4 Engagement Day (2)

Hari pertunangan telah tiba, sungguh hari yang sangat tidak ingin Alina lalui, jika saja dia memiliki pintu kemana saja milik Doraemon pasti dia sudah kabur kemana pun asal yang jauh dari hal yang berbau seperti ini.

Alina's pov

Tidak tahu lagi apa yang akan terjadi padaku hari ini tapi, semoga saja acara yang merepotkan ini harus berjalann sesuai rencana tanpa aku harus berbuat hal yang aneh- aneh dan tidak memalukan keluargaku. tapi bagaimana caranya.

aku benar benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan agar acara ini berjalan mulus tanpa ada kesalahan yang akan aku perbuat nantinya.

tok..tok.. tok

"Alina penata riasnya udah dateng sayang" kata mama

Mama menghampiriku dan melihatiku tengah cemberut.

"Lah, jangan di tekuk gitu dong mukanya."

"Alina gak tahu acara ini bakal mulus apa enggak, tapi Alina minta maaf sama mama dari awal kalau seumpama nanti Alina bakal ngelakuin kesalahan. Alina udah mencoba yang terbaik untuk nerima perjodohan ini demi nurutin satu-satunya permintaan mama dan papa dari pertama alina lahir sampai sekarang, Alina cuma bisa kabulin yang satu ini." air mataku tiba tiba saja jatuh dengan sendirinya, aku sudah tidak kuat untuk membendung semuanya. Akhirnya aku telah mengucapkan perkataan yang sangat mengganjal di hatiku.

"Mama yakin kamu bisa, Alina percaya kan sama mama?"

Alina mengangguk.

"Mama pasti kasih Alina yang terbaik." mama memelukku dan membiarkan aku menangis dibahunya sejenak lalu menangkup wajahku.

"Eh, gak boleh nangis dong, hari ini kamu pemeran utamanya loh sayang. udah ya, mama tinggal biar kamu dirias.

-o0o-

"Senyum yang cantik kak jangan lesu dong." ujar penata rias itu kepadaku.

"Gak bisa kak huaa " jawabku kemudian derai air mataku kembali menitik

Aku mengipasi wajahku dengan tanganku karena tiba- tiba saja aku ingin menangis kembali.

'lah kenapa jadi cengeng gini gue?'

"Eh kak btw, abangnya cakep ya."puji salah satu penata rias yang mendandani ku tadi.

"Cakep kak, tapi gak doyan sama cewek." jawabku asal.

"Lah masa? sayang banget ya."

"Sebenernya dia loh yang mau nikah." ujarku membubuhi perbincangan ini agar terdengar makin panas.

"EHEM abang denger loh dek." kata bang Jaehyun dengan nada kesal.

"Eh abangku yang paling cakep. Udah siap nih mau kawin?"

"Ngasal aja ya kamu bicaranya, abang lo ini demen nya sama cewek loh dek!"

"Oh, baru tahu" goda Alina.

"Udah sini kamu,buruan acaranya mau dimulai."kata bang Jaehyun.

Alina berjalan menuju abangnya berdiri lalu berhenti didekatnya dan berbisik.

"Tukar cincin beres kan ya?"

bang Jaehyun berbisik.

Oke lah kalau begitu, berarti yang harus aku lakukan adalah bertukar cincin dengannya lalu kembali kekamar, dan poin yang paling penting hari ini aku tidak perlu untuk menatap wajahnya yang sangat tidak penting itu.

'Ayo Alina, kamu pasti bisa! hanya bertukar cincin.' ucapku menyemangati diriku sendiri

Bang Jaehyun berjalan sambil menggandeng tanganku lalu aku menghentikan langkahku.

"Bentar bang Alina lupa cara nafas." ucapku absurd

"Apaan sih dek?" bang Jaehyun memandangku heran.

