet sholat dulu keburu terang mas." Leonardo menggeliat lalu merenggangkan badannya.

"Bae, morning kiss." Ujarnya.

"Masih subuh astaga, lagian yang semalem masih kurang apa?!" Cibirku aku meninggalkan Leonardo dan keluar dari kamar.

----

Langit sudah mulai terang entah angin dari arah mana yang mengarahkanku untuk berbuat baik pada suamiku di pagi hari ini, aku membuatkannya secangkir teh hangat seusai membuat segelas susu untukku.

Aku meletakkannya di atas meja makan lalu tak lama Leonardo sudah muncul dengan memakai setelan jas yang rapi.

Ku akui kalau suami 'mesum' ku terlihat sangat tampan berkali kali lipat dengan balutan jas rapinya itu, tapi bagaimana pun rupanya, entah mengapa aku masih belum merelakannya untuk menyentuhku seutuhnya.

Yang semalam terjadi hanyalah sebuah pancingan saja, apakah tubuhku ini sudah bisa menerima setiap sentuhan yang Leonardo berikan atau belum, dan nyatanya semalam tak ada pikiran sama sekali kalau aku ingin meronta dan menolaknya, jadi apa ini bisa dianggap kalau aku sudah menerimanya?

"Good morning istriku sayang." Sapanya sambil memasang jam tangan rolex ditangan kanannya.

Ia mengecup keningku sekilas.

"Ini teh nya diminum dulu." Kataku.

dia duduk dikursi berhadapan denganku. "Kamu yang bikinin?" Tanyanya, matanya terlihat sangat berbinar binar kegirangan.

"Iya, udah buruan di minum gak usah bawel." Dia meringis.

"Hehe, makasih ya sayang, besok besok kalo mau bikinin sarapan juga boleh." Goda nya

Aku meliriknya dengan tatapan sinis.

"Mas kalo makan masakanku auto keracunan, soalnya aku gak bisa masak sama sekali." ujarku.

"Ah, masa sih? Ini loh teh nya enak kok."

Ya kali maemunah bikin teh mah gampang, anak tk aja udah bisa kalau masak kan berbeda, banyak bumbu dan rempah yang harus dimasukin dengan takaran yang pas.

Dan tentunya aku saja tidak bisa membedakan antara mana yang jahe, lengkuas, sama kunyit.

au ah gelap.

"Mas, plis deh masak itu gak segampang bikin teh. " Protesku, dia malah tertawa.

"Ya udah kalo begitu, kapan kapan kita masak bareng. Nanti mas yang ajarin kamu."

"Ogah, mending aku belajar dari Youtube."Elakku.

" Kalau sama mas nanti jadinya enggak masak, yang ada malah ribut!" Gumamku pelan.

Dia berdiri dari tempatnya lalu beranjak kearahku, kemudian mengacak rambutku.

"Iya deh, terserah. Pokoknya mas gak mau tahu, masakan pertama kamu harus mas yang cobain. Mas berangkat dulu ya bae." Pamitnya ia mengulurkan tangan kanannya padaku.

Apa yang dia inginkan?

Jangan jangan dia memintaku untuk mencium tangannya?

Yang benar saja.

Aku meraih tangannya lalu menciumnya, dia tersenyum, kemudian mengecup pipi kananku.

" Kalau ada apa apa nanti telpon mas." Ujarnya, aku mengangguk.

Padahal meskipun tidak ada apa apa juga dia duluan yang meneleponku, dasar!

***

Mulai dari hari ini aku sudah membulatkan tekadku untuk berhenti untuk nge fangirl sementara waktu dan berusaha fokus belajar untuk ujian seleksi kuliah yang sudah tinggal 2 bulan lagi.

Aku membawa 3 tumpuk yang cukup tebal dan pergi ke ruang kerja Leonardo, aku berniat untuk belajar disana dengan harapan agar aku bisa lebih berkonsentrasi saat belajar, karena sejatinya aku sangat tidak menyukai belajar dan cepat mengantuk saat membaca buku.

Pandanganku terfokuskan pada bingkai foto yang ada di meja Leonardo dan disana menunjukkan fotoku dengan papa semasa aku baru lulus SMP dan tengah berlibur ke pantai yang ada di jawa timur.

'Senaksir itu dia sama aku sampai punya fotoku di jaman aku masih dekil' Batinku aku tersenyum lalu mengambil bingkai foto tersebut, terdapat kertas memo yang mengganjal di baliknya, aku langsung memutar bingkai foto tersebut.

'Alina Keenan Raftar'

Baik - baik ya kamu..

Yang telah setia menjadi tema dalam doaku, semoga semesta ikut mengaminkan kebaikannya untukmu.

I love you istriku dimasa depan.

Aku menutup mulutku dengan tanganku dan membelakkan mataku.

Jadi benar dia sudah menyukaiku sejak lama? Tapi sebentar, apa dia stalker?

Dan jika dia selama ini penguntit kenapa aku tidak pernah merasa kalau dia sudah mengawasiku sejak lama

Apa aku harus kesal? Atau bahagia?

Tidak tahu ekspresi seperti apa yang ingin aku sampaikan saat ini, aku terkejut mengetahui faktanya kalau dia telah menyukaiku sejak lama.

Tapi tunggu, bisa saja dia meminta foto ini saat dia berencana untuk menikahiku dulu, namun kenapa aku tidak yakin.

Apa aku harus bertanya kepadanya langsung?

Argh!

Belajar Alina belajar, tidak usah memikirkan hal itu.

drrt..drrt.. drrt..

Mami is calling..

Mami? Tumben nih telepon.

" Halo anak mami paling cantik." Sapa mami saat aku menjawab panggilan tersebut.

