4 4. Seriously?

Jam 14.30 bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Semua kelas memuntahkan isinya berupa para murid yang berhampur keluar kelas yang hendak pulang ke rumah masing-masing. Menyisakan udara kosong di SMA Mega Bangsa. Hari ini cukup membosankan. Hari pertama masuk yang hanya ada jam kosong dan kegiatan ekskul yang belum aktif kembali.

Kini Audy, Steffani, dan Vallen sedang berada di trotoar depan sekolah mereka menunggu jemputan tiba.

"Tumben kalian gak bawa mobil sendiri nih?" Tanya Audy.

"Gue dianter nyokap Dy, soalnya abis ini ada persiapan buat acara dinner di restoran nyokap gue.." jawab Steffani.

"Kalo gue sih tadi dianter supir tapi bokap telpon katanya mau jemput, ya udah deh." Vallen juga ikut menyahut. Audy manggut- manggut saja sambil menatap handphone nya cemas.

"Lo kenapa?" Tanya Vallen.

"Ini nih dari tadi gak ada yang kabarin gue, kak Bita juga gak kasih kabar, pak Oka aku hubungin gak bisa, ehhh telpon rumah gak ada yang angkat." Ucapnya mengeluh kesal.

"Lah? Terus gak ada yang jemput lo?" Tanya Steffani.

"Gak tau deh, ini gak ada yang kabarin juga dari tadi," Audy paling sebal dalam kondisi seperti ini.

"Nah itu Daddy, guys gue cabut dulu ya udah dijemput. Byeeee.." Vallen yang dijemput duluan langsung pamit dan melambaikan tangannya.

"Stef gue nebeng dong?" Tanya Audy.

"Duh gimana ya Dy, bukannya gak boleh tapi ini nyokap pasti jemput sama bokap. Di telpon tadi bilang kalo abis ini ke butik dulu buat ambil baju. Gimana dong?" Jelas Steffani secara runtut. Ia juga tak enak dengan sahabatnya. Tapi, saat ini ia memang tidak bisa mengantar sahabatnya pulang.

"Ya udah deh gapapa kok aku tunggu taksi aja kalo gitu.."

"Beneran nih gapapa? Gue beneran gak bisa soalnya Dy maaf ya.."

"Iya santai kali Stef,"

"Lah gue udah dijemput nih.. duluan ya Dy, maaf ya gue pas gak bisa anter lo pulang."

"Alah gapapa kok Stef. Udah pulang gih tuh ditungguin."

"Ya deh gue jalan duluan ya.. ati-ati ya Dy.. ada apa-apa telpon gue ya.." Steffani pun masuk ke dalam mobil dan menurunkan kaca jendela.

"Iya Stef.. byee" Ya. Audy berdiri di trotoar sendirian. Dia terus mendial nomor kakaknya ataupun supirnya, tapi tak ada yang mengangkat satupun. Ia menghentakkan kakinya kesal.

"Shittt anjir banget sih," umpatnya kesal, "Yaelah pada ke mana sih gue kesel banget ihhh." Ia terus menggerutu dan sesekali mengumpat kesal sambil terus mondar-mandir dan bergantian melihat handphonenya dan juga ada taksi atau tidak.

"Ekhem.." ada suara cowok yang berdehem disampinya. Audy langsung menoleh dan terkejut, lalu menghentikan kegiatan mondar-mandirnya.

"Alan? Kok masih di sini?" Tanyanya, berusaha menyembunyikan gugupnya.

"Lo bisa juga ngumpat-ngumpat kayak tadi. Gue kira gak bisa," ucap Alan dengan nada mengejek.

"Eh? Aduh ya aku kesel gak ada kabar dari orang rumah, dan gak ada taksi lagi." Jelas Audy.

"Terus kenapa gak bareng temen lo?"

"Mereka ada acara masing-masing gitu dan dijemput ortu mereka jadi aku gak bisa nebeng tadi. Terus Valdi juga udah langsung pulang tadi." Jelas Audy lagi. Wajahnya masih terlihat kesal.

"Mau gue anter?" Ajak Alan.

"Hah? Apa?" Audy mengerjapkan matanya kaget.

"Mau gue anter?" Alan mengulangnya dan mendengus kesal.

"Ahh gak usah deh ntar ngerepotin kamu Al.."