"Tarik nafas pelan pelan."kata bang Jaehyun

"Brojol deh"sambungnya

Aku memukul lengan bang Jaehyun

Melihat banyaknya keluarga ku yang lain datang membuatku semakin gugup, aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan saat mereka tahu siapa calon suami yang akan menikahiku.

yang jelas pasti aku akan menjadi trending topic bahan obrolan keluarga dan kerabat karena bersedia menikah dengan om om yang seperti itu.

Susunan acara telah di sebutkan oleh salah seorang pamanku yang tengah menjadi pembawa acara pada hari ini.

Dan tentunya jantungku sangat berdegup kencang saat paman ku mulai menyebutkan

acara inti dari hari ini

yaitu bertukar cincin

Di hadapan semua orang?

Oh no!

Menunduk Alina

Kamu cuma perlu menunduk dan tidak usah melihat wajahnya' ucapku menyemangati diriku sendiri

Aku berjalan sambil menunduk tanpa melihat wajah om genit itu.

Ah sial

Perutnya yang sangat buncit itu sungguh catchy di mataku saat aku berhadapan dengannya, tak kuasa aku ingin meninggalkan acara ini secepatnya.

Okay, rencana berjalan sesuai dengan harapanku.

Aku segera beralih dari tempat ini dan kembali kekamarku dengan cepat, tidak peduli apa kata keluarga dan kerabat yang lainnya, yang penting aku bisa menjalani acar tukar cincin dengan sangat baik.

"Eh Lin?"panggil seseorang

aku menoleh

"Sarah?" jawabku, ternyata dia adalah sepupuku.

"Anjir gue kaget lo mau nikah Lin. Kok kagak bilang sih?"

"Gue aja gak tahu kalo gue mau nikah. Ya kali gue mau bilang ke lo sedangkan gue nikah sama orang kek begitu dan dengan bahagia nya gue mau sebar sebar." kataku sedikit melow

"Dih apaan jangan sok galau gitu ah. By the way kalian cocok loh! Calon suami lo kocak banget asli."

Aku langsung memasang wajah datar kearahnya.

"Gue ke kamar dulu, perut gue sakit banget nih." kataku beralasan agar bisa kabur.

Sarah mengangguk tak yakin lalu aku meninggalkan nya.

Aku menoleh sejenak kebawah melihat orang-orang yang sepertinya berkumpul sangat bahagia.

Bahkan aku melihat ada om genit itu berdiri ke sekumpulan keluargaku dan tertawa dengan renyah

-o0o-

Sekali lagi aku terbangun dari tidurku saat aku mencium aroma makanan yang sangat lezat yang berasal dari kamarku.

Aku menajamkan penciuman hidungku dan memang terdapat makanan lagi di meja belajarku yang tentunya terdapat memo pad yang tertempel di nampan tersebut.

Jangan telat makan, kesehatanmu itu prioritasku Alina <3 gws maluv

-yours

Aku membacanya dengan sedikit ada rasa disgust yang mengusikku.

Bagaimana dia bisa sangat baik dan perhatian kepadaku? Sedangkan aku selalu mengejeknya, menjelekkannya. Intinya aku tidak pernah memperlakukannya dengan baik selama ini, tapi dia bisa sebaik ini.

Dengan cepat dan lahap aku menghabiskan makanan yang ada di hadapanku saat ini.

usai memakannya hingga habis aku langsung meletakkan nampan itu ke dapur.

"Alina? Perutnya masih sakit sayang?" tanya mama yang sedang duduk di ruang makan.

"Udah mendingan ma." jawabku berbohong.

Ya kali, gue kan gak sakit perut, tadi kan gue cuma akting biar bisa kabur dari acara pertunangan ini.

"Bagus lah kalau begitu, tadi Leonardo udah khawatir setengah mati."

"Dih lebay mama."

"Loh, mama ini seriusan loh! tadi dia langsung pergi ke apotek, beliin kamu obat sakit perut, abis gitu dia masakin kamu makanan yang udah kamu habisin itu,jadi jangan lupa obatnya diminum." omel mama

"Iya ma."ucapku sambil mengangguk.

