17 17. Dirga's Apartment

Audy bergumam kecil. Badannya serasa agak remuk. Kedua matanya terbuka perlahan dan meringis kecil karena kepalanya masih terasa berat untuk bangun.

Gadis berambut panjang sepunggung dengan warna kecoklatan itu memegangi kain lembut yang menempel di dahinya. Rupanya handuk wajah kecil yang digunakan untuk mengompres dahinya yang sekarang demamnya sudah turun.

Audy meletakkan handuk wajah yang ditekuk itu ke atas meja kaca. Ia belum cukup sadar untuk mengingat terakhir kali ia ada di mana tadi. Yang pasti sekarang Audy menyadari kalau ia sedang berada di ruang tamu yang besar dan luas. Di rumah seseorang.

Beberapa kali tangannya memeriksa dahinya sendiri dan sudah tidak demam, namun masih pusing dan kalau ia paksa untuk bangun nanti sudah pasti ia akan mual dan muntah. Merasa berputar-putar. Audy memilih diam saja dan masih berbaring.

Namun, seketika ia memandangi tubuhnya kalau ada yang salah. Siapa yang mengganti bajunya??

Dengan rasa sedikit panik dan takut, Audy lantas terduduk secara tiba-tiba dan tentu saja ia paksa dirinya untuk bisa duduk. Seketika rasa pusing itu langsung menyerang kepalanya lagi dan pandangannya berputar dan sedikit menggelap. Audy memang punya animea, jadi kalau sedang tidur atau duduk dan hendak berdiri harus dilakukan secara perlahan. Apalagi kalau sudah sakit begini, Audy bisa-bisa menyerah saja untuk bangun.

"Eh, si geulis sudah bangun?" Tanya Bi Rahmi dengan membawakan nampan berisi bubur ayam, teh hangat, dan pil antibiotik.

Audy masih bengong, menatap Bi Rahmi dengan pandangan heran. Juga kepalanya menunduk, menatap setelan baju tidur lengan pendek dan celana panjang berwarna soft pink dengan motif beruang coklat. Muka Audy masih terlihat pucat begitu juga bibirnya. Dahinya juga masih da bekas air kompres dari handuk tadi. Keringat dinginnya juga masih ada di sekitar leher.

"Diminum dulu tehnya neng. Biar legaan." Ujar Bi Rahmi yang duduk di bawah sembari menyodorkan segelas teh hangat pada Audy.

Audy yang sedari tadi masih celingukan itu dengan pelan menerima segelas teh hangat tersebut dan meneguknya sedikit. Rasa tenggorokannya jadi lebih lega dan tidak kering. Dadanya juga menghangat. Ia tidak tertarik untuk mengajukan pertanyaan pada Bi Rahmi. Rasanya Audy masih linglung.

"Mau disuapin buburnya?" Tawar Bi Rahmi sopan.

Audy menggeleng pelan. "Jangan duduk di bawah." Ujarnya pelan.

Bi Rahmi terkekeh kemudian bangkit berdiri. "Kata den Dirga, neng geulis di sini dulu tidak apa-apa. Barang punya neng, Bibi taruh di ruang santai. Baju-baju neng tadi masih basah, Bibi udah bilang den Dirga kalau Bibi mau pulang. Ya udah ya neng, Bibi pulang dulu soalnya udah sore."

"I-iya.." ujar Audy sekenanya.

Bi Rahmi mengangguk sopan dan pergi meninggalkan Audy yang masih tercengang di ruang tamu itu. Dirga? Siapa Dirga itu? Audy tidak kenal.

Tunggu, barangnya ada di ruang santai? Itu di mana? Audy ingin berdiri, namun tulang betisnya masih benar-benar sakit. Disibaknya celana baju tidur yang panjang itu dan ternyata benar saja bekas tendangan Bianca membiru dengan sempurna di sana.

Krucuk, Krucuukkk!!

Ah, perut Audy lapar. Ia lupa kalau terakhir makan adalah tadi pagi. Dengan cepat ia melirik ke arah jam dinding yang tersedia. Ternyata sudah pukul 6 sore.

Agak ragu, namun Audy mengambil semangkuk bubur ayam yang tadi disiapkan Bi Rahmi. Ia hanya sanggup memakan setengahnya saja. Setelah itu ia menelan satu pil antibiotik, Audy tahu pil itu. Ia juga biasa mengonsumsi antibiotik jika sedang demam atau nyeri. Mamanya sendiri yang juga biasa memberinya antibiotik dengan merk yang sama tersebut.