"Alahh udah gak usah jaim.. tinggal bilang iya aja susah. Emang mau nungguin taksi lewat sini? Udah tungguin, gue mau ambil mobil di parkiran sebrang." Audy mengangguk patuh mendengar perintah Alan.

Tak lama mobil BMW berwarna silver menghampiri posisi Audy berdiri. "Masuk." Satu kata dari mulut Alan yang langsung diangguki Audy.

Mobil Alan melaju membela jalan raya. Suasana didalam mobil hening sesaat. Tapi setelah itu masih disusul menit-menit berikutnya. Tak ada yang bersuara. Ini benar-benar awkward. Hingga Audy memutuskan untuk bertanya lebih dulu.

"Al? Udah tau rumah aku emang?" Tanyanya.

"Belum." Singkat padat jelas, "Emang mana?"

'Kalo gak ditanya mana nanya? Hufftt.. untung suka.' Ucap Audy dalam hati.

"Tetep di Perumahan Cendrawasih Al, tapi beda blok."

"Oh iya gue lupa kalo lo cuman pindah blok. Blok mana emang?"

"Blok F nomor 27 kiri jalan." Jawab Audy mulai santai.

"Oh, emang rumah lo yang di depan rumah gue itu udah dijual?"

"Enggak kok itu gak dijual.."

"Lah terus kenapa cuman pindah blok?"

"Itu sebenernya rumah beli dadakan. Rumah itu dulu baru dibeli sama papa karena tiba-tiba papa mendirikan perusahaan baru di sini. Dan dari Aussie pindah ke sini deh." Jelas Audy.

"Terus?"

Audy menautkan alisnya lalu ia berbicara. "Ya terus rumah itu cuman ditempatin satu tahun lebih. Dan setelah itu kak Bita minta pindah ke rumah baru yang dua tingkat dan lebih luas yang kebetulan ada di blok F, jadinya cuman pindah blok deh. Lagipula rumah dadakan itu cuman satu tingkat dan cuma ada dua kamar. Niatnya mama aku mau buat perpustakaan pribadi disitu dan direnovasi bagian dalamnya." Ujarnya panjang lebar. Alan hanya ber-oh-ria dan manggut-manggut saja.

"Turun, udah nyampek." Ucapnya.

Audy pun turun dan langsung melihat sebuat gembok berukuran besar yang mengunci pagar rumahnya yang tinggi. Ia bingung campur kaget.

"Loh? Kok di gembok sih? Gak ada orang apa? Kok gak kabarin gue sama sekali sih? Pada kemana semua ya?" Alan yang melihat Audy menggerutu menyusulnya keluar mobil.

"Kenapa?"

"Ini nih digembok. Ihhh sebel banget mana gak ada yang ngabarin sama sekali kalau rumah ditinggal kosong. Hari pertama masuk juga ada aja masalah." Gerutunya lagi.

"Ya lo berusaha gitu telp---" dering ponsel Alan berbunyi membuat perkataan cowok itu tertelan. "Bentar gue angkat dulu." Ucapnya.

"Ya ada apa bun?"

"..."

"Yang bener bun?"

"..."

"Iya ini dia sama Alan bun pagarnya digembok."

"..."

"Oh gitu bun ya udah iya aku pulang sekarang."

"..."

"Iya bun."

Alan mendengus dan memasukkan kembali handphonenya kedalam saku celana. Audy mengernyit seolah meminta penjelasan tentang perkataan Alan yang membawa-bawa keadaan pagarnya yang digembok. Oke ini lebay.

"Ikut gue pulang, disuruh bunda nginep di rumah malem ini." Ucap Alan.

"Seriously?" Tanya Audy terkejut.

Alan mengangguk, "Buru masuk!" Terdengar nada perintah dari Alan.

'Oh bolehkah perkataan tadi di ulang? Apa? Menginap dirumah Alan? Haruskah aku senang? Oh tidak! Dia akan begitu dingin nanti. Maybe.' Ucap Audy dalam hati. Ia langsung menyusul Alan masuk ke mobil.

Oh Audy ingin berteriak sekarang. Demi apa? Mimpi apa dia semalam? Hari pertama masuk, pulang bareng Alan, dan satu lagi dia menginap dirumah Alan? Harusnya dia senang, tapi dia juga takut akan sikap dingin Alan. Oh, itu pikirkan saja nanti.

***

avataravatar
Next chapter