Ting!

Aku langsung merogoh saku celanaku

Om gatal : Gimana? perutnya udah mendingan, obatnya udah diminum?

Om gatal : Aku khawatir loh.

alina : Oh

Om gatal : Jaga kesehatan kamu ya, makan yang teratur, jangan sering begadang.

Alina : Bacot.

-o0o-

Waktu berjalan sangat cepat, tak terasa dua minggu telah berlalu, seiring berjalannya waktu membuat Alina tersadar dan menjadikan dirinya lebih dewasa lagi.

Sekarang hanyalah masalah waktu, dia harus menerima kenyataan pahitnya ini, karena dia merasa harus bagaimana lagi, toh seluruh keluarganya sudah sangat setuju kalau dirinya menikah dengan orang yang dipilih oleh papa nya yang membuatnya tak berdaya untuk menolak pernikahan ini

Dia sudah melupakkan impian impiannya yang ingin menikah dengan salah satu dari oppa nya, dan mencoba menerima kenyataan bahwa dia akan menikah dengan orang yang apa adanya.

Dan mau tidak mau alina harus menerima dengan apa adanya juga.

Ya meskipun dia kaya, tapi tetap bagaimana pun dan dilihat kembali dari sisi mana pun dia bukanlah tipe ideal dan idaman Alina.

Apalagi Alina telah memantapkan hatinya dari dulu dan dia juga percaya kalau cinta pertama dan cinta sejatinya adalah suaminya kelak.

Menurut Alina, pernikahan bukanlah sebuah permainan, jadi jika dia sudah menikah itu akan berlaku satu kali didalam hidupnya maka dari itu tidak ada cinta pertama yang bisa di ulang dua kali.

"ALINAAA!" panggil mama Alina, suaranya terdengar sangat terburu buru

Alina's pov

Setelah mendengar dengan jelas teriakan dari mama, aku pun langsung menuju ke kamar mama.

hampir tidak pernah mama meneriakiku seperti itu, maka dari itu aku segera lari menghampirinya, karena khawatir ada sesuatu yang terjadi.

"Buruan panggil mang Adit, cepeet" kata mama tergesa.

"Kenapa? Ada apa?" tanya ku kebingungan.

"Papa kamu di bawa ke rumah sakit." mama terlihat sangat khawatir dan ekspresinya sudah tak karuan.

Aku sudah tidak tahu apa yang ada di otakku tapi yang jelas aku langsung berlari mencari mang Adit dan memerintahkannya untuk menyiapkan mobil secepatnya.

Saat aku hendak berkata pada mama kalau mobilnya suda siap ternyata mama sudah siap terlebih dahulu dan pada akhirnya kita pun langsung masuk ke mobil dan berangkat.

"Papa kenapa ma?" tanyaku tanpa sadar air mataku jatuh dengan sendirinya.

aku menggigit bibir bawahku memikirkan papa yang selama ini selalu bekerja keras.

"Mama juga masih belum tahu jelasnya, tapi intinya papa kamu udah ada disana."

Papa adalah tipe orang yang sangat cuek, jarang berbicara namun dia juga sangat perhatian.

Belum lagi dia sangat pekerja keras demi keluarganya.

Hal ini yang membuatku tidak enak untuk menolak pernikahan ini secara terus terusan di hadapannya.

Terlebih lagi aku sangat khawatir, jika papa merasa terbebani karena aku menolak pilihannya yang menurutnya dan menurut semua orang sudah yang terbaik.

------

Rumah Sakit Pelita Harapan

Ini adalah rumah sakit yang jaraknya paling dekat dengan kantor papa. Sesampai disana aku langsung menuju ruangan tempat papa dirawat.

"Papa." ucapku sambil membuka pintu aku menahan air mataku agar tidak sampai terjatuh.

