1 1

(Hujan turun dengan lembut, dengan ringan tanpa beban. Dan tatapanmu sama seperti hujan disore ini.)

>Maret 1996<

Aku ingat pertama kali aku melihatnya, Januari 1995. Kamu yang sedang menunggu bis di pagi hari, duduk dengan pandangan memerhatikan jalanan. Aku ingin menyapa, namun aku urungkan itu. Saat aku tahu kamu bersekolah yang sama denganku, itu merupakan sebuah kebetulan yang membahagiakan. Aku si murid di sekolah HST di Kawasan Bandung yang tak populer bertemu dengan senior yang amat populer karena kehangatannya, ketampanannya sekaligus dengan prestasinya.

Aku selalu mengamatinya baik saat dijalan ataupun disekolah. Dan sekarangpun tetap sama, dan mungkin kegiatan ini akan berhenti saat kelulusannya, entahlah. Hey, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Aksena, hanya Aksena. Salam kenal.

Jam 11:30 WIB

Di kantin dekat Lapangan Basket

"Kamu tahu kakak kelas itu? yang lagi main basket. Ahh pasti kamu tahu. Aku ngasih dia cokelat kepadanya kemarin." Ucap perempuan berambut pendek.

"Oh ya? Sangat berani," balasku.

"Hey..tanggapan apa itu. Sena kamu gak tertarik sama kakak kelas itu?" tanya Kei padauk.

"Hm, Tentu. Karena dia populer, menawan, ramah, berprestasi, atletis, pasti orang-orang akan menyukainya," ucapku.

"Yang ku maksud adalah kamu tertarik padanya sebagai seorang pria," ucap Kei gemas.

"Aku kurang yakin, kamu tahu sendiri aku kurang ngerti tentang hal yahh berbau romansa. Jadi kayaknya engga deh," bohongku

"Baiklah inilah kehidupan seorang Sena sangat monoton."

"Mungkin," ucapku sambil melihat kearah lapangan, tepatnya kearahnya.

Bilang saja aku ini pengecut. Tidak masalahkan kalo aku memendam perasaan ini, biarlah hanya aku yang merasakan perasaan hangat ini. Aku ini penggemarnya yang luar biasa, aku tahu jam berapa dia akan menunggu bis, hari apa saja dia akan bermain basket, dan aku tahu siapa yang dia suka. Kupikir dia menyukai seseorang. Beberapa kali secara tidak sengaja aku melihatnya membawakan minum, tertawa, meskipun dia tertawa kepada semua orang, tapi jelas tawanya berbeda saat disamping gadis itu. Dan aku melihatnya tersenyum hangat melebihi hangatnya sinar mentari, untuk siapa? Tentu saja bukan untukku, dan tentunya untuk gadis itu. Gadis itu aku beri nama M, karena dia Manager klub Basket.

Menyedihkan bukan? jadi itu salah satu alasan aku berbohong mengenai perasaan ini. Aku merasa cemas kepada orang-orang yang berharap padanya lebih. Yang sering membuatkannya makanan, cokelat, minuman hingga sebuah surat pernyataan cinta.

>Halte bis 17:05<

"Ahhh aku telat," keluhku.

"Aku juga," ucap seseorang disampingku.

Hampir aku akan mengumpat, kaget sekali. Aku pikir tidak ada siapa-siapa.

"Maaf, aku membuat kamu kaget," sesalnya.

"Ya__ gak apa-apa," jawabku canggung.

Aku duduk dipaling ujung, karena aku ketinggalan bis mau tidak mau aku harus menunggu bis selanjutnya dan itu cukup lama butuh waktu 20 menit. Dan disini aku harus terjebak dengannya, sangat canggung!! Anggap tidak ada orang, itu lebih baik. Jahat? Biarlah.

"Aku lihat kamu setiap pagi," ucapnya tiba-tiba. Oh bisakah tidak membuatku kaget!!

Aku memalingkan wajahku kepadanya yang duduk tak jauh disampingku.

"Kamu bicara padaku?" tanyaku, dia mengangguk.

"Kita sedaerah?" tanyanya lagi.

"Entahlah." Jawabku kaku lalu mengalihkan pandanganku.

"Hmm, sayang sekali," gumamnya yang masih terdengar olehku.

20 menit serasa berjam-jam bagiku. Hening, canggung, suasana yang kaku. Itu menurutku, karena setelah beberapa kali kulirik dia lewat ekor mataku sepertinya dia tak ada masalah dengan kecanggungan ini, bahkan kini dia sedang sibuk dengan bacaannya. Ya dia tak terlalu peduli.

Dari kejauhan aku melihat bisnya datang, "Bisnya," ucap kami berbarengan. Dari sudut mataku, dia mentapku. Sudahlah abaikan saja. Ini tak baik untuk Kesehatan jantungku, jangan terlalu mencolok.

Aku lebih dulu berdiri, menunggu tak sabar. Setelah bis datang aku dengan segera masuk dan duduk ditempat favoritku, bangku urutan ketiga disisi dekat kaca sebelah kanan. Kupikir dia akan mengikutiku masuk, maksudnya dia akan masuk setelahku, namun dia tetap diam ditempat. "Aneh," pikirku.

Dia menatapku, denga seiring berdetiknya jarum jam, akupun menatapnya dengan ragu. Setelah sadar yang kini tengah ku lakukan, aku mengalihkan pandanganku cepat.

"Jangan kaya gini, menyebalkan," gumamku tanpa sadar.

Bis yang tengah kunaiki melaju dengan aman. Angin dingin menerpa wajahku dengan hati-hati. Hujan turun dengan lembut, dengan ringan tanpa beban. Aku menatap langit lewat jendela yang kubiarkan terbuka. "Menyenangkan," pikirku. Hari ini ditempat itu, sungguh meresahkan serta menyenangkan.

Memejakan mataku, sambil mengartikan tatapan yang ia berikan padaku tadi, "Dia terlalu hangat sebagai seorang pria. Tatapannya terlalu lembut, orang-orang pasti akan salah paham. Untung saja aku tahu bahwa dia sedang menyukai seseorang, kalo enggak mungkin aku akan terjebak dalam tatapannya, dan merasa dia menyukaiku. Kerja bagus Sena."

avataravatar