Setelah menyandarkan diri di punggung sofa selama sekitar 5 menit, Audy baru bisa berniat untuk berdiri. Ingin mencari keberadaan ponselnya yang ia taruh di dalam tas ranselnya.

Dengan kedua langkah kaki yang pelan dan masih lemah, Audy berpegangan pada benda sekitar saat jalan.

"Gue di apartemen?" Tanyanya pelan pada diri sendiri ketika melihat jendela kaca yang lebar itu dengan tirai yang masih terbuka. Menampilkan jalanan pusat kota Jakarta Selatan dengan hiruk-pikuknya yang masih padat. Lampu-lampu dengan cantik sudah menyala semua dan langit semakin gelap.

"Astaga! Keluarga gue udah pasti nyariin." Ujar Audy panik dan berjalan cepat dengan kaki agak pincang sedikit. Celingukan harus ke arah mana karena tidak tahu di mana letak ruang santai. Ah, mungkin yang dimaksud Bibi tadi ruang santai itu ruang keluarga. Yah Audy akui ia tadi tidak begitu mengerti maksud dari ruang santai. Karena definisi ruang santai itu banyak, bisa jadi berupa perpustakaan, ruang bersantai yang menghadap ke kolam, atau yang lainnya.

Setelah celingukan ke sana kemari dan ia hanya bisa menemukan ruang makan dan dapur, Audy lantas tersenyum ketika melihat belokan tembok. Ternyata benar, ada ruangan lain yang disebut sebagai ruang santai.

Ruang santai itu memiliki satu sofa panjang empuk berwarna biru pastel yang di depan sofa terbentang karpet bulu warna putih dengan ukuran 3x3. Menghadap ke arah jendela kaca dengan tirai mewah yang tertutup. Juga ada sebuah televisi ukuran 48 inch dalam kondisi tidak menyala.

Benar saja, Audy menemukan tas ranselnya di atas sofa tersebut. Membukanya dengan panik dan mencari keberadaan ponseknya yang menyelip di dalam. Tidak peduli dengan keresek hitam yang sudah dikeluarkan dan diletakkan di samping sofa. Keresek hitam yang berisi sepatu sekolahnya dan kaos kaki. Audy enggan membuka itu.

Gadis itu dengan panik langsung mengecek begitu banyak notifikasi dari aplikasi chattingnya. 60 panggilan suara tak terjawab dari tiga temannya, yaitu Steffani, Vallen, dan tentu saja Valdi. Dan grup chatnya yang khusus berisi empat orang itu seketika ramai membahas menghilangnya Audy. Ia hanya membaca pesan chat grup dari bar notifikasi saja dan enggan membuka chat grup tersebut.

Hanya Vallen yang menghubunginya pribadi. Dan tentu saja Audy dibuat lega karena membaca isi pesan chat dari Vallen.

-Vallensya Nevada-

Dy

Dy???

Gilak! Lo di mana? Nyokap lo nyariin!!

Astaga. Ini udah melebihi jam pulang sekolah. Lo di mana???

17:10 PM

Audy??

Lo kalau udah buka WA dari gue ini lo wajib bales ya!

Gue udah kasih tahu nyokap lo kalau lo seakan-akan nginep rumah gue dan lo ketiduran.

Pokoknya gitu deh. Lo baik-baik aja kan??

17:45 PM

Read.

Selesai membaca rentetan pesan dari Vallen, Audy menghembuskan napasnya lega. Ia hendak saja akan mengetikkan balasan pada Vallen. Namun sahabatnya itu langsung menelponnya.

"LO DI MANA??? ASTAGA LO KENAPA? LO BAIK-BAIK AJA KAN?" Tanya Vallen yang suaranya nyaring sekali. Sampai Audy meringis kecil mendengarkannya.

"Astaga Len.. gak usah teriak. Gue baik-baik aja kok.. makasih ya udah bantuin kasih tau Mama gue."

"Iya. Tapi ceritain dulu lo di mana?" Tanya Vallen yang masih panik.

Belum sempat Audy menjawab, suara lelaki yang berada di belakangnya itu menginterupsi dirinya.

"Lo udah bangun rupanya?"

***

avataravatar
Next chapter