Papa terbaring lemah. Aku langsung berlari menghampirinya.

"papa gak apa apa nak, kata dokter cuma kecapek an."

Aku menangis sambil menggenggam tangan papa.

Tak lama dari itu abang Jaehyun datang.

"Papa cuma pingsan, karena kecapek an, gak ada penyakit yang serius kok, jadi kalian gak perlu khawatir."

Mama duduk dikursi samping ranjang papa.

"Kemarin mama bilang, papa itu loh jangan terlalu gila kerja, namanya manusia itu juga ada batas kemampuannya jadi jangan dipaksain, akhirnya jadi beginikan." ujar mama. Dari sorot mata mama terlihat sangat khawatir dan juga nampak kalau mama menahan tengah tangisnya.

"Papa gak apa apa, mama gak usah khawatir, habis ini juga boleh pulang kan gak parah kalau sudah boleh pulang. Liat itu sendal kamu sampai beda beda sebelah." papa melihat ke kakiku.

"Masa harus nunggu parah baru berhenti gila kerja!" sahut mama

"Yah namanya juga orang keburu buru pa" celotehku.

Papa tersenyum namun tatapannya itu terlihat seperti menahan sesuatu.

"Maafkan papa ya sayang." kata papa. Kemudian ia mengelus kepalaku.

"Alina yang salah, Alina egois dan terlalu mementingkan diri Alina sendiri tanpa berterima kasih sama papa dan mama yang selama ini bersusah payah merawat alina dengan baik."ucapku lirih

"Lagi pula Alina sudah menerima perjodohan ini sepenuhnya." imbuhku.

Entah mengapa semuanya menjadi tersenyum usai mendengar perkataanku.

Ada yang gak beres nih.

"Eh, ma? by the way adek udah tahu gak sih kalau nikahannya di percepat?" ceplos abang

"HA?" sahutku.

Tuhkan.

"Eh mama belum bilang ya?" papa menahan tawanya.

"Cuma akad saja, soalnya neneknya Leonardo mau kembali ke italy dalam waktu dekat ini." kata papa

"pa? Ma? Abang? Sumpah ini gak lucu deh, dari kemarin ini Alina udah kayak di kejar deadline tahu gak sih? dan sebenernya ini nikah apa lari, kok terburu buru mulu."

mereka semua tertawa.

Mana bagian yang lucu coba?

Heran aku melihat mereka yang terlihat sangat bahagia itu

"Lebih cepat lebih baik nak." kata mama

"Gak gitu juga sih, ini terlalu cepat tahu ma!" protesku.

"Kan kasihan kalau sampai nenek Leonardo belum lihat pernikahan cucu kesayangannya sayang." imbuh mama.

"Nah iya." bang Jaehyun ikut menyahuti.

Aku menatap kearah papa yang membuat ekspresi yang sama dengan mama dan bang Jaehyun, papa menyetujui perkataan mama sebelumnya.

Aku memang telah menyetujui soal pernikahan ini, but. Tolong bukan kah ini terlalu cepat?

"Iya iya Alina pasti akan menikah! tapi aku mohon jangan secepat ini ma, pa, bang jaehyun!" pintaku.

"Hilih, lo kan yang biasanya halu banyak suami Korea an tuh, giliran dikasih suami di real life gak mau." kata bang jaehyun mencibir.

"Ya iyalah, kan suami yang kali ini bukan pilihan Alina, kalian yang pilih." kataku mengoceh, namun mereka seperti mengabaikanku.

Eh? Sumpah, gue di cuekin.

"Kamu kalo udah lihat calon kamu pasti auto klepek klepek." kata mama.

"Berkali kali lihat malah enek pengen muntah." ujarku sambil begidik ngeri.

"Hus." sahut mama.

"Hilih sok banget lo dek, berkali kali lihat berarti sering curi curi pandang ciyee..."

"Gak gitu juga kali!" makiku.

avataravatar
Next chapter