"Iya mami."

"Sebentar lagi supir Leonardo jemput, kata suami kamu suruh nemenin dia di kantor." Kata mami.

Aku diam sejenak.

"Iya mami,kalo gitu Alina mau siap siap dulu."

"Iya sayang, dandan yang cantik yaa."

tut.. tuut.. tut.

Lah? Udah dimatiin aja teleponnya sama mami, lagi pula kenapa Leonardo memintaku untuk menemaninya di kantor, apa dia bekerja dengan sesantai itu?

Belum sempat menyentuh bukuku sama sekali, malah banyak hal yang tak terduga terjadi pada siang ini, lebih baik aku membawa bukuku ke kantor leonardo dan belajar disana.

Tapi, tunggu sebentar.

Aku merasa ada yang tidak beres disini.

Kenapa mami yang menghubungiku dan memintaku untuk datang ke kantor Leonardo, dan bukan Leonardo sendiriku yang meminta untuk datang, jika aku datang sekarang pasti hubunganku dengan Leonardo pasti akan terekspos, ah tidak.

Aku belum siap untuk membuat seluruh orang mengetahui kalau aku ini istri dari Leonardo Fateh Adriano, direktur utama dari Adriano Corp. Sekaligus pewaris tunggal dari keluarganya.

Ah, bisa gila aku jadinya.

***

Sesampai di depan gedung besar dimana Leonardo bekerja, aku menghentikan langkahku di lobby, dan menghela nafasku sejenak.

Haruskah aku masuk?' Kata kata itu terus terngiang di otakku.

Aku berjalan kearah meja resepsionis.

"Permisi kak, saya mau bertemu dengan pak Leonardo Adriano." Ujarku.

Dia melihatiku dengan tatapan aneh dan tak luput mengamatiku dari atas hingga bawah, pandangannya terhenti pada buku yang aku bawa.

'Lulus ujian seleksi sbmptn'

Anjir ini orang kurang ajar banget, liatin orang sampai segitunya' Batinku geram.

"Maaf, anda tidak bisa bertemu dengan pak Leonardo jika belum memiliki perjanjian sebelumnya." Ucapnya sedikit sinis.

Lah?

"Tapi saya mau bertemu dengan pak Leonardo." Ujarku santai.

"Maaf, dek sekali lagi tidak bisa, pak Leonardo sedang meeting dengan para investor dan dewan yang lain."

Dek?

Hah!

" Ya sudah saya tunggu saja." Aku tetap kokoh dengan pendirianku.

Resepsionis itu menyuruhku untuk pulang, karena sangat tidak mungkin untuk bertemu dengan Leonardo jika aku belum membuat janji dengannya.

Terlalu enggan untukku mengucapkan kalau aku ini adalah istri dari Leonardo, jadi sebaiknya aku menunggunya di kursi tunggu yang disediakan disini.

Sambil mencoba menghubungi nomor telepon Leonardo yang ternyata memang sedang tidak aktif, dia kan sedang meeting.

Aku menjitak kepalaku pelan.

Sambil menunggunya meneleponku kembali aku membuka buku yang tadi aku bawa.

30 menit kemudian ponselku berdering dan tertera nama Leonardo disana dengan cepat aku menggeser layarku ke icon hijau untuk menjawab panggilan tersebut.

"Mas! Alina dia udah di lobby, tadi kata mas Alina suruh ke kantor kan, ada apa?" Crocosku.

"Loh, beneran sayang? Bentar bentar kamu jangan kemana- mana mas yang kesana."

"Iya buruan nih, Alina tadi mau masuk gak boleh, soalnya belum ada perjanjian sebelumnya sama pak Leonardo, gitu kata resepsionisnya, yaudah sih Alina mau pulang aja." bohongku

"Eh eh, kamu tunggu sana dulu, mas jemput sekarang secepat kilat tapi jangan kemana mana, teleponnya jangan dimatikan!" Ujarnya

"Hmm iya." Terdengar suaranya yang seperti sedang berlari.

Dari kejauhan aku langsung dapat menemukan Leonardo saat dia muncul dari lift yang berada di sudut kanan bangunan.

Napasnya nampak tersenggal senggal dan dia tengah menyapu pandangannya ke seantero bangunan untuk dapat menemukanku.

Aku melambaikan tanganku dia langsung berjalan menuju kearahku langsung memelukku dan mencium keningku sekilas.

Aku melepas pelukannya.

"Tumben kamu pergi ke kantor mas, kangen ya?" godanya. dia merangkulkan lengannya dipundakku, tangan kirinya membawa buku yang semulanya aku bawa tadi.

"Kan mas yang nyuruh alina kesini" Ucapku sambil berjalan.

"Lah masa?" Dia sedikit heran.

"Tadi mami nelepon katanya mas nyuruh Alina dateng ke kantor buat nemenin mas dikantor." Dia malah tertawa.

Loh kok malah ketawa sih?

Ini orang gak jelas.

Leonardo berjalan menuju ke resepsionis, raut wajahnya berubah menjadi serius.

"Lain kali, kalau liat perempuan ini, biarkan saja dia melakukan apa yang dia inginkan disini. dia ISTRI saya." ucap Leonardo dengan menekankan kata istri kepada pegawainya.

Mereka tampak ketakutan.

Aku memukul lengan Leonardo.

"Apaan sih mas? biasa aja gitu loh ngomongnya kok ngegas gitu sih! kasian jadi takut gitu mereka." aku menarik Leonardo

"Biar semua orang tahu kamu istri mas bae, mas gak suka kamu digituin kayak tadi." Leonardo melepaskan rangkulannya lalu menggandeng tanganku.

avataravatar
Next chapter